jpnn.com - BAGHDAD - Teror Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) yang kian merajalela membuat pemerintahan Perdana Menteri (PM) Nuri Al Maliki semakin tersudut. Bukan hanya Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat, ulama kondang Syiah pun mengusulkan perombakan dalam pemerintahan.
Kemarin (20/6) Grand Ayatollah Ali Al Sistani menyerukan reformasi pemerintahan Maliki. Dalam khotbah Jumatnya, rohaniwan 83 tahun itu mengkritik pemerintah yang dianggap gagal mewujudkan persatuan. Sebab, sebagaimana penilaian negara-negara Barat dan kritik dari dalam negeri, Maliki cenderung diskriminatif dan tidak peduli pada kaum Sunni dan Kurdi.
BACA JUGA: Dihajar Banjir, Bulgaria Tetapkan 23 Juni Hari Berkabung Nasional
"Iraq membutuhkan pemerintahan baru yang efektif," jelas Abdul Mahdi Al Karbalai, wakil Sistani, dalam khotbah Jumat di Kota Karbala kemarin.
Tokoh yang menjadi panutan kaum Syiah itu menegaskan, pemerintahan Iraq yang baru harus bisa menciptakan harapan baru bagi seluruh masyarakat Iraq yang majemuk. Bukan seperti Maliki yang hanya mementingkan golongannya.
BACA JUGA: Minta Bantuan AS Serang Sarang Militan
Sistani juga berpesan, pemerintah yang baru nanti bisa lebih bijaksana dan tidak mengulang kesalahan pemerintahan Maliki. Yakni, tidak muncul agresi maut militan seperti sekarang. Pernyataan Sistani tersebut mengindikasikan bahwa dia tidak mendukung pencalonan ulang Maliki dalam pemilu yang akan datang.
Sebelumnya, AS yang diwakili Wakil Presiden Joe Biden telah mengimbau Maliki untuk mengubah kebijakan pemerintahannya. Pemimpin 64 tahun tersebut pun langsung muncul dalam siaran televisi bersama para politisi Sunni dan Kurdi. Itu merupakan pemandangan langka. Sebab, Maliki nyaris tidak pernah melibatkan rival-rival politiknya dalam acara negara.
BACA JUGA: Pelantikan Raja Felipe VI tak Dihadiri Pemimpin Asing
Kendati demikian, AS belum memberikan jawaban atas permintaan Iraq untuk memerangi ISIL yang semakin mendekati Kota Baghdad. Maliki meminta Washington melancarkan serangan udara ke sarang militan dengan pesawat tanpa awak (drone). Tetapi, Presiden Barack Obama masih mempertimbangkan opsi selain aksi udara yang menuai banyak protes di Afghanistan dan Pakistan itu.
Pemerintahan Obama yang baru saja menarik pasukan AS dari Iraq cenderung menghindari aksi militer yang melibatkan banyak serdadu. Sebelumnya, Washington menolak ajakan Teheran untuk melancarkan operasi antimilitan gabungan di Iraq. Penolakan itu membuat Iran menganggap AS tidak serius membantu negara tetangganya tersebut.
Kamis (19/6) Pentagon mengirimkan 300 penasihat militer ke Iraq. Para penasihat militer yang dijadwalkan tiba di Baghdad hari ini (21/6) itu akan bertugas di ibu kota dan sekitarnya. Mereka akan berfungsi sebagai pemantau keamanan dan pelatih militer.
"Kami akan terus memantau perkembangan di lapangan dan tetap membuka peluang untuk melancarkan aksi militer," kata Obama.(AP/AFP/CNN/c23/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Resmi Jadi Raja Spanyol, Felipe VI Janji Dekat dengan Rakyat
Redaktur : Tim Redaksi