jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin merespons ajakan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto agar sama-sama menolak politik identitas pada Pemilu 2024 mendatang.
Ujang mengaku sepakat dengan ajakan Menko Perekonomian itu demi menciptakan pemilu yang jujur dan adil.
BACA JUGA: Pernyataan Anies soal Politik Identitas Akan Picu Pertarungan Etnisitas di Pilpres 2024
"Soal politik identitas itu saya sepakat ya jangan dilakukan. Jangan dipertajam, harus dilupakan dan harus dihindari dan ditinggalkan," kata Ujang saat dihubungi, Senin (1/5).
Tidak hanya masyarakat, Ujang menilai menolak politik identitas juga harus didukung hingga ke level elite partai politik.
BACA JUGA: Anies Sebut Politik Identitas tidak Terhindari, Pengamat: Masyarakat Harus Hindari
Sebab, Ujang melihat hingga kini elite politik belum secara konsisten melakukan gerakan anti-politik identitas.
Hal itu, lanjut Ujang, terlihat dari bagaimana elite politik seakan ingin Pilpres 2024 hanya diikuti oleh dua pasang calon saja.
BACA JUGA: Airlangga-Muhaimin Mampu Cegah Politik Identitas Dan Menangkan Pilpres 2024
"Itu kan sama saja elite-elite politik itu seolah-olah mau menghilangkan politik identitas tapi mengonstruksi koalisinya itu hanya dua calon yang justru mempertajam politik identitas. Pasti pertarungannya akan mengarah ke politik identitas," ucap Ujang.
"Oleh karena itu kalau sepakat, misalkan hilangkan politik identitas, saya sepakat. Tetapi ya paling tidak pasangan capres cawapresnya ada tiga agar pertarungannya tidak terlalu keras. Ada pemecah ombak di poros yang ketiga itu," kata Ujang melanjutkan.
Ujang juga mengimbau kepada publik untuk sama-sama menolak politik identitas, minimal tidak ikut serta menggelorakan isu-isu yang mengarah ke politik identitas.
"Oleh karena itu kita harus melihat secara utuh ya tentang politik identitas itu. Kalau politik identitas digunakan untuk memecah belah bangsa, harus dilawan," kata Ujang.
Pasangan capres-cawapres pun, kata Ujang, perlu juga secara tegas menyerukan anti-politik identitas kepada para timses hingga relawan.
Sebab, Ujang menilai capres cawapres tidak mungkin tidak mengetahui bahwa pendukungnya memainkan isu politik identitas yang membahayakan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
"Oleh karena itu capres dan cawapresnya musti berjiwa besar untuk tidak memainkan isu politik identitas dalam pilpres nanti agar kita tetap bersatu. Agar persaingan pilpres itu berjalan secara jujur dan adil. Kita boleh berbeda, pilihan boleh beda, tapi tetap bersaudara satu sama lain. Itu yang harus kita bangun," ujar Ujang.
Sebelumnya, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengingatkan kesatuan politik pasca pemilu itu penting.
Menko Perekonomian ini menyakini persatuan politik pasca pemilu harus dirintis dari sekarang karena negara harus diurus secara bersama-sama.
"Perbedaan kita hanya pada tanggal 14 Februari, pada saat masyarakat memilih, mencoblos, sesudah itu kita kembali bersama bangun bangsa," ujar Airlangga saat jumpa pers usai pertemuan dengan Partai Demokrat, (29/4).
Airlangga menyampaikan Partai Golkar terus membuka silaturahmi dan dialog dengan partai politik termasuk dengan partai Demokrat yang memposisikan diri sebagai oposisi Pemerintah.
Seperti diketahui, Partai Golkar membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan partai mitra koalisi pemerintah yakni partai PAN dan PPP. Sementara partai Demokrat dengan Koalisi Perubahan yang berisikan Partai Nasdem dan PKS.
"Karena penting bagi Indonesia agar seluruh partai ini suasananya adem, dan kita memasuki pesta politik tidak dengan tegang tapi politik dengan kebahagian," tambahnya.
Politik kebahagiaan dalam pesta politik bagi Airlangga hanya bisa terjadi jika komunikasi antar parpol baik yang berasal dari koalisi yang sama atau berbeda tetap intens.
Airlangga menyakini Indonesia adalah negara besar yang tidak mungkin seluruh persoalan dapat diselesaikan oleh satu partai politik.
"Satu parpol tidak bisa menyelesaikan semua persoalan di negeri ini. Kita harus bersama-sama," tegasnya.
Partai Golkar dan partai Demokrat sepakat bahwa pemilu itu bukan the winner take it off (pemenang kuasai semua) seperti yang berlaku di Amerika Serikat.
Airlangga menyakini demokrasi Pancasila yang berlaku di Indonesia adalah siapapun pemenangnya maka pembangunan dilakukan bersama-sama.
"Sama seperti pertandingan olahraga voli misalnya, Begitu sudah ada yang juara pembentukan tim nasional bukan dari juara itu sendiri, harus dibentuk semua tim," tambahnya.
Ia sekali lagi berharap perjalanan pemilu 2024 memiliki nuansa pesta politik penuh dengan kebahagian.
Bukan pesta politik yang membelah bangsa ini menjadi dua dengan politik identitas.
Politik identitas akan meninggalkan luka lama yang tidak mudah sembuh dalam waktu yang pendek.
"Paling kita khawatirkan kalau bangsa ini terbelah dengan politik identitas, kalau di ekonomi ada istilah namanya scare, ada luka yang dalam, demikian juga politik, ada scare, luka yang dalam dan tidak dalam waktu dekat dia sembuh, tambahnya.
Airlangga mengajak seluruh elemen masyarakat meninggalkan politik identitas, meski berbeda posisi dalam memandang pemerintah.
Menurut Airlangga setiap elemen termasuk partai politik yang ada di pemerintahan maupun diluar memiliki fokus yang sama yakni tantangan kesejateraan dan kemajuan rakyat pasca bonus demografi yang diprediksi berakhir tahun 2038.
"Tinggalkan politik identitas, kita tidak harus dalam posisi sama tapi yang paling sulit adalah dalam posisi berbeda, kita bertujuan yang sama untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia pasca bonus demografi," ujarnya. (dil/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif