SOREANG-Dewan Pendidikan Kabupaten Bandung menilai positif rencana penambahan jam pelajaran agama dari tingkat SD, SMP hingga SMU. Ketua Bidang Kerjasama Dewan Pendidikan Kabupaten Bandung, Asep Kartika menilai penambahan jam mata pelajaran agama sangatlah bagus.
"Penambahan jam pelajaran bisa membantu membangun pendidikan budi pekerti karena dalam agama apapun khususnya Islam, mengajarkan sopan santun, kedisplinan, ahlak, tauhid dan lain sebagainya," kata Asep, Kamis (14/2)
Menurut Asep, penambahan jam belajar dari dua jam seminggu menjadi empat jam seminggu juga sangat tepat. Apalagi, saat ini serbuan pengaruh modernisasi yang bersifat negatif cukup gencar.
"Paling tidak penambahan jam pelajaran bisa membebaskan putra-putri kita dari buta huruf Al Quran. Jangan sampai, mereka tidak bisa memahami agamanya sendiri. Apalagi saat ini paradigmanya justru terbalik. Orang yang dianggap buta huruf itu adalah mereka yang tidak memahami teknologi komputer atau tidak bisa berbahasa asing," jelasnya.
Meski demikian, lanjut Asep, penambahan jam pelajaran agama harus diimbangi dengan peningkatan kualitas guru pengajar atau sumber daya manusia (SDM) dan alat mengajar yang memadai. Seperti buku-buku berkualitas. Guru agama yang memberikan pelajaran agama, kata dia, harus menggunakan buku yang telah memiliki pengesahan atau dilegalisasi Kantor Kementrian Agama (Kemenag).
"Nah, jangan seperti yang sudah-sudah masalah kesalahan penulisan huruf Al Quran, itu bisa menyesatkan. Atau seperti dalam mata pelajaran lain, di sekolah sampai beredar buku berbau porno. Guru agama harus memakai bahan ajar yang telah mendapatkan pengesahan lembaga terkait," paparnya.
Yang lebih penting dan yang harus lebih diperhatikan, lanjut Asep, mata pelajaran agama ataupun pelajaran lainnya harus berbasis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yakni jangan mengambil bahan pelajaran dari luar daerah.
"Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) harus mencari dan mengakomodir kebutuhan lokal. Seperti disesuaikan dengan budaya, karakter dan kebiasaan lokal. Jangan sampai buku atau materi untuk di Kabupaten Bandung tapi dibuat dan diambil dari Jawa Tengah atau daerah lainnya. Jika seperti itu tentu salah. Berikan dulu kesempatan kepada para penulis dan penerbit lokal agar mereka bisa membuat bahan pelajaran yang berkualitas," pungkasnya.
Sementara itu, Bupati Bandung Dadang M. Naser mengatakan, yang harus diterapkan bukan semata menambahkan jam pelajaran agama namun pelajaran agama harus menjadi moral akhlak sehari-hari.
"Pelajaran agama itu bukan untuk dinilai melainkan prilaku dan untuk menjadikan akhlak pribadi dan membangun pendidikan budi pekerti," ujar Naser.
Selain itu, kata Naser, pelajaran agama kewajiban semua guru untuk mengajarkannya jangan hanya guru bersangkutan, termasuk kepala sekolah agar mengajarkan agama terhadap muridnya. "Semua guru mata pelajaran apapun wajib mengajarkan agama terhadap anak didiknya, termasuk kepala sekolahnya. Agama itu bukan hanya untuk dijadikan nilai rapot tetapi agama itu harus jadi akhlak dan membangun pendidikan budi pekerti," ungkapnya.(try)
"Penambahan jam pelajaran bisa membantu membangun pendidikan budi pekerti karena dalam agama apapun khususnya Islam, mengajarkan sopan santun, kedisplinan, ahlak, tauhid dan lain sebagainya," kata Asep, Kamis (14/2)
Menurut Asep, penambahan jam belajar dari dua jam seminggu menjadi empat jam seminggu juga sangat tepat. Apalagi, saat ini serbuan pengaruh modernisasi yang bersifat negatif cukup gencar.
"Paling tidak penambahan jam pelajaran bisa membebaskan putra-putri kita dari buta huruf Al Quran. Jangan sampai, mereka tidak bisa memahami agamanya sendiri. Apalagi saat ini paradigmanya justru terbalik. Orang yang dianggap buta huruf itu adalah mereka yang tidak memahami teknologi komputer atau tidak bisa berbahasa asing," jelasnya.
Meski demikian, lanjut Asep, penambahan jam pelajaran agama harus diimbangi dengan peningkatan kualitas guru pengajar atau sumber daya manusia (SDM) dan alat mengajar yang memadai. Seperti buku-buku berkualitas. Guru agama yang memberikan pelajaran agama, kata dia, harus menggunakan buku yang telah memiliki pengesahan atau dilegalisasi Kantor Kementrian Agama (Kemenag).
"Nah, jangan seperti yang sudah-sudah masalah kesalahan penulisan huruf Al Quran, itu bisa menyesatkan. Atau seperti dalam mata pelajaran lain, di sekolah sampai beredar buku berbau porno. Guru agama harus memakai bahan ajar yang telah mendapatkan pengesahan lembaga terkait," paparnya.
Yang lebih penting dan yang harus lebih diperhatikan, lanjut Asep, mata pelajaran agama ataupun pelajaran lainnya harus berbasis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yakni jangan mengambil bahan pelajaran dari luar daerah.
"Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) harus mencari dan mengakomodir kebutuhan lokal. Seperti disesuaikan dengan budaya, karakter dan kebiasaan lokal. Jangan sampai buku atau materi untuk di Kabupaten Bandung tapi dibuat dan diambil dari Jawa Tengah atau daerah lainnya. Jika seperti itu tentu salah. Berikan dulu kesempatan kepada para penulis dan penerbit lokal agar mereka bisa membuat bahan pelajaran yang berkualitas," pungkasnya.
Sementara itu, Bupati Bandung Dadang M. Naser mengatakan, yang harus diterapkan bukan semata menambahkan jam pelajaran agama namun pelajaran agama harus menjadi moral akhlak sehari-hari.
"Pelajaran agama itu bukan untuk dinilai melainkan prilaku dan untuk menjadikan akhlak pribadi dan membangun pendidikan budi pekerti," ujar Naser.
Selain itu, kata Naser, pelajaran agama kewajiban semua guru untuk mengajarkannya jangan hanya guru bersangkutan, termasuk kepala sekolah agar mengajarkan agama terhadap muridnya. "Semua guru mata pelajaran apapun wajib mengajarkan agama terhadap anak didiknya, termasuk kepala sekolahnya. Agama itu bukan hanya untuk dijadikan nilai rapot tetapi agama itu harus jadi akhlak dan membangun pendidikan budi pekerti," ungkapnya.(try)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekolah di Daerah Keluhkan Internet
Redaktur : Tim Redaksi