jpnn.com, JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis menyatakan tidak pernah menikmati uang yang disangkakan oleh ahli yakni sebesar Rp 271 triliun.
Hal itu disampaikan saat membacakan pleidoi dalam sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/12).
BACA JUGA: Bacakan Pleidoi, Harvey Moeis Titip Pesan untuk Sandra Dewi dan Anak
Dia menjelaskan angka Rp 271 triliun berasal dari ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo dan bukan kerugian negara dalam bentuk tunai, melainkan kerusakan alam.
Namun, muncul ke publik seperti ada pihak yang merasakan keuntungan sebesar Rp 271 triliun tersebut.
BACA JUGA: Selain Dituntut 12 Tahun Penjara, Harvey Moeis Juga Harus Ganti Rugi Rp210 Miliar
Dia juga menyebutkan salah satu majelis hakim pernah meminta Bambang Hero Saharjo untuk menghitung kerugian dengan benar agar semuanya menjadi terang benderang dalam kasus tersebut.
"Sungguh analisis yang sangat tepat dan bijaksana, faktanya kita semua sudah kena prank ahli Yang Mulia. Auditor kena prank, jaksa kena prank, masyarakat Indonesia kena prank, tetapi saya yakin, majelis hakim tidak akan bisa diprank oleh ahli,” kata Harvey.
BACA JUGA: Saksi Ahli Singgung Gugatan Perdata Jika Penyidik Gagal Temukan Bukti Korupsi Timah
Harvey mengaku masih kesulitan mencari pembenaran untuk saksi ahli lingkungan yang bersaksi di persidangan.
Pasalnya, dari informasi yang didapatnya ahli lingkungan tersebut menghitung kerugian hingga menghasilkan kerugian Rp 271 triliun dengan hanya melakukan kunjungan ke lapangan sebanyak 2 kali untuk mengambil 40 sample dari luasan 400.000 hektar.
Dia menjelaskan dari sisi teknologi juga hanya memakai software gratis dengan ketepatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, hasilnya keluar angka kerugian negara terbesar sepanjang republik indonesia ini berdiri.
"Izin membandingkan pengalaman saya melakukan explorasi di tambang batubara, untuk 1 pit yang berukuran 10 hektar biasanya kami lakukan bor rapat setiap 5 sampai 10 meter. Jadi, kira-kira bisa lebih dari 1000 titik untuk menghitung jumlah cadangan di area 10 hektar, itupun masih sering salah," lanjutnya.
“Ketika seluruh kami para terdakwa, penasehat hukum, bahkan majelis hakim ingin menggali keterangan saksi di persidangan dijawab dengan gampangnya “saya malas jawab” dan ditambah lagi ketika kami memohon hasil perhitungannya untuk lebih diteliti permohonan kami ditolak,” tuturnya.
Dia juga menyoroti saksi ahli dari BPKP juga tidak menjalankan audit sesuai standar audit pada umumnya, melainkan menjalankan audit khusus yaitu hanya audit BAP saksi dan hanya data-data yang diberikan oleh penyidik.
Dia menyebutkan auditor BPKP hanya memakai data satu tabel excel yang dibuat oleh staff PT Timah di bulan Mei 2024.
“Data ini adalah satu-satunya acuan untuk mengambil kesimpulan kalau harga Kerjasama sewa-menyewa kemahalan dan membuat 24 orang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Saya sampai dengan detik pembacaan pledoi ini, masih sangat bingung angka Rp 300 Trilliun itu datangnya dari mana,” ujar Harvey.
Dia menjelaskan akibat kasus itu, sebanyak 1,5 juta masyarakat Banga Belituni sangat sengsara, termasuk mengalami rekor pertumbuhan ekonomi terendah se-Indonesia, lebih rendah daripada masa covid.
Dia menjelaskan masyarak Bangka Belitung yang sudah terbiasa menambang dari puluhan tahun, bahkan sudah menjadi budaya dan sempat dibina untuk untuk menjual hasil tambangnya ke pemilik IUP.
"Kemudian diedukasi untuk bayar pajak, selurunya adalah Langkah awal yang sangat bagus, tetapi sekarang mereka di cap ilegal. Demikian sehingga mereka terpaksa menjadi orang jahat dengan melakukan kegian ilegal seperti penyelundup dan kegiatan kriminal lainnya. Apakah ini tujuan dari penegakan hukum?" jelasnya.
Dia juga menjelaskan saat ini adalah ketika harga timah dunia di atas USD 30.000/MT, tetapi ekspor timah Indonesia malah terendah sepanjang sejarah.
Sebaliknya, negara tetangga yang tidak punya cadangan timah, tiba mengalami kenaikan produksi yang signifikan.
“Bagaimana cara mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen, ketika pertumbuhan ekonomi disalah satu provinsi tidak sampai 1 persen. Bagaimana kita berharap investor asing mau masuk ke Indonesia ketika warga sendiri saja dihukum karena membantu negara?” tanya Harvey Moeis. (mcr8/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korupsi Timah, 2 Petinggi Smelter Swasta Dituntut 14 Tahun Penjara
Redaktur : Elfany Kurniawan
Reporter : Kenny Kurnia Putra