jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan defisit anggaran tahun ini melebar dari 2,4 persen menjadi 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Pembengkakan anggaran berasal dari tambahan belanja di sejumlah pos belanja.
BACA JUGA: Arus Mudik Mulai Ramai, Kru Tangki Pertamina Malah Mogok
’’Kami finalkan APBNP 2017. Ini perlu karena ada beberapa tambahan belanja yang memang perlu dimasukkan dalam APBN. Jika tidak kami tidak bisa lakukan otorisasi belanja,’’ jelas Sri, Senin (19/6).
Pembengkakan anggaran diprediksi mencapai Rp 10 triliun.
BACA JUGA: Distribusi BBM Dipastikan Lancar
Salah satunya digunakan untuk persiapan penyelenggaraan event Asian Games pada tahun depan.
Selain itu, ada pula anggaran untuk sertifikasi tanah dengan jumlah penerima yang sangat signifikan, serta dana untuk event pemilukada pada tahun ini.
BACA JUGA: Ditjen Pajak Bisa Akses Data Keuangan WNI di Hong Kong
’’Kami juga melihat beberapa proyek infrastruktur yang diminta didanai, terutama pengadaan tanah. Maka, (defisit) perlu kami naikkan,” tutur Sri.
Selain itu, pos belanja pemerintah membengkak karena ada tambahan anggaran untuk subsidi energi.
Terutama solar, listrik, dan elpiji tiga kg. Untuk subsidi listrik saja, pemerintah mengusulkan tambahan sekitar Rp 3 triliun.
Namun, Sri berharap kebutuhan subsidi energi bisa ditunda karena harga minyak dunia pada Mei dan Juni ini turun.
Dengan demikian, Pertamina diasumsikan mengalami surplus karena harga BBM di dalam negeri tidak diturunkan.
Karena itu, pemerintah memutuskan tidak mengubah alokasi subsidi BBM di APBN 2017 sebesar Rp 77,3 triliun.
”Jadi, kami susun APBN dengan asumsi (subsidi energi) ditanggung Pertamina lebih dulu. Kalau mereka (Pertamina) butuh suntikan dana, akan kami masukkan dalam APBN,” ucapnya.
Sri mengakui, ada potensi kekurangan realisasi perolehan pajak (shortfall) sebesar Rp 50 triliun.
Di sisi lain, ada tambahan kebutuhan belanja Rp 10 triliun. Karena itu, defisit anggaran perlu dinaikkan menjadi 2,6 persen atau bahkan lebih besar dari itu.
’’Jadi, defisitnya dari Rp 330 triliun menjadi Rp 367 triliun sampai Rp 370 triliun. Jadi, ada (penambahan defisit) Rp 37 triliun sampai Rp 40 triliun,’’ jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, Kementerian Keuangan akan menghitung ulang alokasi belanja yang mendesak dan pengurangan alokasi subsidi.
”Sehingga tidak mengganggu stabilitas APBN,’’ ujar mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu. (ken/c20/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Pertamina Terbatas, Penyelesaian Kilang Minyak Molor
Redaktur & Reporter : Ragil