Setuju jika Masa Pengabdian Honorer Jadi 60% Komponen Penentu Kelulusan Guru PPPK?

Minggu, 29 November 2020 – 11:24 WIB
Para guru honorer saat menggelar aksi unjuk rasa. Foto: arsip jpnn.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Para tenaga honorer non-K2 bakal segera mengikuti seleksi untuk menjadi guru berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Namun, kekhawatiran juga menyertai para tenaga honorer non-K2 yang harus bersaing dengan pelamar fresh graduate dari pendidikan profesi guru (PPG) yang notabene menguasai teori, serta para pengajar di sekolah swasta yang memiliki pengalaman dan telah mengikuti berbagai pelatihan.

BACA JUGA: Presiden Minta Guru Honorer Usia 35 Tahun ke Atas Ikut Rekrutmen PPPK

"Kami juga masih waswas karena selain honorer yang telah mengabdi, di sana ada lulusan PPG yang pikirannya masih fresh," kata Ketua DPD Forum Honorer Non K2 Persatuan Guru Honorer Republik Indonesia (FHNK2 PGHRI) Jawa Timur Nurul Hamida kepada jpnn.com, Minggu (29/11).

Menurut Nurul, sebenarnya kalangan honorer non-K2 bergembira dengan rencana pemerintah merekrut sejuta guru PPPK.

BACA JUGA: Ingat ya, Seleksi Guru PPPK 2021 Bukan Berdasarkan Pengalaman

Honorer non-K2 pun merasa senang karena bisa ikut tes PPPPK.

Namun, mereka khawatir tidak lolos seleksi ketika harus bersaing dengan peserta lain.

BACA JUGA: Rekrutmen Guru PPPK 2021: Maaf, Permintaan Honorer K2 Ditolak

Nurul menegaskan, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan masa pengabdian para honorer non-K2 sebagai salah satu unsur penilaian dalam seleksi guru PPPK.

Menurut Nurul, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makariem hendaknya melihat pengabdian para honorer selama ini kepada bangsa dan negara.

"Dedikasi, loyalitas, kesabaran  dan pengalaman tidak bisa didapat begitu saja. Mohon Mas Nadiem Makarim mengabulkan harapan seluruh guru honorer untuk menghargai pengabdian kami," terangnya.

Untuk itu Nurul mengusulkan agar pemerintah memperhitungkan masa pengabdian honorer non-K2 untuk 60 persen komponen penilaian. Komponen sisanya atau 40 persen dari tes.

Dengan demikian, kata Nurul, masa pengabdian menjadi poin penting kelulusan. Menurutnya, Menteri Nadiem sebaiknya melihat realita di lapangan terkait honorer non-K2 di berbagai daerah.

"Mudah-mudahan Mas Menteri (Nadiem, red) mau mendengarkan ini. Kasihan kawan-kawan honorer yang usianya sudah  mendekati pensiun. Apalagi tesnya sistem komputer. Sementara di daerah pelosok pinggiran, internet masih sulit," bebernya. 

Selain itu Nurul juga mengharapkan adanya pertimbangan khusus untuk guru-guru honorer yang usianya mendekati pensiun. Misal, honorer K2 dengan usia mendekati pensiun tidak disodori tes dengan waktu pengerjaan sama seperti peserta yang masih muda.

"Sekali lagi kami berharap masa pengabdian dapat dijadikan point kelulusan PPPK. Ini harapan seluruh honorer," tandas Nurul yang juga pengurus DPP FHNK2 PGHRI.(esy/jpnn)

 

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler