Setahun 100 Juta Orang China Berwisata

Selasa, 13 Januari 2015 – 16:56 WIB
Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Dirut Garuda Indonesia M Arif Wibowo saat pengguntingan pita di Beijing International Airport, menandai penerbangan perdana Garuda dari Beijing-Denpasar langsung. Foto: Dok Indopos

Menteri Pariwisata Dr Ir Arief Yahya dan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, M Arif Wibowo –Duo Arief– rupanya menemukan chemistry yang sama dan sebangun, tatkala mengintip potensi devisa yang masih tersembunyi di balik Tirai Bambu Tiongkok. Keduanya memiliki perspektif yang sama, untuk mendownload potensi China, Si Naga Asia yang sukses menjadi raksasa ekonomi dunia.

DON KARDONO, Beijing

Jika Tiongkok bersin, itu isyarat seluruh dunia harus siap-siap menghadapi badai flu, pilek, bahkan sakit kepala. Jika Tiongkok mulai demam, siap-siap opname. Begitulah pengusaha sering mendeskripsikan dahsyatnya Tiongkok yang amat mempengaruhi iklim ekonomi dunia. Naluri marketing Menpar Arief Yahya pun ikut tertantang melihat potensi Negeri Panda itu.

Pengalaman menjadi Dirut PT Telkom – yang sempat terpilih sebagai The Best CEO BUMN 2013— menjadi modal untuk menemukan cara jitu menaklukkan pasar China. Arief Yahya pun cepat mengambil haluan dan menentukan arah prioritas dalam mempromosikan pariwisata Indonesia ke wisman. Minggu, 11 Januari lalu, pria yang lulus S-3 Eco nomic, Business Management, Universitas Padjadjaran, Bandung ini terbang ke Beijing. Negeri peringkat ke-4 pengunjung objek wisata Indonesia, setelah Si ngapura, Malaysia dan Australia.

”Padahal, setiap tahun lebih dari 100 juta orang China berlibur ke luar negeri. Dari jumlah itu hanya 800-an ribu kepala yang sampai ke Indonesia. Tak sampai 1 persennya,” kata Arief Yahya.

Terlalu kecil, dibandingkan dengan potensi pasar riilnya. Mereka punya modal, kelas menengahnya naik, daya beli besar, membutuhkan wisata, jumlahnya besar. Sebaliknya, kita memiliki segala spesifikasi yang dicari oleh mereka. Marine tourism-nya nomor wahid di dunia, 70 persen coral dunia berkumpul di lautan Indonesia, terumbu karang, pantai pasir putih, spot diving, snorkeling, surfing, yachting semua lengkap. Kulinernya, juga tidak mengecewakan lidah orang Tionghoa, juga banyak restoran China yang taste-nya sangat oriental.

”Tahun 2015 ini, target kami, menaikkan menjadi 10 juta pengunjung. Tetapi, internal ka mi focus mencari cara untuk menembus angka 12 ribu. Angka psikologis yang berarti naik 30 persen lebih. Jika angka itu sukses diraih, ke depan kita lebih confidence. Lebih punya nyali untuk memasang target lebih tinggi lagi. Kami yakin, bisa!” lanjutnya.

Bukan hanya Bali, masih ada lebih dari 6 pulau eksotis yang tidak kalah hebat dari Pulau Dewata. Ada Raja Ampat, Wakatobi, Lombok, Labuan Bajo, Bunaken, Derawan dan lain nya. Juga kota-kota besar lain, seperti Jakarta dan Batam, dua kota yang juga menjadi destinasi wisatawan mancanegara tertinggi setelah Bali. Lalu apa problemnya? Supplay besar, demand pun besar, tetapi belum ketemu jodoh?

”Kami menyadari, ada tiga hal mendasar yang sedang kami urai satu per satu. Aksesibilitas atau konektivitas. Lalu promosi pariwisata. Dan guide, pemandu wisata yang paham bahasa Mandarin dengan baik,” jelas Arief Yahya.

Soal koneksi, seolah sedang mengingatkan memori bisnis lama Arief Yahya, yang ahli telekomunikasi berbasis IT itu. Rumusnya se derhana, ibarat menghubungkan dua bejana, agar alirannya kuat, lancar, cepat, maka saluran penghubungnya juga harus berpenampang besar. Bandwidth-nya harus gede. Jika perlu pakai fiber optic, maka koneksinya dijamin lancar tanpa buffering.

Dalam problem connectivity itulah, bertemu dengan Dirut Garuda Indonesia, Arif Wibowo. Perusahaan penerbangan nasional milik BUMN yang juga sedang restrukturisasi rute penerbangan. Memangkas jalur-jalur kurus, membuka jalur-jalur gemuk.

”Kami akan explore pasar China, karena itu kami buka rute baru, direct flight, Beijing-Denpasar tiga kali seminggu,” ucap Muhammad Arif Wibowo, Dirut Garuda Indonesia.

Dari sinilah, titik temu sinergi antara Kementerian Pariwisata (Government) dan perusahaan (Business) itu terbangun. Tinggal me ngembangkan Community, Akademisi dan Media untuk bersinergi. Selama ini, Garuda sudah memiliki jalur Guangzhou–Jakarta 7 kali seminggu. Shanghai– Jakarta juga 7 kali seminggu, dan Beijing- Jakarta 4 kali seminggu.

Mulai kemarin, rute Beijing-Denpasar mulai terbang perdana. Garuda mensupport connectivity dan accessibility dari Beijing ke destinasi wisata nomor satu di Indonesia, Bali. Kemenpar pun akan semakin gencar mempromosikan destinasi wisata Indonesia, di Tiongkok.

”Selama ini rute itu hanya kami layani dengan chartered flight, bahkan Citilink sudah setahun beroperasi chartered flight di Wuhan dan Chengdo. Sekarang statusnya dinaikkan menjadi direct and regular flight,” kata Arif Wi bowo di atas GA-893 dari ketinggian 12.496 ribu meter, dan kecepatan 783 kilometer per jam.

Penerbangan perdana kemarin tergolong suk ses. Animonya oke. Dari 33 business class ter isi penuh, 185 economic class juga penuh. Total mengangkut 218 penumpang, dari Beijing-Denpasar. Begitu mendarat mulus di landasan Ngurah Rai International Airport, semua penumpang bertepuk tangan. Dari Beijing yang kemarin bersuhu 2 derajad Celcius, langsung menghirup udara tropic Bali dengan langit yang biru cerah.

”Sampai April 2015, reservasi hampir 80 persen, sudah hampir penuh. Di Beijing sasaran pasar kami lebih banyak market wisata, sedangkan Guangzhou dan Canton lebih ke pasar cargo dan bisnis,” ucap Arif Wibowo, lulusan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya yang sebelumnya memimpin Citilink Indonesia itu.

Diharapkan, kata Arif Wibowo, dari 2 juta target turis China ke Indonesia tahun 2015, minimal 600-700 ribu bisa dicover oleh penerbangan Garuda. Sisanya, perusahaan airlines lain, seperti China Southern Air Lines, Cathay Pacific, dan berbagai penerbangan lain. Sebuah sinergi yang saling mengisi, untuk bersama-sama mengunduh devisa dan menjadikan pariwisata sebagai salah satu lokomotif ekonomi nasional.

”Efek berantainya ekonomi yang digerakkan oleh sector pariwisata itu enam kali lebih besar dan lebih luas, daripada industry otomotif,” sebut Menteri Pariwisata yang juga penulis buku Creativity to Commerce (C2C) itu.

Problem guide atau pemandu wisata, juga menjadi factor penting. Di industri services ini –pariwisata dan transportasi udara— sama- sama harus menjaga iklim usaha yang kondusif. Harus bisa menjamin aman, mudah, tidak ditipu, tidak dipersulit, nyaman dan senang. Hal itu terungkap saat pertemuan Menpar Arief Yahya dan Dirut Garuda Arif Wibowo bersama agen-agen yang biasa charter flight mengangkut wisatawan dari Beijing ke Denpasar selama ini.

Keluhan lebih banyak bersumber pada bahasa, terutama di kota-kota di luar Bali, Jakarta seperti Manado, Sulawesi Utara. Mereka bisa menikmati keindahalan alam Indonesia, tetapi gagal mendapatkan informasi keunikan, budaya, tradisi, dan sejarah dan lainnya. Petunjuk-petunjuk dengan huruf China juga minim, kalau tak mau disebut tidak ada.

”Iya, itu segera kami seriusi. Training pemandu bahasa, sekaligus memahami adat, tradisi, kebiasaan dan kesukaan orang Tiongkok itu penting. Bisa mendatangkan trainer dari Tiongkok, atau mengirim orang ke Tiongkok, atau keduanya,” cetus Arief Yahya. Arif Wibowo pun menambahkan, ”Kami yang akan mensponsori transportasinya.” (bersambung)

BACA JUGA: Hebatnya Seorang Guru Ngaji Sekaligus Desainer Baju Muslim (1)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Barcelona Punya Kandidat Toko Sepeda Terbaik di Dunia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler