Mereka menenggarai, pemeriksaan buku atau audit yang dilakukan Ernst & Young, tidak lengkap
BACA JUGA: Terkait Teror Bom, Komisi III DPR akan Panggil Polisi
Dikatakan tak lengkap, menurut pihak kuasa hukum Danggur Konradus, karena data yang diberikan oleh manajemen Sumalindo kepada auditor Ernst & Young, dipertanyakan kelengkapan berikut keabsahannya"Apa benar-benar jujur dan apa adanya? Apakah semua transaksi telah dibukukan secara benar, lengkap dan sempurna?" tanya Danggur Konradus, dalam jumpa persnya di Jakarta, Minggu (20/3).
Dari data yang ada, lanjut Danggur, pihaknya menduga Sumalindo menyembunyikan aktivitas sebenarnya, seperti penambangan batubara dan penebangan kayu yang tak dilaporkan dalam neraca perusahaan
BACA JUGA: Bom Ulah Spekulan Politik, Bukan Teroris
Karena itu, selain meminta Pengadilan Jakarta Selatan agar memeriksa buku, pemegang saham minoritas juga berharap pengadilan menetapkan untuk memeriksa pengelolaan HPH, HTI (Hutan Tanaman Industri) dan unit-unit usaha lainnya yang dikelola SumalindoDanggur mengklaim, upaya yang dilakukan minoritas Sumalindo ini, semata-mata demi kebaikan bersama
BACA JUGA: Aksi Paket Bom Diduga Didanai Asing
Termasuk juga, demi kebaikan semua pemegang saham, termasuk pemegang saham mayoritas yakni PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) milik Samko Timber LtdSamko Timber sendiri adalah perusahaan publik di Singapura yang dimiliki keluarga Putera Sampoerna dan Hasan Sunarko.Selain itu, menurut Danggur, upaya minoritas mendapatkan keterbukaan kinerja perusahaan itu, juga demi kebaikan perusahaan agar tidak selalu merugi dan demi kebaikan pengelolaan aset-aset negaraDanggur menyebut Sumalindo adalah pemegang HPH terluas di negeri ini
"Hutan tanaman alam seluas 840.500 hektare itu adalah milik negaraArtinya, hutan itu milik rakyat yang dikelola oleh SumalindoJika dikelola dengan tidak baik dan selalu merugi sampai Rp 1,3 trilun selama 2002 sampai 2009, tentu sangat merugikan negara," papar Danggur yang mengaku heran bahwa pemilik hutan alam terluas itu bisa merugi.
"Selama masih ada kayu, perusahaan kayu mana pun kalau diurus secara benar dan sehat, tidak akan mungkin rugi," tandas Danggur lagi.
Selama ini, lanjut dia, pengelola perusahaan yang adalah personil-personil dari pemegang saham mayoritas itu, tidak ada keterbukaan kepada pemegang saham publik minoritasKondisi itu diperparah lagi, menyusul dua direksi yakni Amir Sunarko dan David (Direktur) menjadi terdakwa karena kejahatan pembalakan liar, dan sedang dalam proses persidangan di PN Tenggarong, Kaltim.
Upaya internal untuk meminta keterbukaan pengelolaan perusahaan sendiri, disebutkan sudah dilakukan pemegang saham publik minoritas lewat forum RUPS maupun RUSPLB"Tapi tidak pernah ada penjelasan yang memadai dari pihak mayoritas dan manajemen perusahaanSelalu hanya dijawab, karena krisis dan krisis, sehingga perusahaan merugiKalau sudah ditanya soal kinerja perusahaan, selalu mereka ambil mekanisme pengambilan keputusan langsung dengan cara votingIni anehMau diajak mengelola perusahaan biar untung, kok susah dan cenderung otoriter," imbuh Danggur.
Berdasarkan fakta di atas, jelas Danggur, maka awal Januari lalu, pemegang saham publik minoritas mengajukan permohonan kepada Pengadilan Jakarta SelatanIsinya yakni meminta tim ahli dan tim auditor independen untuk memeriksa buku dan memeriksa kinerja perusahaan yang sebenar-sebenarnya dan sejujur-jujurnyaUpaya ini sendiri dimungkinkan dan dilindungi UU Perseroan Terbatas.
"Ini adalah (juga) proses pembelajaran bagi masyarakatKarena inilah pertama kali terjadi di Indonesia, di mana pemegang saham publik meminta penetapan pemeriksaan perusahaan lewat pengadilanSelama ini, pemegang saham publik yang membeli saham perusahaan lewat lantai bursa, tidak pernah mendapat perlindungan yang memadai dan sesuai haknyaIni yang kami lakukan sekarang," tegas Danggur(pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenakertrans Beri Bantuan Padat Karya bagi Korban Merapi
Redaktur : Tim Redaksi