Setitik Harapan bagi Marianto, TKI yang Terancam Hukuman Mati di Malaysia

Tinggal Tunggu Pengampunan dari Mahkamah Rayuan

Senin, 22 Oktober 2012 – 02:51 WIB
MERANA: Markatun menunjukkan foto Marianto, anaknya, yang divonis hukuman mati di Malaysia.

Nasib Marianto Azlan sangat kecil untuk bisa lepas dari hukuman mati di Malaysia karena kasus pembunuhan. Dia tinggal menunggu waktu saja. Meski begitu, seperti dilaporkan wartawan Jawa Pos SHOLAHUDDIN dari Kuala Lumpur Sabtu malam (20/10), masih ada celah yang bisa menyelamatkan nyawa TKI asal Brondong, Lamongan, Jatim, itu.

= = = = = = = = = = =
= = = = = = = = = = =

Penegakan hukum di Malaysia terkesan lebih tegas dibanding di Indonesia. Apalagi, untuk kasus-kasus berat seperti pembunuhan, korupsi, dan perdagangan narkoba. Terdakwa yang terbukti bersalah hampir pasti tidak bisa lepas dari jerat hukum yang berat. Tak sedikit yang akhirnya berujung di tiang gantungan.

Itu pula yang kini dihadapi Marianto, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dituduh telah membunuh teman sendiri dalam sebuah pertikaian di Kampung Pandan Indah, Selangor, Malaysia. Oleh Mahkamah Tinggi Syah Alam Selangor, Marianto divonis hukuman mati pada 25 November 2011. Namun, masih ada satu jalan yang bisa membebaskan Marianto dari hukuman berat itu. Yakni, pengampunan dari Mahkamah Rayuan Malaysia.

"Ya, hanya itu satu-satunya jalan yang bisa ditempuh. Banding yang diajukan ke Mahkamah Rayuan diterima dan Marianto mendapat pengampunan," ungkap Karmadi, salah seorang kerabat Marianto, yang ditemui Jawa Pos di Kuala Lumpur, Sabtu (20/10).

Langkah itu memang tidak mudah. Pemerintah Indonesia diharapkan lebih aktif melakukan advokasi serta lobi-lobi diplomatik dengan pemerintah Malaysia. "Kalau tidak ada campur tangan serius dari pemerintah, rasanya sulit bagi Marianto terhindar dari hukuman gantung," ujar Karmadi.

Marianto didakwa terlibat pertikaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa Firdaus bin Kamari, warga asal Tuban, Jawa Timur. Peristiwa itu terjadi pada 21 Juli 2007 di Kampung Pandan Indah, Selangor, Malaysia. Saat ini Marianto ditahan di penjara Kluang Johor Bahru setelah sebelumnya meringkuk di penjara Sungai Buloh Selangor.

Kabar di kalangan TKI Malaysia, sebetulnya Marianto tidak terlibat dalam pembunuhan yang disebut bermula dari tawuran itu. Namun, saat itu dia memang berada di tempat kejadian perkara (TKP), tetapi bukan pelaku. Karena itu, vonis mati yang ditimpakan kepada Marianto dianggap tidak pada tempatnya.

Menurut Karmadi, selama ini praktis upaya pendampingan dan solidaritas terhadap Marianto hanya dilakukan rekan-rekan sesama TKI. Pemerintah belum berbuat apa-apa untuk memberikan pembelaan. Baik Kemenakertrans, BNP2 TKI, ataupun KBRI Kuala Lumpur selama ini baru sebatas wacana akan melakukan advokasi terhadap terpidana Marianto agar terhindar dari hukuman gantung.

"Untuk menyewa pengacara kami urunan. Ya, seikhlasnya," kata pria yang juga asal Lamongan tersebut.

Dari sumbangan yang digalang sejak 2008 hingga sekarang, ada sekitar 200 TKI yang berempati terhadap nasib Marianto. Dana yang terkumpul sejumlah 9.000 RM (Ringgit Malaysia) atau sekitar Rp 22,5 juta. Uang tersebut untuk membayar pengacara Malaysia.

"Beruntung pengacara Malaysia itu baik. Dia tidak mematok harga. Padahal, dalam kasus seperti ini biasanya biayanya sangat besar," kata Karmadi.

Masih ada dana sumbangan 4.000 RM yang kini disimpan keluarga Marianto untuk berjaga-jaga bila dibutuhkan mendadak.  Selain berharap pemerintah pusat serius mengawal Marianto hingga bisa bebas, Karmadi sangat mengharapkan Bupati Lamongan M. Fadli ikut turun tangan. Misalnya, memberikan support langsung ke Malaysia terhadap warganya yang dirundung duka itu.

"Warga Lamongan di sini (Malaysia) banyak sekali. Mereka adalah pahlawan-pahlawan devisa bagi negara. Sebagai pimpinan daerah, tidak ada salahnya bila Pak Bupati berempati terhadap warganya yang bermasalah di negeri rantau ini," harapnya.

Marianto adalah anak pertama Markatun, warga Kampung Desa Sidomukti, Kecamatan Brondong, Lamongan. Keluarga Markatun terbilang kurang mampu. Hidupnya serbapas-pasan. Saat ini Markatun tinggal bersama Marinten, 80 (ibunya), Witono (adik Marianto), serta Rizal Saputra dan Muhammad Izad (keduanya anak Marianto). Dua anak itu merupakan hasil perkawinan Marianto dengan Wiwik, TKW asal Tasikmalaya, Jawa Barat. Namun, pasangan suami-istri itu telah berpisah.

Menurut warga Sidomukti, hidup keluarga Markatun terbilang memilukan. Sejak Marianto yang semula menjadi tulang punggung keluarga terjerat kasus pembunuhan di Malaysia, Markatun harus membanting tulang sendirian. Suaminya, Martum, sudah lama meninggal dunia. Tidak hanya bekerja serabutan, Markatun juga harus menghidupi dan merawat ibunya, Marinten, yang kini hanya bisa tergolek di tempat tidur.

Markatun juga mesti merawat Witono, adik Marianto. Kejiwaan Witono disebut-sebut terganggu setelah mendengar kabar bahwa kakaknya bakal dihukum mati di Malaysia. Bila penyakitnya kambuh, Witono sering mengamuk.

"Ya, faktanya seperti itulah. Karena itu, kami berharap kalau bebas, Marianto bisa pulang kampung dan memulai hidup dengan lebih baik," kata Karmadi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Representative Malaysia Alex Ong mengatakan, masih ada harapan Marianto terbebas dari hukuman mati. Hal itu bila pemerintah Indonesia mau sungguh-sungguh melakukan pembelaan. Setidaknya seperti kasus TKI bernama Asnawi Latif yang sebelumnya juga divonis hukuman gantung. "Dia akhirnya mendapatkan pengampunan dari Mahkamah Rayuan Malaysia," ujarnya kemarin.

Alex menambahkan, pihaknya menyesalkan KBRI Kuala Lumpur yang terkesan baru berencana melangkah setelah kasus Marianto berjalan lima tahun. "Katanya, mereka akan mengambil alih lawyer. Cuma, belum tahu kepastiannya bagaimana. Menurut saya, KBRI memang ada di sini (Malaysia), tetapi tidak bekerja,’’ katanya. (*/c2/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dibuka Gangnam Style, Ditutup Instrumen Tradisional Sanjo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler