jpnn.com, JAKARTA - Kongres Advokat Indonesia (KAI) meminta Pengadilan Negara Jakarta Utara untuk membebaskan salah satu anggota Advokat KAI bernama Julius Lobiua.
“Kami menuntut setop kriminalisasi advokat KAI. Bebaskan Advokat Julius Lobiua SH MH. Bebaskan Julius, bebaskan Julius. Dia advokat, dia advokat. Setop kriminalisasi,” ujar Tobby Ndiwa, SH, Koordinator massa aksi yang tergabung Kongres Advokat Indonesia (KAI) saat menggelar unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Rabu (8/8/2018).
BACA JUGA: Tolak Eksepsi, PN Jakut Diduga Kriminalisasi Advokat KAI
KAI dalam siaran persnya menyebutkan hadir dalam unjuk rasa tersebut antara lain perwakilan DPP KAI Jawa Barat, Sumatera Utara, Papua, Maluku, Bali, Jawa Tengah, Banten dan Jakarta.
Diketahui hari ini merupakan sidang lanjutan kasus yang melibatkan terdakwa Julius. Namun sidang yang agendanya pemeriksaan saksi-saksi dari korban tak hadir. Akhirnya sidang pun dijadwalkan ulang pada Rabu (15/8/2018) mendatang.
BACA JUGA: Bela Fredrich, Peradi Takut Penangkapan Advokat Jadi Tren
Ketua Dewan Penasehat DPP KAI, H. Nazarudin Lubis, mengaku pihaknya tetap mengacu pada asas hukum praduga tak bersalah terhadap kasus yang melibatkan terdakwa Julius. Hal tersebut dikatakan Nazarudin lantaran pihaknya mempunyai bukti atas kasus Julius.
“Kami tetap mengacu pada asas praduga tak bersalah sebelum dijatuhkan vonis. Dan kami mempunyai bukti yang dapat diperiksa dan dapat kami buktikan bahwa kolega kami Julius itu tidak memenuhi pasal-pasal yang disangkakan padanya oleh Jaksa. Kami siap membuktikannya," jelas Nazarudin.
Seharusnya, kata Nazarudin, saksi korban hadir dalam persidangan hari ini. Hal tersebut, kata Nazarudin supaya bisa buktikan pengakuannya dalam proses penyelidikan.
"Dalam pemeriksaan hari ini saksi korban dia tidak bisa hadir. Dia nanti kami minta dihadirkan. Kenapa dia harus hadir dalam persidangan karena dia harus buktikan," tegasnya.
Menurut Nazarudin, pihaknya akan menempuh jalur hukum apabila saksi korban tak bisa membuktikan kesaksiannya. Hal itu, kata Nazarudin bisa disangkakan dengan pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Kalau dia tak bisa membuktikan, kita akan pidana nanti. Karena 242 bahwa seorang yang memberikan saksi dibawah tingkat kepolisian dan persidangan tidak bisa buktikan, kita ajukan pidana," jelasnya.
"Dan itu 242 bisa ditahan. Kebalik ya. Kalau untuk kolega kami Julius tidak bisa ditahan. Tapi kalau untuk 242 itu bisa ditahan terhadap saksi korban, saksi pelapor. Apalagi dia bilang disitu advokat yang bisa disidangkan adalah Peradi. Dia baca itu UU Advokat. Itu dangkal pemikiran advokat itu," tegasnya.
Sementara Sekjen DPP KAI, Apolos Djara Bonga mengaku kecewa dengan sistem peradilan pidana yang dinilainya sangat murah meriah. Apolos pun meminta Jaksa supaya tak mempermainkan hukum dengan menjadikan Julius sebagai terdakwa.
"Tentunya saya kecewa. Kecewa dalam arti begini. Asas hukum peradilan kita murah, sederhana dan cepat. Artinya saya mohon kepada Jaksa jangan bermain-main menjadikan orang terdakwa. Ini bukan hal yang main-main. Tentunya perlu pembuktian dan juga jangan bermain-main kepada saksi ini," tegasnya.
Apolos pun meminta saksi korban segera hadir dalam persidangan dalam persidangan. "Dan kita tentunya dari BAP yang kita sudah pelajari, karena segala konsekuensi mereka sudah terima, pasti kita ambil langkah-langkah hukum. Yang kita butuh adalah sikap mereka segera hadir dalam persidangan," tegasnya.
"Saya kira begini, saya dan kawan-kawan pimpinan organisasi Peradi dengan Junifer dll kenal baik. Tapi ini kan sekelompok orang atau barangkali orang per orang yang coba-coba mau mengendors bahwa mereka mau mengklaim dirinya sebagai orang yang bisa menyalahkan atau mendiskreditkan pak Yulius dengan kedudukannya sebagai advokat," tukasnya.
Sebelumnya, Terdakwa kasus penipuan bernama Julius Lobiua menjalani persidangan dalam Perkara Pidana No : 704/Pid.B/2018/PN.JKT.UT
Atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No Reg : PDM 226/JKT.UT/05/2018 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gaja Mada, Jakarta Pusat, Rabu (1/8/2018). Sidang saat itu, hakim membacakan putusan sela. Hakim Ketua dalam putusannya menolak eksepsi (nota pembelaan) terdakwa.
"Eksepsi tidak dapat diterima dan putusan perkara ini dilanjutkan. Selanjutnya pemeriksaan saksi-saksi. Kami tunda Rabu, 8 Agustus 2018. Jam 11.00 WB," ujar Hakim Ketua sembari ketuk palu menutup sidang.
Namun putusan sela Hakim tersebut mendapat penolakan dari terdakwa yang diwakili oleh para pengacaranya. Mereka pun memprotes putusan tersebut yang dinilai telah mengkriminalisasi klien mereka.
Diketahui, terdakwa adalah seorang pengacara dari Kongres Advokat Indonesia (KAI). Dalam kasus ini, terdakwa diduga melanggar pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.(jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi