jpnn.com - JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persaudaraan Muslimin Indonesia Usamah Hisyam mengatakan, berakhirnya tahun 2015 harus menjadi momentum bagi segenap elit pengelola negara dan pemerintahan di semua tingkatan untuk melakukan instrospeksi, sejauh mana cita-cita the founding fathers telah tercapai.
Apalagi, lanjutnya, Presiden Joko Widodo sejak terpilih menjadi Presiden sudah bertekad untuk mewujudkan Nawa Cita serta mencanangkan Revolusi Mental.
BACA JUGA: SIMAK: Saran Gerindra ke Pemerintah Soal MEA
Dikatakan, berbagai tantangan dan permasalahan dalam pengelolaan negara sepanjang 2015 datang silih berganti. “Semua berimplikasi terhadap kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya negeri tercinta,” ujar Usamah Hisyam dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/12).
Dia menyebut sejumlah kasus menonjol sepanjang 2015. Dari konflik pimpinan KPK dengan Kepolisian, konflik pimpinan sejumlah partai politik, konflik antar pejabat pemerintahan dan BUMN, konflik antar kelompok dalam golongan ummat beragama, hingga dinamika konflik Dewan Perwakilan Rakyat dalam kasus Papa Minta Saham.
BACA JUGA: Gawat Bro! Moncong Senjata dari 15 Pangkalan Militer Mengarah ke Indonesia
Juga persoalan korupsi, kekerasan dan kriminalitas, melemahnya rupiah terhadap dolar yang sempat mencapai Rp 14.000 per dolar, serta sejumlah kasus yang menunjukkan adanya degradasi moral di lingkungan masyarakat, termasuk maraknya menebarkan kebencian antar golongan.
Menurutnya, tekad dan kerja keras apapun dalam pengelolaan negara dan pemerintahan, bangsa Indonesia akan sulit keluar dari berbagai persoalan yang sangat rumit, bila elit Negara dan pemerintahan tidak menempatkan secara sungguh-sungguh nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila yang menjadi ideologi Negara. Terutama Sila Pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
BACA JUGA: Kata Yuddy, Dirjen Perhubungan Mundur Merupakan Bentuk Etika Birokrasi Baru
“Oleh sebab itu, dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, 17 Desember 2015 lalu, Parmusi telah menyampaikan kepada Presiden, bahwa Negara tak bisa dipisahkan dari agama, dan agama tak bisa dipisahkan dari Negara. Implementasi “Ketuhanan Yang Maha Esa” harus mewarnai dan tercermin dalam pengelolaan Negara dan pemerintahan di semua tingkatan,” bebernya.
Itulah sebabnya, lanjut Usamah, Ketuhanan Yang maha Esa (habblum minallah, hubungan dengan Tuhan) diletakkan sebagai sila pertama, mendahului empat sila lainnya (habblum minannas, hubungan antar manusia).
“Karena hanya dengan memohon pertolongan serta ridho Tuhan Yang Maha Esa, berbagai upaya yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan serta memperbaiki kondisi bangsa ini bisa terwujud,” ucapnya.
Apalagi Presiden telah mencanangkan revolusi mental. Dalam paradigma Islam, kata Usamah, revolusi mental identik dengan Revolusi Akhlak menuju akhlak mulia.
“Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasulullah untuk memperbaiki akhlak dan budi pekerti manusia. Kata kuncinya adalah ibadah, serta amar makruf nahi mungkar, menyebarkan kebaikan mencegah perbuatan buruk,” ulasnya.
Nah, memasuki Tahun 2016, sambung Usamah, sudah seyogyanya para elit negara menjadi lokomotif untuk mempelopori segenap komponen bangsa agar mengedepankan ibadah (religiusitas) dalam pengelolaan negara dan pemerintahan, meminta pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa agar bangsa Indonesia dapat mewujudkan cita-cita bangsa atas ridho Tuhan. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Jangan Main Politik dan Kasus
Redaktur : Tim Redaksi