Sidang Kasus Timah, Ahli Jelaskan Soal Penerapan UU Tipikor

Rabu, 04 Desember 2024 – 21:23 WIB
Saksi Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda saat hadir di persidangan kasus timah, di Pengadilan Tipikor, Senin (2/12). Foto: dokumentasi tim saksi

jpnn.com, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Mahmud Mulyadi mengungkapkan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak bisa untuk semua tindak pidana atau disebutnya 'Sapu Jagad’.

Hal itu dikatakan Mahmud saat dihadirka sebagai ahli dengan terdakwa Suwito Gunawan dalam sidang lanjutan dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (2/12).

BACA JUGA: Cerita Saksi di Sidang Kasus Korupsi Timah, Mengaku Pernah Ditolong Harvey Moeis

Mahmud menjelaskan dalam Pasal 14 UU Tipikor sudah mengatur secara jelas orang yang melakukan Tipikor sesuai dengan isi pasal di bawahnya, lalu ditambahkan dengan UU lainnya di luar Tipikor.

"Dengan syarat kalau dia menegaskan bahwa UU tersebut, pasal tersebut, UU khusus tersebut adalah termasuk Tipikor," kata Mahmud.

BACA JUGA: Sidang Korupsi Timah, Ahli Nyatakan Mustahil Reklamasi Pertambangan Sama Seperti Semula

Dalam perkara pidana pertambangan, sudah diatur pidananya dalam Pasal 158 UU Mineral dan Batubara (Minerba), sehingga tidak bisa dikenakan UU Tipikor, karena dibatasi oleh Pasal 14 UU Tipikor.

"Kalau memang domainnya adalah UU Minerba yang ada diatur dalam delik-delik Minerba 158 dan seterusnya itu maka yang seharusnya diterapkan adalah UU Minerba bukan Tipikor,” kata dia.

BACA JUGA: Jaksa Dianggap Mengambil Alih Kewenangan Penyidikan di Kasus Korupsi Timah

“itu makna derivat dari lek spesialis sistematik yang juga memang di atur dalam pasal 14 (UU Tipikor) tadi," lanjutnya.

Mahmud juga menerangkan dalam Pasal 14 UU Tipikor hadir sebagai penghalang untuk penerapan UU Tipikor. Hal itu pun sudah dipikirkan oleh pembuat UU agar tidak menjadi UU yang general.

"Tetap harus diterapkan UU Minerba, atau UU Kepabeayan atau UU Perikanan. Ini memang dibuat oleh para pembuat UU, Pasal 14 itu jangan sampai penerapan Tipikor itu dia kayak UU sapu jagad," jelasnya.

Selain Mahmud, Saksi Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda juga mengungkapkan hal serupa.

Chairul berpendapat, kalau ada UU yang mengatur lebih khusus mengenai sanksi atas suatu tindak pidana harusnya menggunakan UU tersebut, bukan UU Tipikor.

"Berlakulah ketentuan UU itu yang mempunyai sanksi pidana, ini juga mengandung Asas yang namanya lex specialis sistematik. Jadi, Kalau ada UU yang secara sistematik lebih khusus daripada UU korupsi, maka gunakanlah UU yang khusus itu, jangan UU korupsi," kata Chairul.

Menurut pandangan Chairul, UU Tipikor sudah dibuat secara khusus oleh pembuat UU, sehingga dibuat penyidikannya dan pengadilannya secara khusus.

Bila tindak pidana lain ingin diperlakukan sebagai tindak pidana korupsi, harus dinyatakan dulu dalam UU itu.

“Dinyatakan dulu dalam UU itu bahwa ini adalah Tipikor, sehingga seluruh ketentuan instrumen yang sifatnya khusus untuk Tipikor, termasuk penegakan hukumnya dan peradilan berlaku juga terhadap tindak pidana," pungkasnya.

Dalam Pasal 14 UU Tipikor juga mengatur batasan kekuasaan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menerapkan UU Tipikor dalam suatu kasus tindak pidana.

"Membatasi kewenangan, membatasi kekuasaan APH dan peradilan di dalam mengundangan UU Tipikor, supaya kemudian tidak semua gebyah-uyah diterapkan dengan UU Tipikor," tambah Chairul. (mcr4/jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler