Sihar Sitorus Bacalon Paling Tajir, Syapuani Termiskin

Sabtu, 20 Januari 2018 – 05:30 WIB
Djarot Saiful Hidayat (kanan) dan Sihar Sitorus. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Bakal calon wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Sihar Sitorus memiliki kekayaan tertinggi di antara peserta Pilkada serentak 2018.

Dalam rekapitulasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) peserta pilkada serentak 2018 yang ditutup Jumat (19/1) malam pukul 00.00 WIB, Sihar memiliki kekayaan mencapai Rp 350,887 miliar.

BACA JUGA: Giliran PPP Asahan Tolak Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus

Kekayaan Sihar jauh lebih tinggi daripada pasangannya, bakal calon Gubernur Sumut Djarot Saiful Hidayat. Kader PDI Perjuangan itu memiliki kekayaan Rp 8,433 miliar.

Ada terkaya, ada pula ”termiskin”. Syapuani, bakal calon Bupati Murung Raya (Mura), Kalimantan Tengah, tercatat memiliki harta minus. Utangnya lebih besar daripada aset yang dimiliki. Tercatat, dalam LHKPN, kekayaannya minus Rp 115.172.000. Pasangan Syapuani, Dihasbi, juga memiliki harta yang tergolong sangat kecil untuk ukuran calon kepala daerah, Rp 100 juta.

BACA JUGA: Inilah 4 Poin Kontrak Politik Djarot-Sihar dengan PPP

Dalam kontestasi pilkada di Indonesia yang membutuhkan biaya tinggi, pasangan calon dari jalur perorangan itu lumayan nekat. Syapuani, ketika dihubungi Kalteng Pos (Jawa Pos Group), membenarkan bahwa dirinya tidak punya banyak harta. ”Itu riil harta yang kami laporkan ke LHKPN. Kami hanya pensiunan PNS yang ingin mengabdi kepada masyarakat melalui jalur independen,” ucapnya.

Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa menyatakan bahwa pihaknya harus bekerja keras untuk menyelesaikan rekapitulasi laporan kekayaan pasangan calon. Sebab, banyak calon yang mengurus data kekayaan mendekati deadline.

BACA JUGA: Megawati Duetkan Djarot dengan Putra DL Sitorus

Misalnya pasangan calon wali kota/wakil wali kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Dedie A. Rachim. Pasangan yang diusung PAN, Demokrat, Golkar, dan Nasdem itu baru selesai mengurus LHKPN kemarin. Mereka sebenarnya mengurus secara online. Namun, ada data fisik yang harus diklarifikasi langsung ke petugas KPK. ”Khawatir kalau salah,” ujar Bima Arya.

”Kalau kami prinsipnya masih bisa menerima (sampai tadi malam, Red), apalagi yang online,” ucap Kunto Aryawan, staf Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK.

Kunto mengatakan, tidak jarang calon yang keliru memasukkan data angka kekayaan. Misalnya yang terjadi pada pelaporan LHKPN calon bupati Pinrang, Sulawesi Selatan, Jamaluddin Jafar. Tim sukses (timses) calon tersebut sempat keliru memasukkan angka. Dari yang seharusnya Rp 8,9 miliar menjadi Rp 8,9 triliun. ”Jadi, timsesnya salah masukin angka,” ungkapnya.

Terkait calon yang belum mendaftarkan LHKPN hingga tadi malam, Kunto masih menelusuri. Menurut dia, ada kemungkinan calon keliru mengisi kolom jabatan di formulir LHKPN.

Sesuai ketentuan, setiap calon seharusnya menuliskan keterangan jabatan sebagai calon gubernur/wakil gubernur atau calon bupati/wakil bupati atau calon wali kota/wakil wali kota. ”Bisa jadi ada yang lapor, tapi tidak mencantumkan jabatan sebagai calon, tapi sebagai jabatan definitifnya,” ujar dia.

Selama melayani peserta pilkada, KPK selalu menunggu sampai jam kerja berakhir. Bahkan, lembaga superbodi itu menyiapkan sepuluh meja pelayanan untuk pelapor yang datang langsung ke gedung KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, tersebut.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, seluruh data LHKPN bakal diverifikasi lebih lanjut. Pihaknya belum bisa menentukan apakah harta kekayaan seluruh calon kepala daerah itu berasal dari sumber pendapatan yang jelas. Namun, yang pasti, pelaporan LHKPN di KPK sudah ditutup kemarin.

Dengan demikian, calon yang belum mendaftar otomatis tidak bisa memenuhi syarat pencalonan. ”Kalau tidak lapor (LHKPN), tentu syarat (pencalonan) tidak terpenuhi, tapi itu (gugur tidaknya calon) merupakan domain KPU,” terang mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.

LHKPN itu pun bisa menjadi arsip KPK untuk menelusuri seberapa jauh kekayaan yang wajar dan tidak wajar dari setiap calon. Febri mengingatkan, masyarakat sejatinya bisa turut memantau harta kekayaan calon kepala daerah di situs KPK Pantau Pilkada. Dari situs itu, masyarakat, khususnya yang memiliki hak suara dalam pilkada nanti, bisa menentukan calon pemimpin yang tepat. ”Yang punya konsep kuat menyejahterakan masyarakat,” ujarnya.

Sampai saat ini, KPK telah memproses 78 kepala daerah dalam 93 kasus korupsi dan pencucian uang. Mereka semua dipilih rakyat, tapi justru merampok uang rakyat dengan cara korupsi. Nah, masih maraknya kepala daerah seperti itu diharapkan menjadi pelajaran semua pihak. ”Kami berharap kepala daerah tidak justru diproses dalam kasus korupsi,” imbuh dia. (tyo/c9/c10/ang)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pro Duta FC Dipastikan Mundur dari Liga 2


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler