Terdakwa John Chardon menyatakan dia menawarkan harta gona-gini kepada istrinya Novy sebesar 3,5 juta dolar (sekitar Rp 35 miliar). John sempat menangis dalam persidangan, dan membantah telah menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi Novy.

Dalam persidangan kasus ini yang digelar di Mahkamah Agung negara bagian Queensland di Brisbane, Jumat (30/8/2019), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mark Green bertanya apakah keterangan terdakwa mengenai hilangnya Novy hanya cerita yang mengada-ada.

BACA JUGA: Industri Rokok di Indonesia Pedang Bermata Dua Bagi Pemerintah

Jaksa Green juga menanyakan apa yang telah John (72 tahun) lakukan pada jasad Novy.

"Tidak (mengada-ada)," kata terdakwa John Chardon. "Saya tidak melakukan apa-apa padanya."

BACA JUGA: Kondisi Makin Kondusif, Polisi Selidiki Keterlibatan Peran Asing Provokasi Kerusuhan Papua

Fakta-fakta persidangan menyebutkan Novy (34 tahun) menghilang pada 6 Februari 2013 malam, pada hari yang sama ketika John menerima surat dari pengacara Novy yang menuntut hak asuh penuh atas dua anak mereka.

Terdakwa membantah ada orang lain yang membantunya membuang mayat Novy atau marah karena menerima surat perceraian tersebut.

BACA JUGA: Penambahan Aparat Dan Blokir Internet Tak Akan Pulihkan Papua

"Hal yang membuatmu marah pada tanggal 6 Februari yaitu karena Anda mengira dia akan membatasi aksesmu kepada anak-anak kalian?" tanya Jaksa Green.

"Itu menguasai pikiranmu. Itu hal pertama yang Anda katakan padanya ketika dia pulang ke rumah," kata jaksa.

"Tidak. Saya hanya ingin tahu apa yang dia sampaikan ke pengacaranya tapi saya tahu hal itu tidak akan terjadi," jawab John Chardon.

Saat itu, menurut keterangan dalam persidangan, Novy mengabaikan suaminya yang mencoba membahas permasalahan ini.Hak asuh bersama dan gona-gini Rp 35 miliar Photo: John Chardon dan Novy menikah pada tahun 2001 dan rumahtangga mereka disebutkan mulai bermasalah di tahun 2009. Pada 6 Februari 2013 Novy dilaporkan menghilang dan belum diketahui keberadaannya hingga saat ini. (FB: istimewa)

Terdakwa menyatakan, dia mengira mereka sudah sepakat soal hak asuh anak secara bersama serta menawari istrinya penyelesaian perceraian senilai 3,5 juta dolar.

Tapi surat perceraian yang diterimanya pada taanggal 6 Februari itu, katanya, justru menuntut pembagian 50 persen dari semua aset Terdakwa, termasuk rumah di Upper Coomera, dua buah pabrik dan investasi lainnya.

Novy, katanya, juga meminta separuh kepemilikan atas perusahaan yang dirintis John Chardon pada tahun 1986 bersama istri pertamanya, Maureen.

Setelah Novy menghilang, diketahui bahwa Terdakwa masih sempat ke Indonesia untuk mengurus visa yang akan memungkinkannya tinggal di sana selama 12 bulan.

Terdakwa menjelaskan, dia telah merundingkan kesepakatan pertambangan senilai 300 juta dolar di Indonesia.

Dalam sidang pekan lalu, John sempat menangis ketika menceritakan kematian istri pertamanya, Maureen.

"Butuh waktu sekitar empat tahun (setelah kematian Maureen) untuk bisa tenang kembali," kata John.

Pengacaranya, Tony Kimmins, bertanya berapa nilai perusahaan John ketika bertemu Novy di Indonesia tahun 2001, dan dijawab sekitar 2,2 juta dolar.

Dia mengakui pernikahan mereka berjalan dengan baik namun mulai mengalami masalah pada tahun 2009.

"Dia mengalami serangan panik. Saya sangat mengkhawatirkan dia," kata John mengenai Novy. "Saya tak pernah menyakiti Novy, tak pernah."Akui hubungan seks dengan wanita yang dia bantu

Sidang pembunuhan Novy dengan Terdakwa John Chardon kembali dilanjutkan pada hari Senin (2/9/2019).

Dalam sidang kali ini John berdalih bahwa dia adalah seorang "dermawan" karena memberikan uang kepada wanita-wanita miskin di Filipina.

Terdakwa mengakui pula bahwa dia melakukan hubungan seksual hanya dengan yang wanita dia "sukai".

Jutawan asal Kota Gold Coast ini tidak membantah keterangan mantan rekannya Marshall Aguilor asal Filipina pekan sidang pekan lalu.

Aquilor saat itu mengungkapkan bahwa John meminta imbalan seksual terhadap mahasiswi-mahasiswi Filipina yang dia sponsori biaya kuliahnya.

John, katanya, tidak keberatan menyekolahkan mereka di sekolah mahal atau universitas terbaik, "tapi jika saya berada di Filipina, saya mau imbalan... saya ingin berhubungan seks dengan mereka".

Terdakwa mengatakan dirinya "bukan orang suci" dan mengakui berhubungan seksual dengan beberapa orang yang dia bantu, tapi "tidak pernah dengan mahasiswi-mahasiswi saya".

Terdakwa mengatakan, ia berhubungan seksual dengan wanita lain yang dia bantu "memperbaiki rumah mereka, memberi susu, makanan dan obat-obatan untuk anak-anak mereka".

"Saya sering ditawari dan saya banyak kali menolaknya, karena saya bukan superman," kata Terdakwa John Chardon.

"Mereka menawarkannya, ini Filipina, tapi saya tidak selalu menerimanya." Photo: Para voluntir dari satuan emergency setempat turut membantu pencarian Novy Chardon pada sebuah lahan seluas 3,6 hektar namun hasilnya nihil. (ABC News: Tom Forbes)

Mengaku biayai kencan Novy dengan pria lain

Sidang pekan lalu mengungkap fakta lain, bahwa John dan Novy setuju untuk hidup terpisah tapi tetap tinggal satu rumah selama 12 bulan.

Ketika pengacaranya Tony Kimmins menanyakan apakah ada perjanjian dengan Novy yang membolehkannya berkencan dengan orang lain, John mengiyakan.

Dia mengaku tahu bahwa istrinya itu punya pacar bernama Ben, dan dia malah mendukung hubungan mereka.

"Saya mendapat kesan bahwa dia bahagia, dan saya senang dengan hal itu," kata John.

"Dia pergi dengan Ben selama dua, tiga, empat hari lalu pulang kembali ke rumah," ujarnya.

"Saat pulang dia menyerahkan tagihan hotel dan restoran. Saya lalu mentransfer uang ke rekeningnya. Saya tidak masalah dengan hal itu," tambahnya.

Terdakawa menjelaskan istrinya itu tidak pernah bekerja dan memberinya "tunjangan yang sangat memadai setiap minggu".

Pengacara Tony Kimmins mengakui pihak JPU telah berhasil membuktikan banyak hal tentang Terdakwa, mulai dari tuduhan arogan hingga sikap vulgarnya.

Tetapi semua itu, katanya, sama sekali tidak membuktikan bahwa John telah membunuh istrinya sendiri.

Persidangan yang telah memasuki pekan ketiga masih akan dilanjutkan untuk mendengar keterangan saksi-saksi lainnya.

ABC/AAP

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ada Pilihan, Pengungsi Timor Leste Terpaksa Bertahan di Pengungsian

Berita Terkait