Serikat Pekerja Pertamina Gugat Menteri BUMN, Ada Apa?

Selasa, 21 Juli 2020 – 02:35 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir. Foto: dok BUMN

jpnn.com, JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang menaungi 19 serikat pekerja di lingkungan PT Pertamina (Persero) mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan PT Pertamina (Persero).

FSPPB menilai menteri BUMN dan direksi Pertamina telah mengeluarkan keputusan sepihak yang bukan saja merugikan pekerja, tetapi juga diduga melakukan peralihan aset dan keuangan negara yang dikelola Pertamina.

BACA JUGA: Fadli Zon Tagih Janji Bersih-bersih Menteri BUMN

Gugatan perbuatan melawan hukum itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui pendaftaran online (e-court), Senin (20/7), Pukul 13.00 WIB. FSPPB menunjuk Firma Hukum Sihaloho & Co sebagai kuasa hukum.

Kepala Bidang Media FSPPB Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, menteri BUMN Juni lalu menerbitkan keputusan tentang pemberhentian, perubahan nomenklatur jabatan, pengalihan tugas dan pengangkatan direksi Pertamina.

BACA JUGA: Keren! Prajurit Gabungan Koarmada II Intensifkan Perawatan Lahan

Hal itu diikuti dengan surat keputusan direktur utama Pertamina tentang struktur organisasi dasar Pertamina (Persero), yang ditandai dengan pembentukan lima sub holding Pertamina.

Menurut Marcellus, sebagai perwakilan seluruh serikat pekerja di lingkungan Pertamina, FSPPB tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

BACA JUGA: Awas! Pasukan Elite TNI AL Mulai Bergerak dan Menceburkan Diri ke Laut, Ada Apa?

Padahal, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan perubahan bentuk badan hukum perseroan terbatas wajib 

memperhatikan kepentingan karyawan, yang dalam hal ini diwakili serikat pekerja. Hal itu menurutnya diatur hukum dan perundangan-undangan.

Pengurus bidang hubungan industrial dan hukum FSPPB Dedi Ismanto mengatakan, keputusan menteri BUMN dan direktur utama Pertamina dimaksud, tidak hanya merugikan pekerja karena jabatan, hak, kewajiban dan status kepegawaian yang berubah.

Keputusan itu juga dapat mengakibatkan peralihan keuangan dan aset-aset negara yang sebelumnya dikuasai Pertamina (Persero), berubah kedudukannya menjadi dikuasai anak-anak perusahaan Pertamina (sub holding).

“Menurut kami, yang sangat mengkhawatirkan adalah anak-anak perusahaan Pertamina itu akan 

diprivatisasi atau denasionalisasi dalam waktu dekat ini,” ujar Dedi dalam pesan tertulis yang diterima, Senin (20/7).

Dedi Khawatir jika semua skenario menteri BUMN dan direktur utama Pertamina berjalan, negara akan berbagi kekuasaan dengan swasta, termasuk investor asing pada seluruh rantai usaha Pertamina.

Mulai dari hulu, pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga pasar keuangan. Dalam hal ini kedaulatan energi nasional dipertaruhkan.

Sementara itu, Kuasa Hukum FSPPB Janses Sihaloho dari Firma Hukum Sihaloho & Co mengatakan, privatisasi sub holding Pertamina sangat berdampak bagi masyarakat luas.

Penentuan harga BBM dan LPG misalnya, tidak lagi akan mempertimbangkan daya beli masyarakat luas.

“Karena status kepemilikannya sudah berubah, kebijakan tidak lagi murni ditentukan negara. Pasti akan dipengaruhi kepentingan pemegang saham lainnya, termasuk investor asing,” kata Janses.

Janses lebih lanjut mengatakan, proses privatisasi sub holding Pertamina yang diawali dengan Keputusan menteri BUMN dan jeputusan direktur utama Pertamina tentang struktur organisasi dasar PT. Pertamina (Persero), ditengarai kuat memanfaatkan celah hukum pada pasal 77 UU BUMN.

Pasal tersebut secara tegas melarang induk perusahaan BUMN (Perusahaan Persero) tertentu, termasuk Pertamina untuk diprivatisasi.

Namun, terhadap anak perusahaan persero BUMN, pasal itu memiliki makna ambigu dan multitafsir, sehingga membuka peluang untuk diprivatisasi.

Oleh karena itu, pada Rabu (15/7) lalu, FSPPB juga telah mengajukan uji materil terhadap Pasal 77 UU BUMN ke mahkamah Konstitusi.

FSPPB mengimbau, sekalipun Pasal 77 UU BUMN memiliki celah hukum, sudah seharusnya para pengambil keputusan tidak memanfaatkannya untuk swastanisasi BUMN yang mengusai hajat hidup orang banyak.

“Sudah seharusnya semua, apalagi pejabat negara, ikut menjaga kedaulatan energi nasional demi anak cucu. Bukan justru memanfaatkan celah-celah hukum demi kepentingan tertentu,” pungkas Marcellus.(gir/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler