Siapkan Skenario Trek Terpisah

Selasa, 21 Agustus 2012 – 06:30 WIB
Proses verifikasi faktual terhadap parpol dibayangi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi UU Pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan sejumlah skenario jika terjadi perubahan sebagai konsekuensi putusan MK tersebut. Apa saja skenario itu?

KPU siap mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan pasal verifikasi parpol dalam permohonan uji materi UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Jika nanti semua parpol diwajibkan ikut dalam verifikasi sebagai peserta pemilu, KPU akan melakukan sedikit perubahan di teknis penjadwalan verifikasi.

"Kalau batas penetapan di ujung kami rasa masih memungkinkan. Proses verifikasinya yang dibikin dua trek," ujar anggota KPU Hadar Navis Gumay di Jakarta, Senin (20/8).

Menurut Hadar, perubahan teknis verifikasi dilakukan untuk mengantisipasi putusan MK yang hingga kini belum turun. Dengan proses verifikasi dua trek, parpol yang saat ini sudah mendaftar bisa diverifikasi sesuai jadwal. "Batas pendaftaran tetap pada awal September (7 September, Red)," ujarnya.

Jika MK memutuskan hal seperti prediksi KPU, mau tidak mau teknisnya berubah. Hadar menyatakan, khusus untuk parpol yang mendaftar belakangan, KPU akan memberikan ruang lebih panjang. Namun, proses itu tidak akan memengaruhi subtahap terkait verifikasi. "Akhirnya nanti bersamaan di pertengahan Desember," ujarnya.

Tantangan dalam mengantisipasi hal itu, ujar Hadar, adalah tambahan ekstra kerja penyelenggara pemilu. Namun, tantangan yang lebih berat justru akan dialami parpol yang ingin menjadi peserta pemilu. "Mereka kan harus punya kesiapan ekstra untuk mengumpulkan KTA (kartu tanda anggota). Ini yang kami khawatirkan. Apakah mereka siap?" ujarnya.

KTA adalah berkas wajib yang harus disampaikan parpol untuk verifikasi faktual di tingkat kabupaten/kota. Sesuai UU Pemilu, jumlah KTA yang disampaikan adalah 1.000 atau 1/1.000 dari jumlah penduduk di kabupaten/kota terkait.
Seperti diketahui, sejumlah parpol nonparlemen menggugat pasal verifikasi parpol yang dinilai diskriminatif. Dalam pasal 8 ayat 1, parpol yang telah lolos ambang batas parliamentary threshold pada pemilu sebelumnya, atau Pemilu 2009, otomatis ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Dalam hal ini, MK pernah menguji pasal yang konteksnya sama untuk verifikasi parpol pada Pemilu 2009. Saat itu, hasilnya, MK menetapkan seluruh parpol wajib melakukan verifikasi, baik di Kementerian Hukum dan HAM maupun KPU. Hal yang sama bisa saja terjadi dalam putusan MK kali ini.

Mantan Ketua Panja RUU Pemilu Taufiq Hidayat menilai, pembahasan terkait syarat parpol yang mengikuti verifikasi sudah melalui perdebatan panjang. Pertimbangan di UU Pemilu bahwa parpol yang duduk di parlemen tidak perlu mengikuti verifikasi disebabkan sudah ada proses yang dilakukan parpol terkait di parlemen. "Mekanisme PT (Pemilu 2009, Red) itu adalah saringan, jadi tak perlu diverifikasi," ujarnya.

Menurut Taufiq, hal ini bukan karena ketakutan untuk mengikuti verifikasi. Justru, itu memisahkan perlakuan proses verifikasi antara parpol di parlemen dan nonparlemen untuk menyeleksi peserta pemilu. "Kalau pemilu banyak partai, komplain dari masyarakat banyak sekali. Memang terasa diskriminatif. Tapi, penyaringan sudah dilalui oleh parpol yang lolos," tandas politikus Partai Golkar tersebut.

Syarat menjadi peserta Pemilu 2014 memang cukup berat. Di antaranya, parpol harus memiliki 1.000 anggota atau sekurang-kurangnya 1/1.000 (satu per seribu) dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai yang minimal ada di 75 persen kabupaten/kota di setiap provinsi seluruh Indonesia.

Lantas, bagaimana kesiapan parpol di parlemen jika MK memutus seluruh parpol wajib mengikuti proses verifikasi di KPU" Ketua Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) DPP PKB Saifullah Ma"shum di antara yang menyatakan tidak risau dengan hal tersebut.

Hanya, lanjut dia, ada hal yang harus dipahami seluruh pihak tentang prinsip keadilan dalam ketentuan parpol parlemen yang tak perlu lagi mengikuti proses verifikasi KPU. Menurut dia, seperti halnya yang menjadi keyakinan para penyusun UU, prinsip disepakatinya aturan itu terkait masalah keseriusan dalam mendirikan hingga keputusan mengikuti pemilu sebuah parpol.

Artinya, lanjut dia, partai-partai yang terbukti bisa memenuhi ambang batas parliamentary threshold 2,5 persen pada pemilu lalu tidak perlu lagi dipertanyakan keseriusannya. "Jadi, tidak bisa juga ini dilihat kacamata adil atau tidak secara sempit. Tapi, apa pun, prinsipnya kami siap mengikuti pemilu nanti," tandas Saifullah. (bay/dyn/c2/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Caleg Penentu Kualitas Partai

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler