Sidang Kasus Gus Nur Hari Ini, Siapa Saja Saksi dari JPU?

Selasa, 23 Februari 2021 – 08:44 WIB
Tim kuasa hukum Gus Nur Achmad Khozinudin dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (9/2). Foto: Fransiskus Adriyanto Pratama/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus ujaran kebencian dengan terdakwa Sugi Nur Raharja atau Gus Nur pada Selasa (23/2). 

Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

BACA JUGA: Gus Nur Satu Sel dengan Ustaz Maaher di Rutan Bareskrim, Ungkap Hal Mengejutkan

Pada pekan sebelumnya, sidang Gus Nur ditunda karena pengacara melakukan walk out lantaran permintaannya agar terdakwa dihadirkan secara langsung di ruang sidang, tak kunjung direspons hakim. Ditambah lagi, saksi tak bisa hadir dalam persidangan tersebut.

Sidang Gus Nur pada Selasa ini akan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB.

BACA JUGA: Saksi dari JPU Tak Hadir di Sidang Lanjutan Perkara Gus Nur, Kuasa Hukum Bereaksi Keras, Simak Kalimatnya

Hal itu disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Toto Ridarto disidang sebelumnya.

Kuasa hukum Gus Nur, Ricky Fatamazaya mengatakan, sejak awal persidangan pihaknya selalu mengajukan kepada hakim untuk menangguhkan penahanan dan menghadirkan Gus Nur secara langsung di persidangan.

BACA JUGA: Menurut Prof Salim Said, Jokowi Orang Baik, tetapi Siapa yang Sebenarnya Berkuasa?

Namun, semua permohonan itu tak kunjung direspons hakim.

Menurutnya, penangguhan penahanan terhadap Gus Nur itu diajukan agar kliennya tak mengalami nasib seperti Ustaz Maaher.

"Setidaknya majelis memerintahkan JPU menghadirkan terdakwa. Faktanya, terdakwa juga belum hadir sehingga terdakwa menyampaikan seolah-olah kita (pengacara Gus Nur) mengemis hukum, padahal ini hak klien kami, hak kami untuk meminta itu," katanya, Selasa, 16 Februari 2021 lalu.

Sebelumnya, JPU telah mendakwa Gus Nur dengan sengaja menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Sebagaimana wawancara Gus Nur di Akun Youtube Munjiat Channel.

"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)," kata Jaksa Didi AR dalam sidang Selasa (19/1).

Jaksa Didi pun mengurai pernyataan Gus Nur yang dinilai telah melanggar hukum dalam rekaman video yang beredar. 

Pertama, pada menit 03.45, Gus Nur berbincang dengan Refli Harun tentang organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Dalam video itu, Gus Nur pun menyebut NU mirip bus umum yang diisi oleh sopir pemabuk, kondektur teler, dan kernet ugal-ugalan. Kata Gus Nur, seakan-akan organisasi NU saat ini tidak lagi ada kesucian.

Jaksa Didi mengatakan dalam dakwaannya, bus umum yang disebut Gus Nur adalah organisasi NU. Selanjutnya, sopir mabuk yang dimaksud adalah Ketua Umum NU, KH Aqil Sirodj dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

"Bahwa maksud terdakwa seperti bus umum adalah ormas NU. Sopirnya mabok adalah ketua umum KH Aqil Sirodj dan KH Ma'ruf Amin yang mengeluarkan statement selalu menimbulkan kontroversi di tengah-tengah umat, sehingga umat Islam pada umumnya bahkan warga Nahdliyin sendiri terpecah belah," sambungnya.

Kemudian, Jaksa Didi juga menyoroti perkataan Gus Nur yang ada dalam video yang menyebut  NU yang telah berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Contohnya, joget dangdut dengan biduanita hingga menjaga gereja.

Lebih lanjut, Jaksa Didi menyatakan, suara dalam video tersebut adalah suara Gus Nur. Hal itu terbukti melalui pemeriksaan forensik digital yang telah dilakukan oleh penyidik kepolisian.

"Maka suara barang bukti adalah identik dengan suara pembanding atas nama Sugi Nur Raharja," pungkas Didi.

Atas hal tersebut, JPU mendakwa Gus Nur dengan pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Atau Pasal 45 ayat (3) jo, pasal 27 ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Video tersebut dibuat pada 16 Oktober 2020 lalu di Sofyan Hotel, Jl Prof. DR Soepomo, Tebet Barat, Jakarta Selatan. Saat itu, wawancara dilakukan bersama ahli hukum tata negara Refly Harun yang dalam kasus ini dijadikan sebagai saksi oleh kepolisian. (cr3/jpnn)

 

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler