jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak delapan anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi (MPK) PB HMI telah melakukan rapat terbatas Rabu lalu dan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemecatan Ketum PB HMI Respiratori Saddam Al-Jihad
Akbar Tanjung, tokoh nasional yang juga pernah menjabat sebagai Ketum PB HMI periode 1971-1974, angkat bicara soal langkah MPK-PB HMI tersebut.
BACA JUGA: Spirit Kebinekaan dalam Open House Natalan
Dia menilai bahwa apa yang ditempuh oleh 8 anggota MPK-PB itu inkonstitusional karena bertolak belakang dengan AD/ART HMI.
“Saddam itu adalah Ketum PB HMI hasil kongres, kalau seandainya ada langkah-langkah yang dilakukan oleh katakanlah tokoh-tokoh HMI atau kader-kader HMI melalui suatu mekanisme yang tidak diatur dalam AD/ART berkaitan dengan soal posisi Ketua Umum PB HMI, tentu bisa dianggap tidak sejalan atau tidak sesuai,” tutur Akbar saat dikonfirmasi di Jakarta.
BACA JUGA: Bamsoet Semangati Kader FORHATI
Senior HMI ini mengatakan pergantian ketum harus melalui forum tertentu dan itu disepakati oleh pihak-pihak terkait yang harus dilibatkan.
“Jadi pengetahuan saya, instansi pengambilan tertinggi suatu organisasi adalah munas, kongres, mukhtamar, yang juga mempunyai kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban pengurus dan sekaligus bisa bilamana perlu melakukan pergantian terhadap pengurus,” tegasnya.
BACA JUGA: Ketum PB HMI Ingatkan Kader Tidak Terjebak Politik Praktis
Akbar juga ragu dengan alasan isu asusila yang menyebabkan MPK PB HMI mengeluarkan surat pemecatan kepada Saddam.
Dia tidak yakin Saddam melakukan tindakan asusila apalagi sampai sekarang tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
“Memang saya dikatakan bahwa Saddam melakukan sesuatu tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan, yang asusilalah. Saya diperlihatkan foto, terus terang saja respons saya yang pertama saya tidak langsung menganggap itu Saddam karena saya kira bukan Saddam, jika itu Saddam, jadi bagaimana kita bisa membuktikan bahwa itu Saddam,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam rapat anggota MPK-PB itu, 7 anggota termasuk koordinatornya Muhammad Safi'i tidak hadir. Syafi’i tidak tinggal diam atas beberapa anggota MPK yang mengambil langkah sepihak.
“Saya selaku Koordinator MPK PB HMI menyatakan bahwa itu tidak benar dikarenakan saya selaku Koordinator tidak pernah mengundang MPK PB HMI untuk melakukan sidang MPK,” katanya.
"Sebagai Koordinator MPK mengundang Ketua Umum PB HMI pada tanggal 26 Desember 2018 untuk hadir disidang MPK untuk diminta keterangan dan pada tanggal 5 Januari 2019 MPK PB HMI melakukan Sidang dengan mengundang Ketua Umum PB HMI Saudara R. Saddam Aljihad, Sekjend PB HMI Saudari Naila dan Saudara Robby Sahri Cs untuk dimintai keterangan terkait dengan gugatan yang masuk ke MPK,” imbuhnya.
Di luar dari tanggal tersebut, Syafi’i menegaskan tidak pernah mengundang untuk melakukan sidang MPK.
Apabila ada yang mengatasnamakan Sidang MPK tanpa sepengetahuan dan dihadiri oleh koordinator MPK maka sidang tersebut tidak sah.
Hal tersebut bertentangan dengan pasal 43 ART HMI yang mengatur tentang struktur, Tata Kerja dan Persidangan Majelis Pengawas dan Konsultasi.
“Saya Koordinator MPK menyarankan kepada sdr ketua Umum PB HMI R Sadam Aljihad untuk tetap menjalankan aktvitas organisasi dan soal MPK akan diselesaikan secara internal di MPK PB HMI. Menghimbau kepada seluruh kader HMI seindonesia untuk tetap menjalankan amanah organisasi dan tidak terpengaruh dengan berbagai informasi yang dapat mengganggu internal HMI,” pungkasnya. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bakar Semangat HMI, Oso Ingatkan Kemuliaan Ibu
Redaktur & Reporter : Natalia