jpnn.com - jpnn.com - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin memaparkan sejumlah catatan dari pelaksanaan debat kedua pasangan calon Gubernur DKI Jakarta, yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (27/1) malam.
Di antaranya, terkait sikap yang diperlihatkan para paslon dalam merespons maupun bereaksi saat debat berlangsung.
BACA JUGA: Apa Sih Maksud Mpok Sylvi Acung Jempol ke Bawah?
Seperti diperlihatkan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada segmen kelima.
Secara tiba-tiba cagub yang akrab disapa Ahok tersebut maju ke tengah panggung debat, dengan bertingkah bak orang yang sedang menari.
BACA JUGA: Wajar Jika Publik Tetap Pilih yang Sudah Berpengalaman
"Ekspresi tak lazim itu dipertunjukan saat dia seolah sedang ingin ‘menengahi’ perdebatan yang sebetulnya tidak perlu terjadi antara Anies dan Sylvi. Padahal, pada saat itu Ahok belum mendapatkan giliran tampil," ujar Said di Jakarta, Sabtu (28/1).
Menurut pengamat kepemiluan ini, tingkah Ahok bisa saja ditangkap sebagai aksi ‘lucu-lucuan’ belaka. Tapi jika ditinjau dari sisi etika dan unsur kepantasan, bisa juga disebut sebagai bentuk pelecehan terhadap forum debat.
BACA JUGA: Ini Alasan Ahok-Djarot Dinilai Unggul Pada Debat Kedua
"Sebab debat sejatinya merupakan mimbar politik yang bersifat formal dalam rangkaian kegiatan memilih pemimpin eksekutif di tingkat daerah. Tapi
pertanyaannya, apakah dengan tingkahnya itu Ahok dapat disebut melanggar aturan debat," ucap Said.
Menurut Said, jawabnya pasti tidak. Sebab dalam tata tertib debat tidak ditentukan adanya larangan bagi paslon bersikap seperti aksi spontan Ahok.
"Tapi jika sikap Ahok yang ‘memotong’ sesi perdebatan Anies dan Sylvi dikaitkan dengan ketentuan poin pertama tatib debat, dapat saja hal itu dianggap sebuah pelanggaran," tutur Said.
Pada poin pertama tata tertib debat kata Said, antara lain disebut, tidak diperkenankan bagi paslon memotong jawaban paslon lainnya saat tengah memaparkan jawaban.
"Aturan debat yang dirumuskan dalam tatib memang terkesan persoalan sepele. Tapi dari sebuah aturan yang ‘remeh’ itu terkadang dapat diukur derajat kepatuhan para calon pemimpin terhadap suatu norma yang sudah mereka sepakati sebelumnya," tukas Said.
Said khawatir, susunan tata tertib debat yang kurang memadai, sehingga bisa menjadi pintu masuk bagi paslon mengakali aturan main, yang pada gilirannya bisa memicu perdebatan tak perlu di tengah masyarakat.
"Sebab itu, ada baiknya jika pada pelaksanaan debat putaran terakhir nanti, KPU DKI mau memperbaiki beberapa kekurangan yang terdapat dalam tatib, berkaca pada pelaksanaan debat putaran pertama dan kedua," pungkas Said.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perbedaan Karakter Cagub Jadi Pertimbangan Warga
Redaktur & Reporter : Ken Girsang