Setelah RUU PDP Disetujui Menjadi UU, Pratama Usul Bentuk Lembaga Otoritas yang Kuat dan Independen

Rabu, 21 September 2022 – 10:58 WIB
Pakar keamanan siber dari CISSReC Pratama Persadha. Foto: ANTARA/HO-CISSReC

jpnn.com - JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menjadi UU dalam Rapat Paripurna, Selasa (20/9). 

Naskah final RUU PDP terdiri atas 371 daftar inventarisasi masalah (DIM) dan 16 bab serta 76 pasal. Bertambah 4 pasal dari usulan awal pemerintah pada akhir 2019, yang sejumlah 72.

BACA JUGA: Sadig: UU PDP Solusi Keamanan Data Pribadi

Pakar keamana siber Pratama Persadha melihat ini sebagai titik di mana Indonesia lebih serius dalam menghadapi persaingan dan pergeseran global yang makin terdigitalisasi.

UU PDP ini titik start kita bersama menghadapi tantangan globalisasi yang makin digital,” kata Pratama dalam keterangannya, Selasa (20/9). 

BACA JUGA: UU PDP Membuat Konsumen Makin Nyaman Bertransaksi Digital

Dia menyarankan setelah RUU PDP disetujui menjadi UU, segera bentuk Lembaga Otoritas Perlindungan Data Pribadi yang kuat, independen dan powerful. 

“Jangan sampai Komisi PDP nanti tidak sekuat yang kita cita-citakan,” jelas chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.

BACA JUGA: RUU PDP Disahkan, DPR di Bawah Kepemimpinan Puan Mendapat Apresiasi

Pratama menambahkan perlu dibuat aturan turunan mengenai sanksi yang tegas untuk penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup publik atau pemerintah. 

Sebab, ujar dia, hal itu akan mempertegas posisi UU PDP terhadap PSE yang mengalami kebocoran data. Kemudian, aturan terkait standar teknologi, sumber daya manusia, dan manajemen data seperti apa yang harus dipenuhi oleh para PSE. 

Dia menambahkan UU PDP  memang tidak secara eksplisit mengamanatkan pembentukan Komisi PDP. Dalam Pasal 58 dan 64 disebutkan sengketa perlindungan data peribadi harus diselesaikan lewat lembaga yang diatur oleh UU. 

“Karena di sinilah nanti Komisi PDP harus dibentuk dengan jalan tengah, lewat peraturan presiden, hal yang disepakati sebagai jalan tengah antara DPR dan Kominfo,” jelas Pratama.

Dia menegaskan posisi Komisi PDP sangat krusial.

Karena itu, wajib nantinya pemerintah dan DPR menempatkan orang yang tepat serta memiliki kompetensi untuk memimpin Lembaga Otoritas PDP atau Komisi PDP ini.

Menurutnya, soal perlindungan data pribadi ini bila perlu dibuat pakta integritas untuk pejabat pemerintah yang bertanggung jawab terhadap data pribadi, yakni mundur jika terjadi kebocoran. “Karena selama ini kebocoran data pribadi dari sisi penyelenggara negara sudah sangat memprihatinkan,” ungkapnya. 

Pratama menambahkan perlunya memberikan wewenang yang cukup untuk lembaga otoritas PDP dalam menegakkan UU PDP. Dia menyatakan jangan sampai menjadi macan ompong dan nanti dituduh menghabiskan anggaran negara saja.

“Ini akan menjadi warisan yang sangat baik dari pemerintahan Presiden Joko Widodo bila bisa mendorong lahirnya lembaga otoritas PDP yang kuat, kredibel dan bisa menjadi pelindung serta tempat terakhir meminta keadilan bagi masyarakat terkait sengketa perlindungan data pribadi,” terang Pratama.

Pengesahan UU PDP ini harus juga direspons dengan segera melakukan audit keamanan informasi di semua PSE, baik lingkup privat atau publik. Apalagi kasus kebocoran data masih menjadi perhatian masyarakat luas dengan kasus Bjorka.

“Nantinya lembaga otoritas PDP bisa bersama BSSN membuat aturan standar tentang pengaman data pribadi di lingkup privat dan lingkup publik, sehingga nantinya penegakan UU PDP bisa lebih detail dan jelas,” pungkas Pratama. (boy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler