Simak, Begini Pendapat Ahli Bahasa Pihak Polisi di Sidang Praperadilan Rizieq Shihab

Jumat, 08 Januari 2021 – 19:11 WIB
Ahli bahasa dari Universitas Indonesia, Wahyu Wibowo saat memberikan keterangan kepada majelis hakim di PN Jakarta Selatan, Jumat (8/1). Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ahli bahasa dari Universitas Nasional, Wahyu Wibowo, satu dari tiga ahli yang dihadirkan kubu termohon (Polda Metro Jaya) di sidang lanjutan gugatan praperadilan penetapan tersangka Habib Rizieq Shihab, Jumat (8/1).

Di hadapan majelis hakim tunggal, Akhmad Sahyuti, Wahyu memaparkan persoalan seseorang saat berkata menghina di hadapan massa.

Mengawali kesaksiannya, Wahyu Wibowo memaparkan, kegunaan perspektif filasafat bahasa di dalam kehidupan nyata. 

Menurutnya, filsafat bahasa bisa mengetahui niat, wujud niat, dan respon pendengar atau pembaca dari apa yang disampaikan seseorang berkaitan niatnya itu. Wahyu menyebut, di mana respon itu bisa berkaitan dengan etika dan semacamnya.

"Contoh, kalimat saya ingin makan siang (wujud niatnya), lalu ada orang mendengar dan bilang, kamu punya uang tidak? (respons). Nah Filsafat Bahasa bisa melihat apa maksudnya (niatnya si pembicara mengatakan) kalimat saya ingin makan siang, bisa jadi si pembicara itu ingin di traktir," ungkapnya di sela-sela sidang, Jumat (8/1).

Dia lantas menjelaskan tentang bahasa yang baik dan benar dalam perspektif filsafat bahasa itu.

Jika respons itu sejalan dengan konteksnya dan saat konteksnya menimbulkan kegaduhan ataupun keriuhan, bisa dikatakan si pembicara itu tak berbahasa dengan baik dan benar.

Ahli pun menjelaskan tentang etika menurut filsafat bahasa, manakala ada kebebasan orang lain terganggu dengan perkataan si pembicara, berarti si pembicara itu tak beretika.

Termohon lantas mengajukan pertanyaan pada ahli bahasa bagaimana etika bahasa memandang saat ada seseorang berbicara di hadapan massa yang berkerumun dan menyebutkan orang atau pihak tertentu sebagai lonte tetapi malah dilindungi.

Ahli pun menjawab kalau pemilihan diksi kata lonte itu pun jelas masuk dalam kategori penghinaan.

"Kalau dia pilih diksi kata lonte dalam komunikasi massa, dia masuk pada penghinaan kalau disebutkan orangnya, atau pun tak disebutkan orangnya dia bisa menggiring pada orang supaya bisa merespons, supaya orang bisa percaya bahwa lonte tadi ada," katanya.

Ahli bahasa pun mengungkapkan, khususnya saat ditanyai termohon tentang pandangan filsafat bahasa saat ada seseorang yang mengkritik pemerintahan dan menganggap pemerintah pandang bulu, apalagi dengan kata-kata lonte.

BACA JUGA: Ngamar dengan Mantan di Hotel, Dodi Alfayed Tak Berkutik saat Digerebek Istri

BACA JUGA: Kebakaran Rumah Toko di Jalan Urip, Tiga Orang Meninggal Dunia

"Kalau sehubungan kata lonte tadi, dipindahkan kata lonte pada pemerintahan buruk misalnya, berarti dia ada unsur menghasut, menghasutnya mengajak orang untuk marah dan percaya bahwa memang pemerintah kurang baik," tutupnya. (cr3/jpnn)

BACA JUGA: Drs Mahalisi Meninggal Dunia Usai Dilantik, Bupati Joncik: Beliau Masuk Ruangannya Saja Belum

BACA JUGA: Begini Pendapat Ahli Pidana Pihak Polisi di Sidang Praperadilan Habib Rizieq


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler