Setahun Jokowi-Ma'ruf, Pemerintah Dinilai Lembek Terhadap Intoleransi

Selasa, 29 September 2020 – 18:22 WIB
Presiden Joko Widodo bersama Wapres Ma'ruf Amin. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Jelang setahun pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, insiden pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) kembali marak.

Direktur Riset Setara Institute, Halili Hasan memaparkan, sejak tahun politik nasional 2019 lalu, ada kecenderungan peningkatan intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok agama minoritas.

"Sepanjang tahun lalu, dalam catatan Setara Institute, telah terjadi 200 peristiwa pelanggaran KBB," kata Halili dalam keterangannya, Selasa (29/9).

Dari sana, Setara Institut meminta pemerintah untuk hadir dalam menjamin dan melindunti hak konstitusional minoritas.

"Dalam catatan Setara Institute sejak 2007, salah satu persoalan terbesar intoleransi dan pelanggaran KBB di Indonesia terletak pada level negara. Pemerintah selama ini lebih sering absen ketika kelompok minoritas diintimidasi, direstriksi, didiskriminasi, bahkan dipersekusi," jelas Halili.

Ia menambahkan, meskipun negara hadir, mereka cenderung berpihak pada kepentingan pelaku intoleransi dan pelanggaran yang mengatasnamakan mayoritas.

"Minoritas kerapkali dikorbankan dan dipaksa mengalah atas nama harmoni dan kerukunan," tambahnya.

Kemudian, Setara Institute juga mendesak pemerintah, terutama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, untuk segera mengambil tindakan yang memadai dalam menangani persoalan tersebut.

"Menteri Tito mesti mengambil kebijakan yang progresif, sesuai dengan otoritas legal dan demokratik, untuk menjamin tata kelola pemerintahan daerah yang inklusif dan toleran dalam kebhinekaan," katanya.

Halili mencatat, dalam periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah daerah merupakan aktor negara yang paling banyak menjadi pelaku pelanggaran KBB.

Dalam paparannya, pemerintah daerah telah melakukan 157 tindakan, baik dalam bentuk tindakan langsung, peraturan intoleran dan diskriminatif, maupun pembiaran.

"Pemerintah pusat tidak boleh diam, melainkan harus hadir menangani penjalaran intoleransi yang secara terus-menerus terjadi di daerah," pungkas Halili. (mcr4/jpnn)

BACA JUGA: Pak Jokowi, Intoleransi Beragama Kembali Marak di Daerah!


Redaktur & Reporter : Dicky Prastya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler