Sesjen MPR Resmi Menyandang Gelar Doktor Ilmu Hukum

Selasa, 07 Agustus 2018 – 14:58 WIB
Sekretaris Jenderal (Sesjen) MPR RI Ma’ruf Cahyono saat mempertahankan Disertasinya di hadapan Tim Penguji pada saat ujian doktoral ilmu hukum di Universitas Jayabaya Jakarta, Selasa (7/8). Foto: Ist.

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sesjen) MPR RI Ma’ruf Cahyono resmi menyandang gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Jayabaya Jakarta, Selasa (7/8).

Ma’ruf berhasil mempertahankan Disertasinya dengan judul “Haluan Negara Sebagai Dasar Pertanggungjawaban Pesiden Dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan Berdasar Prinsip Negara Demokrasi Konstitusional. Tim penguji dalam kesempatan itu adalah Tim Penguji/Promotor terdiri dari Prof. H. Amir Santoso (Rektor/Ketua Sidang); Letjen TNI (Purn) Prof. Dr. H. Syarifudin Tippe (Direktur Pascasarjana); Prof. Dr. JH. Sinaulan (Ka.ProgDok/Promotor/Penguji); Dr. Ramli Lina S (Ko-Promotor I/Penguji); Dr. Yuhelson (Ko-Promotor II/Penguji), Prof. Dr. Widodo Ekatjahjana (Penguji) dan Prof. Dr. FX Adjie Samekto (Penguji).

BACA JUGA: MPR Bangga Ikut Bagian Senam Poco-Poco Meraih Record Dunia

Mar’uf Cahyono dalam paparannya menyampaikan haluan negara merupakan upaya mewujudkan sistem pemerintahan negara demokrasi konstitusional sesuai tujuan nasional bangsa Indonesia.

BACA JUGA: Hentikan Perselisihan Politik, Mari Bantu Korban Gempa

Sesjen MPR RI Ma'ruf Cahyono

Secara yuridis, konsep ‘haluan negara’ sebelum perubahan UUD 1945 dikenal sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara’ (GBHN). GBHN merupakan konsep ketatanegaraan yang mengandung arah dan strategi penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara khususnya MPR dengan Presiden terkait dengan pola pembangunan nasional yang menyeluruh dan berkelanjutan.

BACA JUGA: Muhammad Rizal: Gunakan Hak Pilih Sesuai Hati Nurani

Menurutnya, Pasca-perubahan UUD 1945, GBHN tidak lagi menjadi “haluan negara” dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan. Hilangnya GBHN berdampak pada hilangnya pernyataan kehendak rakyat sebagai haluan negara yang memberikan arah bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan, yang bertumpu pada prinsip kedaulatan rakyat (wolksouvereniteit) dan supremasi konstitusi.

“Hilangnya GBHN juga menyebabkan hilangnya mekanisme pertanggungjawaban yang merupakan bagian esensial dari asas kedaulatan rakyat,” kata Ma’ruf Cahyono.

Dalam penelitiannya, Ma’ruf membatasi pada tiga masalah, Pertama, makna yuridis dan arti pentingnya ‘haluan negara’ bagi sistem penyelenggaraan Indonesia. Kedua, prinsip pertanggungjawaban Presiden menurut “haluan negara’ dengan model GBHN dan model RPJP-RPJM.

Ketiga, pengaturan hubungan tata kerja antara MPR dan Presiden dalam pelaksanaan prinsip pertanggungjawaban agar ‘haluan negara’ dapat diterapkan dengan baik dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara demokrasi konstitusional di Indoensia.

“Ketiga permasalahan tersebut dianalisa berdasarkan teori tentang negara hukum, kedaulatan rakyat, pembagian kekuasaan negara/pemerintahan, pengawasan dan pertanggungjawaban negara,” katanya.

Lebih lanjut, Ma’ruf menjelaskan metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif untuk mendapatkan data yang diperlukan sehubungan dengan permasalahan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier, sertaa data primer untuk mendukung bahan hukum data sekunder, sedangkan metode analisis yang digunakan adalah yuridis kualitatif.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan, yakni Pertama, makna yuridis ‘dan arti penting haluan negara’ bagi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia yang bertumpu pada prinsip kedaulatan rakyat dan negara hukum adalah bahwa haluan negara sebagai instrumen hukum dalam menegakkan kedaulatan negara, sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan negara yang tertuang dalam konstitusi negara, dan sebagai model penyelenggaraan pemerintahan negara.

Kedua, terdapat perbedaan model pelaksanaan “haluan negara” yakni pelaksanaan model GBHN sebelum perubahan UUD 1945 dan RPJPN/RPJMN dalam sistem perencanaan pembangunan nasional (SPPN) setelah perubahan UUD 1945.

Ketiga, pengaturan hubungan tata kerja antara MPR dan Presiden dalam pelaksanaan prinsip pertanggungjawaban seharusnya dilakukan agar “haluan negara” dapat diterapkan dengan baik dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara demokrasi konstitusional melalui penataan ulang (rekonstruksi) hubungan tata kerja antara MPR dan Presiden.

Dalam ujian Disertasi Ma'ruf Cahyono, tampak hadir di antaranya Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Wakil Ketua DPD RI, Achmad Muqowam dan sejumlah Anggota MPR lainnya, Staf Setjen MPR dan Setjen DPD RI.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MPR Sosialisasi Empat Pilar Lewat Pagelaran Wayang Kulit


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler