Sigit jadi Terpidana Hukuman Mati Pertama di Tuban

Rabu, 18 Januari 2017 – 10:05 WIB
Ilustrasi palu hakim.

jpnn.com - jpnn.com - Sigit Lisan Budi Santoso, 26, eksekutor sekaligus otak pembunuhan berencana diganjar vonis hukuman pidana mati pertama di Pengadilan Negeri (PN) Tuban kemarin (17/1).

Putusan dijatuhkan karena dia telah membunuh Ahmad Gilang Ramadhan, 16, warga Kelurahan Karangsari, Kecamatan Tuban.

BACA JUGA: Divonis Mati, Begini Ekspresi Gembong Narkoba Cirebon

Itu sekaligus mengukir sejarah lembaga peradilan Bumi Wali.

Putusan terberat dalam ketok palu hakim di Bumi Wali tersebut spontan disambut sukacita keluarga dan kerabat korban.
''Nyawa dibayar nyawa,'' pekik Tumiah, ibu korban.

BACA JUGA: Tok tok tok! Enam Gembong Narkoba Divonis Hukuman Mati

Dua terdakwa lain yang membantu Sigit, lolos dari hukuman maut itu.

Sandi Purnawan, 20, divonis hukuman 18 tahun penjara.

BACA JUGA: Gembong Narkoba Jaringan Malaysia Dituntut Hukuman Mati

Sementara itu, Aris Efriyant Fajar Utomo, 21, divonis hukuman 15 tahun penjara.

''Ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama,'' kata Donovan Akbar Kusumo Bhuwono, ketua majelis hakim, dalam pembacaan amar putusan.

Vonis majelis hakim itu lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta Sigit dihukum seumur hidup.
Pantauan Jawa Pos Radar Tuban, persidangan di Ruang Cakra dengan hakim anggota Perela De Esperanza dan Kiki Yuristian itu berlangsung mencekam.

Di setiap sudut ruangan dan halaman kantor pengadilan ditempatkan personel polisi bersenjata lengkap.

Personel korps berbaju cokelat tersebut disebar untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Terlebih, massa dari keluarga dan kerabat korban yang hadir dalam sidang selalu berusaha menghakimi terdakwa sekaligus menuntut Sigit dihukum mati.

Putusan kasus pembunuhan yang menyita perhatian publik tersebut dimulai sekitar pukul 09.30 dan berlangsung selama sekitar satu jam.

Menjelang pembacaan vonis, ketiga terdakwa yang sebelumnya duduk diminta berdiri.

Vonis yang menyatakan ketiga terdakwa terbukti melanggar pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1) KUHP itu mengabaikan pleidoi penasihat hukum ketiga terdakwa.

Setelah sidang, Donovan menjelaskan, hukuman pidana mati kepada terdakwa utama sudah melalui musyawarah dan pertimbangan yang matang.

''Perbuatan terdakwa (pelaku utama, Red) masuk kategori pembunuhan sadis,'' ujar dia.

Terkait dengan putusan tersebut, dia mempersilakan JPU maupun penasihat hukum menyampaikan banding jika tidak terima.
''Majelis memberikan waktu tujuh hari untuk menyatakan sikapnya (banding atau tidak, Red),'' jelas hakim kelahiran Jakarta itu.

Atas vonis tersebut, JPU Yuniarti Undarti menyatakan pikir-pikir.

''Saat ini kami masih pikir-pikir,'' ujar Uun, sapaan akrab Yuniarti Undarti.

Hal senada disampaikan penasihat hukum ketiga terdakwa, Sutanto Wijaya maupun Vevi Yulistian.

Keduanya juga menyatakan pikir-pikir atas vonis majelis hakim tersebut.

''Kami akan menemui terdakwa dulu. Baru setelah itu kita bisa menentukan langkah selanjutnya (banding atau menerima, Red),'' ujar Sutanto Wijaya kepada wartawan koran ini.

Jika konsekuen dengan tuntutan yang didakwakan, terang Tanto, seharusnya JPU juga menyampaikan banding atas vonis tersebut.

''Mestinya banding karena vonis yang dijatuhkan majelis hakim melebihi tuntutan jaksa,'' ujar dia.

Tanto menyatakan, seharusnya para saksi yang mengetahui pembunuhan berencana tersebut juga bisa menjadi tersangka.

Sebab, ujar dia, fakta dalam persidangan terungkap bahwa mereka mengetahui perkelahian tersebut.

Namun, para saksi membiarkan perkelahian itu hingga berujung hilangnya nyawa korban.

Kasus pembunuhan diawali dengan pengeroyokan dan berujung penusukan yang disertai pembakaran terhadap Ahmad Gilang
Ramadhan itu berlangsung di area persawahan Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak, pada Juli 2016. (tok/ds/c19/diq/jpnn) 


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler