Simak, 6 Tuntutan GMNI Saat Aksi Demo 11 April, Termasuk Soroti Menteri Berkinerja Buruk

Selasa, 12 April 2022 – 18:53 WIB
Ketua GMNI Cabang Malang Anatasius Ardiyanto Landi bersama aktivis GMNI menggelar aksi demonstrasi di Kota Malang pada Senin (11/4/2022). Foto: Dok. GMNI Cabang Malang

jpnn.com, MALANG - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Malang bersama elemen mahasiswa menggelar aksi demontrasi pada Senin (11/4/2022).

GMNI Cabang Malang dalam aksinya menyoroti sejumlah isu atau persoalan yang mengemuka belakangan ini, antara lain wacana penundaan pemilu maupun persoalan riil seperti kenaikan harga BBM dan harga pangan.

BACA JUGA: Puan Apresiasi Aksi Mahasiswa, tetapi Kecam Insiden Kekerasan

Isu lainnya yang menjadi tuntutan GMNI Cabang Malang adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hingga mendorong evaluasi menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju yang berkinerja buruk.

“Berbagai isu tersebut saat ini menjadi perhatian sekaligus polemik di masyarakat,” ujar Ketua GMNI Cabang Malang Anatasius Ardiyanto Landi dan Sekretaris Siti Patimah NNB dalam keterangan tertulis diterima JPNN.com, Selasa (12/4/2022).

BACA JUGA: Ade Armando Dikeroyok Saat Aksi Mahasiswa, Ketua Banggar DPR Bereaksi, Simak

Anatasius mengatakan GMNI sebagai organisasi yang berasaskan Marhaenisme sudah selayaknya bersikap untuk menjawab persoalan tersebut demi kepentingan masyarakat.

Adapun catatan dan tuntutan DPC GMNI Cabang Malang saat aksi demonstrasi di Kota Malang pada 11 April 2022 sebagai berikut:

BACA JUGA: BEM SI Sebut Demo 11 April Damai dan Aspirasi Tersampaikan

1. Menolak Kenaikan Harga BBM

Pemerintah beralasan, kenaikan harga BBM saat ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia saat ini. Namun, hal yang tidak kita sadari adalah bahwa saat harga minyak dunia turun, pemerintah tak kunjung menurunkan harga BBM.

Pemerintah juga beralasan bahwa mereka hanya menaikkan harga Pertamax, namun terdapat skema licik yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu dengan membatasi distribusi Premium dan Pertalite, sehingga masyarakat akan dipaksa secara bertahap untuk pindah menggunakan Pertamax.

Untuk itu, kami harus menolak kenaikan harga BBM demi menjaga harga dan arus distribusi BBM tetap berjalan seperti biasa.

2. Menolak Kenaikan Harga Bahan Pokok

Menolak Kenaikan Harga Bahan Pokok. Imbas dari isu kenaikan harga BBM adalah naiknya harga bahan pokok. Hal ini juga menyebabkan kelangkaan beberapa bahan pokok di pasar sehingga sulit untuk dijangkau oleh masyarakat.

Pemerintah seharusnya menjaga ketersediaan bahan pokok dan mempertahankan harga bahan pokok tetap stabil, apalagi menjelang perayaan Hari Raya Lebaran.

Walaupun ini adalah pola yang selalu berulang, namun pemerintah selalu gagal mengantisipasi hal tersebut. Terkhusus kelangkaan minyak goreng, pemerintah jangan sampai kalah dengan ulah para pebisnis dan industri yang bermain mengatur ketersediaan dan harga minyak goreng di pasar.

Untuk itu, kami harus menekankan peran aktif pemerintah guna menjaga kestabilan harga bahan pokok dan ketersediaannya agar mudah dijangkau oleh masyarakat.

3. Menolak Penundaan Pemilu

Isu penundaan pemilu telah menimbulkan banyak pro dan kontra di masyarakat. GMNI dengan tegas harus menolak penundaan pemilu karena itu adalah tindakan inkonstitusional. Kita harus menjaga kedaulatan konstitusi kita dijalankan oleh seluruh pihak tanpa terkecuali, dan jangan sampai terjadi amandemen konstitusi hanya demi memuaskan hasrat politik segelintir elite yang haus akan kekuasaan.

Isu penundaan pemilu ini juga berkaitan dengan postur anggaran APBN yang selama ini selalu di-refocusing untuk menghadapi pandemi Covid, sehingga ke depan terdapat kekhawatiran postur APBN hanya akan menjadi banjakan bagi segelintir elit untuk menambah modal kontestasi pemilu.

4. Menolak Membebani APBN Untuk Pemindahan Ibu Kota Negara Baru di Tengah Krisis & Rasio Utang Negara yang Tinggi

Isu pemindahan Ibu kota Negara yang dimunculkan oleh pemerintah banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Apalagi, proses pembuatan Undang-Undang IKN juga tak memenuhi syarat formal pembuatan Undang-Undang karena tak melalui tahap sosialisasi di masyarakat, sama seperti UU Omnibus Law Cipta Kerja yang lalu.

Persoalan berikutnya adalah terkait penggunaan APBN sebesar 20persen untuk menanggung biaya pemindahan Ibu kota yang diestimasi memakan biaya Rp 466 triliun rupiah. Membebankan biaya pemindahan Ibukota terhadap APBN kita untuk hal yang tak bersinggungan langsung dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, apalagi di tengah kondisi rasio utang Indonesia yang tinggi (sebesar 41% dari PDB) adalah hal yang kontraproduktif terhadap kesejahteraan rakyat.

Kita harus mendorong agar pemerintah, yang memiliki ide untuk pemindahan Ibu Kota Negara, memiliki skema pembiayaan pemindahan Ibu kota tanpa membebankan APBN, apalagi di tengah suasana pandemi yang masih belum berakhir.

Belum lagi, salah satu skema pembiayaan proyek IKN adalah dengan melibatkan pendanaan dari BUMN-BUMN. Artinya, postur anggaran pembiayaan proyek IKN nantinya justru akan makin besar dibebankan pada APBN.

5. Menolak Kenaikan PPN

Isu menaikkan PPN menjadi 11 persen untuk menambah pemasukan negara melalui pajak, sangat kontraproduktif di tengah kondisi masyarakat yang saat ini sedang berjuang untuk keluar dari krisis ekonomi yang selama ini hancur akibat pandemi Covid.

Belum lagi, terdapat isu perluasan objek pajak yang akan diterapkan pemerintah terhadap produk-produk UMKM masyarakat seperti komoditas pertanian & perkebunan, hasil hutan, dan banyak lainnya. Justru, saat ini masyarakat membutuhkan stimulus dari pemerintah untuk menggerakkan roda ekonomi untuk bangkit dari situasi krisis.

Presiden selalu menekankan kepada kabinetnya untuk memiliki sense of crisis terhadap situasi masyarakat saat ini.Namun, kebijakan yang diambil tak mencerminkan hal tersebut. Apalagi, disinyalir, isu kenaikan PPN untuk menambah pemasukan negara untuk membiayai proyek IKN. Oleh sebab itu, kami dengan tegas menolak kenaikan PPN.

6. Mendesak Kabinet Jokowi-Ma'ruf Melakukan Evaluasi & Mencopot Menteri Berkinerja Buruk

Terkait dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, Presiden selalu memarahi menteri-menterinya yang dianggap tak memiliki sense of crisis.

Namun, Presiden dianggap tak konsisten karena melakukan pembiaran tak mengevaluasi dan menghukum menterinya yang tak menjalankan kebijakan sesuai arahan Presiden.

Untuk itu, kita perlu mendorong agar Presiden berani mengambil sikap tegas untuk mengevaluasi dan mengganti menteri-menterinya yang berkinerja buruk dan tak menjalankan instruksi Presiden.

Terutama menteri-menteri yang justru sering mengeluarkan wacana yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat.(fri/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler