Serbuan Monyet Ngeri! Ayolah Segera Panggil Para Pawang dari Suku Baduy

Kamis, 07 Februari 2019 – 06:33 WIB
Warga Gunturharjo, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri, menunggui ladang mereka agar tidak dijarah monyet – monyet liar. Foto: IWAN KAWUL/RADAR SOLO

jpnn.com - Gara-gara serbuan monyet-monyet liar, puluhan hektare lahan jagung siap panen ludes. Metode letusan petasan, kembang api, dan gonggongan anjing hanya mampu membuat kera-kera pindah ke ladang lain.

IWAN KAWUL, Wonogiri

BACA JUGA: Salam Metal! Fan Jokowi Menyambut Sandi di Wonogiri

HAMPIR 1 kilometer sudah kami berjalan saat sayup-sayup terdengar suara letusan petasan. Disusul gonggongan anjing bersahutan.

”Oh itu, warga di sini biasa mengusir monyet dengan petasan dan anjing,” ujar Kepala Dusun Guntur Widhi Hartono seolah membaca kekagetan Jawa Pos Radar Solo yang berjalan di sampingnya.

BACA JUGA: Kejadian Unik saat Sandiaga Uno Melintas di Kerumunan Pendukung Jokowi

Warga Gunturharjo, desa tempat Dusun Guntur berada, di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, memang tengah menghadapi pagebluk. Dalam bentuk serbuan ratusan monyet ekor panjang.

Monyet-monyet itu mengacak-acak dan melahap jagung serta kacang tanah siap panen di berhektare-hektare ladang. Padahal, dua tanaman itulah yang paling diandalkan petani di sana. Mengingat Gunturharjo di Kecamatan Paranggupito di bagian paling selatan Wonogiri adalah kawasan karst yang gersang. Serangan monyet serupa dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah di berbagai kecamatan di Wonogiri.

BACA JUGA: Tante Kristina Berjudi Cap Jie Kia, Nih Akibatnya

Di pagi yang dibasahi gerimis pada Senin (4/2) lalu itu, Widhi pun mengajak Jawa Pos Radar Solo melihat langsung ke ladang. Menemui para petani yang tengah menjaga tanah garapan mereka, yang kebetulan belum digasak kera-kera.

BACA JUGA: Ratusan Kera Liar Menyerang Tanaman, Petani Percaya Mitos

”Pas saya tiba di ladang bersiap untuk panen, ladang jagung saya ternyata sudah acak-acakan,” kata Sokiran, warga Guntur yang berpapasan dengan kami di jalan.

Total ladang satu dusun yang diserang, lanjut Sokiran, sampai 20 hektare. ”Jelas rugi besar, Mas,” ujar Sokiran tanpa mau memerinci berapa kerugian yang dia tanggung.

Dusun Guntur, seperti umumnya desa-desa bertanah karst di Paranggupito, mengandalkan pengairan tadah hujan. Tanahnya merah. Sekelilingnya dikepung bukit karst.

”Ada tradisi lokal masyarakat kami yang namanya ngawu-awu, warisan leluhur masyarakat yang hidup di tempat tandus seperti di Paranggupito,” jelas Widhi saat kami kembali melanjutkan perjalanan.

Metode tersebut secara garis besar adalah mengolah lahan, lalu menanam benih di akhir musim kemarau. Harapannya, jika hujan turun, benih langsung bisa tumbuh.

Benar saja, benih-benih jagung, kacang tanah, dan padi gogo yang ditanam sekitar November 2018 saat ini sudah memasuki masa panen. Tapi, itu tadi, buah kerja keras yang sudah di depan mata tersebut lenyap akibat serbuan monyet.

Binatang tersebut biasa hidup berkoloni mulai 30 sampai 50 ekor. Bahkan, antarkelompok monyet itu juga sering berkelahi memperebutkan makanan. Kalau sudah begitu, tanaman bisa dipastikan rusak sebagai ajang tawuran monyet-monyet.

Untuk saat ini memang Dusun Guntur yang diincar. Sebab, jagung dan kacang tanah di sana sudah siap panen. Tapi, itu tidak berarti dusun atau bahkan desa-desa lain di Paranggupito bakal aman. Bulan depan bisa saja lahan mereka yang ganti diserang.

BACA JUGA: Monyet Ganas Berkeliaran, Incar Balita

Saat ini hanya wilayah Wonogiri di lereng Gunung Lawu yang tidak mengalami serangan monyet. Misalnya Kecamatan Jatipuro, Bulukerto, Puhpelem, dam Girimarto. Sebab, di kawasan-kawasan tersebut persediaan makanan di hutan masih banyak.

Di wilayah Paranggupito serangan monyet terakhir marak pada 2011. Ketika itu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri turut turun tangan dengan cara mengundang enam pawang monyet dari suku Baduy di Lebak, Banten.

Setidaknya hampir sebulan keenam pawang bekerja menangkap monyet-monyet tersebut. Hasilnya, serangan pun mereda. Sampai kemudian mulai muncul lagi pada 2017.

Kami terus berjalan. Kali ini melintasi jalan setapak yang sedikit menanjak. Di sisi kanan tampak tanaman jagung yang masih muda. Di sela-selanya tumbuh subur ketela rambat.

Tepat setelah menuruni bukit kecil, dua petani tampak duduk di pinggiran jalan setapak, di samping ladang jagung. Mereka berjaga-jaga. Dari kejauhan terlihat tiga ekor anjing yang seperti curiga dengan kedatangan kami.

”Kalau mengusir pertama dengan petasan atau kembang api. Memang kelompok monyetnya pergi, tapi ya pergi ke lahan lain yang sedikit jauh,” terang Widhi.

Warga juga bisa dipastikan selalu membawa anjing ketika pergi ke ladang. Anjing itu bertugas mengejar monyet-monyet tersebut atau sekadar menggonggong untuk menakuti.

”Tapi, kalau bertemu pimpinan monyet yang besar, anjingnya takut, kalah gede dan kalah mental,” katanya lantas terkekeh.

Hampir tiap rumah di Guntur punya anjing. Tapi, keberadaan mereka juga tidak sepenuhnya aman. Masih banyak pihak yang dengan sengaja memasang racun. Entah tujuannya untuk mengambil daging anjing buat dijual atau memang niatnya hanya untuk membunuh.

”Namun tidak jadi soal. Toh, setiap rumah di sini pasti punya anjing. Kalau beranak tinggal meminta,” tambah Widhi.

Beberapa anak muda Dusun Guntur juga memiliki senapan angin. Tapi, karena spesifikasinya hanya untuk menembak burung, tembakan pada monyet sebatas melukai.

Widhi sadar perburuan monyet itu memicu pro dan kontra. ”Tapi, kalau ada pihak yang tidak setuju dengan perburuan, silakan datang ke Guntur, peliharalah monyet-monyet itu. Kami sudah kehabisan cara. Kalau kemarau kekurangan air untuk bercocok tanam, kalau musim hujan kami diserang monyet,” cetus Widhi yang juga mantan ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia Kabupaten Wonogiri.

Di alam, monyet-monyet itu nyaris tak menghadapi predator. Jadi, pertumbuhannya begitu pesat. Koloni mereka terus bertambah, sedangkan makanan yang tersedia di alam terbatas. Jadilah ladang jagung yang mereka serbu.

Karena itulah, warga Guntur berharap Pemkab Wonogiri kembali turun tangan untuk mengatasi pagebluk kali ini. Dengan memanggil lagi para pawang dari suku Baduy. Widhi ingat betul bagaimana monyet-monyet liar tersebut malah mendekat ketika ada para pawang Baduy.

”Mudah sekali menangkapnya. Entah pakai jampi-jampi apa saya tidak tahu. Yang pasti, setelah itu tidak ada lagi serangan monyet sampai muncul lagi kini,” terangnya. (*/c9/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayo Ngaku, Siapa Buang Bayi di Sudut Masjid?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler