Penegasan Ketua MK ini sekaligus menepis berbagai kecurigaan bila MK berlama-lama memutuskan kasus tersebut karena ada campur tangan pengusaha media dan penguasa. "Tak ada yang bisa intervensi MK. MK tak bisa diintervensi oleh siapa pun, tidak oleh Presiden atau yang lainnya, termasuk oleh pengusaha, pers, dan LSM," tegas Mahfud MD kepada pers di Jakarta, Selasa (5/6).
Mahfud juga menjamin putusan MK terkait gugatan UU Penyiaran yakni Pasal 18 Ayat 1 dan Pasal 34 Ayat 4 UU No 32 Tahun 2002 tidak dapat diintervensi oleh siapapun. Soal belum dijadwalkannya persidangan putusan perkara tersebut, imbuh dia, itu lebih karena menunggu giliran persidangan.
"Belum dijadwalkan (putusan UU Penyiaran, Red). Karena harus menunggu giliran sesuai dengan kapan waktu persidangan terakhir. Perkara di MK yang lebih dulu dari kasus penyiaran itu masih banyak. Tadi sore pun kita baru memutus perkara tahun 2010. Jadi semua harus antre," jelas Mahfud.
Seperti diketahui, integritas dan independensi putusan MK di bawah kepemimpinan Mahfud MD sudah teruji dalam berbagai kasus uji materi yang diajukan publik ke MK. berbagai keputusan majelis dinilai sangat memuaskan harapan publik.
Sejumlah putusan memperlihatkan betapa MK tidak dapat diintervensi oleh siapapun, termasuk presiden sekalipun. Sebagai contoh, MK mengabulkan gugatan uji materil atas posisi Jaksa Agung yang diajukan Yusril Ihza Mahendra. Majelis hakim mengabulkan gugatan Yusril sekaligus membuat Hendarman Supandji terpental dari jabatannya.
Anggota Komisi I DPR RI, Effendy Choirie berharap independensi MK yang seperti itu sangat diharapkan publik dalam putusan terkait uji materil UU Penyiaran.
"Putusan MK diharapkan mengembalikan UU Penyiaran pada rohnya yang sangat menghormati demokratisasi dunia penyiaran, yang menghargai prinsip keberagaman isi (diversity of content) dan keberagaman kepemilikan (diversity of ownership), anti-monopoli," kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Sebagaimana diketahui, saksi-saksi ahli baik yang diajukan KIDP selaku penggugat maupun yang dihadirkan oleh MK sendiri selama persidangan sepakat menyatakan pemusatan kepemilikan frekwensi yang dilakukan segentir pengusaha media melanggar UU Penyiaran. Pemusatan kepemilikan itu berdampak pada penguasaan informasi hanya untuk kepentingan pemilik media dan kelompoknya serta mengorbankan kepentingan publik sebagai pemilik frekwensi.
Karena itu, keputusan MK diharapkan mengembalikan hak publik atas frekuensi, yang selama ini dimonopoli oleh sejumlah pengusaha, seperti PT EMTK yang menguasai SCTV, Indosiar dan O Channel; MNC yang menguasai RCTI, Global TV, dan MNCTV; Vivanews yang menguasai TVONE dan ANTV; serta Transcorp yang menguasai TransTV dan TV7.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Diminta Bersihkan UI dari Korupsi
Redaktur : Tim Redaksi