Sidang Pemecatan Tenaga Kerja, Saksi TEPI Terpojok

Senin, 24 Juni 2013 – 20:51 WIB
JAKARTA - Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, Senin (24/6) kembali menggelar sidang sengketa perselisihan pemutusan hubungan kerja antara Total E&P Indonesie (TEPI) sebagai penggugat dan Judith  J. Navarro Dipodiputro sebagai tergugat.

Dalam persidangan yang menghadirkan saksi Bayu Parmadi, Manager Human Resources TEPI dari penggugat itu terungkap bahwa (TEPI), perusahaan migas asal Perancis yang menjadi kontraktor Migas di Blok Mahakam bersama perusahaan Inpex Corporation dari Jepang, tak pernah mengkomunikasikan rencananya memberhentikan Judith  J. Navarro Dipodiputro dari jabatannya sebagai Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR  kepada BP Migas.

Bayu mengakui bahwa ketika Judith pertama kali bekerja, pihak perusahaan meminta izin kepada BP Migas untuk mempekerjakannya sebagai Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR. Sedangkan tentang alasan efisiensi dan reorganisasi yang menyebabkan jabatan Judith dihilangkan, Bayu menegaskan bahwa perusahaan tidak pernah meminta izin BP Migas.

"Sepengetahuan saya belum ada," ujar Bayu Parmadi.

Kuasa Hukum Judith mengatakan, sebagai sebuah perusahaan migas, TEPI terikat pada aturan yang tercantum dalam Pedoman Tata Kerja BP Migas No.018/PTK/X/2008 Revisi I tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kontraktor Kerja Sama. Reorganisasi yang menjadi alasan TEPI, semestinya dilaporkan dan mendapatkan persetujuan lebih dulu dari BP Migas, yang pada saat itu merupakan badan pemerintah yang mengatur penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha  hulu migas.

Seperti diketahui, sebelum perkara ini dibawa ke PHI oleh TEPI, Mediator Hubungan Industrial (MHI) yang memediasi sengketa ini juga  telah menganjurkan agar TEPI mempekerjakan kembali Judith. MHI menyatakan, alasan TEPI mengakhiri hubungan kerja berdasarkan pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan atas dasar efisiensi, tidak dapat dipertimbangkan. Soalnya, putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 telah membatalkan pasal tersebut. Pasal itu tidak memiliki kekuatan  hukum mengikat karena efisiensi yang jadi alasan TEPI, pada kenyataannya bukan dalam rangka pengusaha melakukan penutupan terhadap usahanya.

Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Dwi Sugiarto, Bayu mengakui bahwa perusahaannya memang tidak sedang merugi. Tidak ada pengurangan wilayah operasi atau penutupan wilayah kerja yang menyebabkan TEPI mengalami kerugian. Bahkan, TEPI sedang melakukan ekspansi lapangan migas baru.

Soal izin dari BP Migas untuk memutasi karyawan ini juga sempat dipertanyakan anggota Majelis Hakim. Mengapa TEPI tidak mengajukan izin lebih dulu sebelum memindahkan posisi pekerja. Saksi Bayu Parmadi menegaskan, aturan BP Migas tersebut hanya bersifat pedoman dan tidak ada sanksi jika pedoman itu tidak dijalankan.

"Sepengetahuan saya begitu," ujar Bayu.

Majelis hakim kemudian mencecar  Bayu terkait kapan muncul ide reorganisasi dan efisiensi yang berujung pada upaya PHK terhadap Judith. "Ide reorganisasi muncul sekitar 2011 ketika fungsi CSR yang ada dibawah kendali tergugat ditarik. Hal ini kemudian berlanjut dengan rencana menghapus jabatan yang dimiliki Judith, sekitar akhir 2011," jawab Bayu.

Ketika ditanya majelis hakim apakah alasan mendasar TEPI melakukan reorganisasi sejak awal diskenariokan untuk memberhentikan pekerja.  “Posisi jabatannya dihilangkan sekaligus tenaga kerjanya dihilangkan,” jawab Bayu.

Majelis hakim juga menanyakan, jika jabatan pekerja dihilangkan, apa tidak bisa pekerja dipindahkan ke jabatan yang lain. Apakah tidak ada kompromi dan sosialisasi sebelumnya? Atau perusahaan memang sejak semula memang berniat ingin menyingkirkan pekerja? Lantas, apa alasannya? Apa pekerja berbuat salah? Bayu Parmadi tampak terdiam karena terpojok dengan pertanyaan yang disampaikan majelis hakim itu.

"Jadi apa sebenarnya alasan PHK ini," tegas hakim dengan nada tanya.

“Reorganisasi, pak," jawab Bayu.

Dalam memberikan keterangannya, saksi Bayu Parmadi tidak disumpah.  Ini  karena pihak kuasa hukum Judith dari kantor OC Kaligis keberatan saksi memberikan keterangan di bawah sumpah. Alasannya, saksi adalah karyawan dari TEPI yang posisinya lebih rendah dari jabatan yang dimiliki Judith. Keberatan itu dikabulkan Majelis Hakim yang diketuai Dwi Sugiarto SH.(fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BNN Ungkap Ada 251 Macam Zat Narkotik Baru

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler