JAKARTA - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) akan segera menerbitkan surat edaran mengenai ketentuan Outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Tententu (PKWT). Surat edaran ini dalam minggu ini diharapkan sudah selesai.
Penerbitan surat edaran ini terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 pada tanggal 17 Januari 2012,mengenai permohonan pengujian Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang terkait dengan PKWT dan outsourcing (pasal 59, 64, 65 dan 66).
Putusan ini menghapus diskriminasi antara pekerja tetap dan pekerja outsourcing dalam perusahaan yang memborongkan sebagian pekerjaan pada perusahaan penyedia jasa outsourcing. MK menyatakan, Pasal 65 Ayat (7) dan Pasal 66 Ayat (2) Huruf b UU Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar 1945. Putusan ini memperbaiki posisi tawar pekerja alih daya (outsourcing) yang masa kerja sangat bergantung pada kontrak kerja dari perusahaan pemberi borongan.
Artinya, pekerja outsourcing berhak mendapat perlindungan kerja sesuai dengan Pasal 65 Ayat (4) dan Pasal 66 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian, baik perusahaan asal pekerja outsourcing maupun perusahaan yang mengalihkan sebagian pekerjaan kepada pihak ketiga wajib melidungi pekerja tanpa memperhatikan status pekerja tersebut.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga kerja (PHI dan Jamsos) Kemnakertrans Myra M. Hanartani mengatakan, pihaknya akan segera diakomodir hasil putusan MK tersebut dalam rumusan baru dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, termasuk aturan perjanjian kerja dalam hubungan kerja.
“Memang perlu untuk ada semacam surat edaran atau petunjuk utnuk mengatur ketentuan –ketentuan yang terkait dengan Outsourcingdan PKWT ini. Kemnakertrans segera membuat surat edaran untuk menjelaskan masalah ini," jelas Myra di Gedung Kemenakertrans, Jakarta, Rabu (18/1).
Myra menambahkan, yang perlu ditekankan dalam putusan MK adalah pekerja/buruh yang melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh kehilangan hak-haknya yang dilindungi oleh konstitusi. Maka harus dipastikan bahwa hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan outsourcing menjamin perlindungan atas hak-hak pekerja/buruh.
Sementara saat disinggung mengenai revisi UU Ketenagakerjaan, Myra menjelaskan bahwa sudah seharusnya ada revisi. Menurutnya, sudah beberapa pasal yang tidak mempunyai kekuatan hukum, diubah atau tidak diberlakukan, seharusnya memang diupayakan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
“Mudah-mudahan semua pemangku kepentingan juga menyadari itu, bagaimanapun ini harus dikemas dalam peraturan perundang-undangan. Dan kalau semua sudah sepakat kan bisa masuk di prolegnas," terangnya. (cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terancam Digusur Paksa, Warga Pulau Padang Melawan
Redaktur : Tim Redaksi