Setara Institute Kritik Kebijakan Erick Angkat Perwira Aktif Jadi Komisaris BUMN

Minggu, 14 Juni 2020 – 17:52 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir dikritik soal pengangkatan perwira aktif. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Setara Institute mengkritik langkah Menteri BUMN Erick Thohir, mengangkat sejumlah perwira tinggi Polri dan TNI duduk dalam struktur komisaris badan usaha milik negara (BUMN). 

Menurut peneliti hak asasi manusia dan sektor keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie pengangkatan tidak sesuai dengan UU Nomor 2/2002 tentang Polri dan UU Nomor 34/2004 tentang TNI. 

BACA JUGA: Erick Thohir Angkat Pejabat BIN jadi Komisaris Antam

Dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri disebutkan, anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Aturan yang sama juga dimuat dalam Pasal 47 ayat (1) UU TNI. Disebut, prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

BACA JUGA: Nevi Zuairina: Agenda Raker Dadakan Komisi VI dan Menteri BUMN Sangat Sensitif

"Dalam konteks UU TNI, jabatan di BUMN tidak termasuk dalam pengecualian jabatan sipil yang boleh diduduki prajurit TNI aktif. Itu diatur pada pasal 47 ayat (2)," ujar Iksan dalam pesan tertulis, Minggu (14/6).

Menurut Ikhsan, dalam pasal 47 ayat 2 diatur beberapa jabatan yang dikecualikan. Yaitu jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara.

BACA JUGA: SETARA Institute Anggap Reuni Akbar 212 Mengancam Kebinekaan

Kemudian, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotik nasional dan mahkamah agung.

Melihat sejumlah kondisi yang ada, Ikhsan menilai penempatan sejumlah perwira TNI/Polri aktif dalam jajaran direksi dan komisaris perusahaan BUMN, menggambarkan keengganan (unwilling) pemerintah dalam pelaksanaan reformasi TNI/Polri, serta secara khusus pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan. 

"Alasan yang berkaitan konflik sosial dengan masyarakat dalam persoalan tanah dan perizinan sebagai pertimbangan pengangkatan perwira TNI-Polri ke dalam jajaran petinggi perusahaan BUMN, justru semakin mencerminkan pendekatan keamanan dan aparat dalam penanganan konflik sosial yang berkaitan dengan isu lingkungan," ucap Ikhsan. 

Ikhsan kemudian menyarankan, pemerintah sebaiknya fokus memastikan penegakan hukum yang adil terkait konflik tanah, dan memastikan tidak ada kekerasan terhadap masyarakat.

Lebih lanjut Ikhsan mengatakan, perluasan peran militer dalam ranah sipil menjadi gambaran kemunduran reformasi TNI pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil, dalam hal ini perusahaan BUMN, menjadi bagian dari kemunduran tersebut.

Ikhsan juga mengingatkan, pemerintahan sipil seharusnya tidak menggoda dan turut memastikan profesionalitas TNI-Polri.

Caranya, lanjut Ikhsan, dengan tidak memberikan jabatan tertentu atau membuka kerja sama di luar tugas pertahanan, keamanan, dan tugas perbantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"TNI-Polri fokus melakukan reformasi, sementara presiden, DPR, politikus sipil, wajib menjaga proses reformasi berjalan sesuai mandat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang ada," pungkas Ikhsan.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengangkat sejumlah jenderal polisi dan TNI mengisi posisi sejumlah komisaris Badan Usaha Milik Negara.

Erick mengatakan mengangkat mereka karena ada kebutuhan organisasi.(gir/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler