jpnn.com, JAKARTA - Bareskrim Polri tengah mengusut kasus peredaran dan penggunaan obat ilegal untuk kecantikan yang dilakukan seorang dokter berinisial IA.
Kasus ini terungkap setelah sejumlah korban membuat laporan polisi di Bareskrim Polri.
BACA JUGA: Polisi Tahan Tiga Pelaku Klinik Kecantikan Ilegal di Kemang
Direktur Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Siregar mengatakan, pihaknya sudah menangkap IA yang bertugas sebagai dokter kecantikan di sebuah klinik berinisial MA di kawasan Tangerang, Banten.
Selain menangkap IA, penyidik sudah membawa sampel obat racikan dokter IA untuk diperiksa di laboratorium milik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
BACA JUGA: Selama 8 Tahun Gadis di Bekasi jadi Budak Nafsu Sang Paman
"Kasus ini masih penyidikan, kami sudah minta keterangan dari BPOM, termasuk barang bukti sudah kami periksakan di laboratorium di BPOM. Kalau sudah keluar hasil lab, baru periksa ahli," ujar Krisno kepada wartawan di Jakarta, Rabu (9/9).
Jenderal bintang satu ini menuturkan, IA melakukan aksi kejahatannya dengan mengimpor obat yang sudah jadi dari Amerika Serikat.
BACA JUGA: Heboh Kepala Garuda Pancasila Diubah Logo Organisasi
Kemudian, dokter IA melakukan praktik mencampur obat tersebut dengan bahan kimia atau obat lain sesuai racikannya.
"Obat impor memiliki izin di negaranya. Beberapa obat racikannya juga punya izin, namun ketika dia mencampurkan ini menjadi obat baru dan belum memiliki izin kelayakan dari BPPOM," kata Krisno.
Atas kasus itu, IA pun sudah dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri. "Dokter IA kami tetapkan tersangka karena merupakan direktur klinik MA," tambah Krisno.
Krisno menuturkan, peredaran obat di Indonesia pada dasarnya harus melalui serangkaian pengujian di BPOM.
Berdasarkan ketentuan tersebut, Krisno menyebut perbuatan IA dapat membahayakan pasien yang selama ini berobat ke klinik MA.
"Obat ilegal seperti ini akhirnya dikategorikan berbahaya, apalagi dia memadukan ke kemasan lain, mencampurkan obat lain. Undang-undang kesehatan mengatakan harus didaftakan di BPOM. Kalau dia untuk menggunakan sendiri tidak melanggar, tapi kan ini diedarkan," tegas dia.
Atas perbuatan tersebut, IA dikenakan Pasal 196 dan 197 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling selama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000. (cuy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan