Simak! Pandangan MUI soal Menikah dengan Teman Sekantor

Jumat, 19 Mei 2017 – 15:13 WIB
Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Za'adi memberikan pandangannya terkait‎ masalah perkawinan dengan teman sekantor.

Dari segi agama tidak ada larangan menikah dengan teman sekantor sepanjang syarat dan rukun pernikahannya terpenuhi. Di samping keduanya tidak ada hubungan nasab yang mengharamkan atau melarangnya.

BACA JUGA: Holisticare EsterC Terima Sertifikasi dari LPPOM MUI

‎"Ada banyak perusahaan yang tidak membolehkan perkawinan dengan teman sekantor. Ini sering menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Apalagi dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak memberikan aturan jelas," kata Zainut dalam pernyataan resminya, Jumat (19/5).

Dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.

BACA JUGA: Ahoker Terus Beraksi, Ini Kekhawatiran MUI

"Menurut saya ketentuan yang diatur dalam Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan ini merupakan pasal karet yang semangatnya tidak memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh tapi lebih berpihak kepada pemilik perusahaan," bebernya.

Karena di dalam pengaturan pasal tersebut seolah-olah memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh yang memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.

BACA JUGA: MUI: Jangan Menarik Asing Masuk ke Wilayah Hukum Indonesia

Tetapi semua itu dimentahkan kembali dengan adanya ketentuan pengecualian melalui perjanjian kerja atau kontrak kerja yang dituangkan dalam peraturan perusahaan, maka ketentuan dalam pasal 153 tersebut di atas menjadi batal.

"Jadi perjanjian kerja atau kontrak kerja lah yang pada akhirnya menentukan boleh atau tidaknya seorang pekerja/buruh yang memiliki ikatan pernikahan dengan teman sekantornya itu bekerja dalam satu tempat pekerjaan," terangnya.

Zainut membeberkan, kalau mau diteliti lebih jauh pengaturan dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khusus Pasal 153 ayat 1 huruf f itu sebenarnya bukan mengatur larangan pada aspek pernikahannya tetapi lebih pada hubungan kerjanya. Jadi masyarakat harus bisa mendudukkan permasalahan biar tidak ada kesalahpahaman.

MUI menilai undang-undang ini berpotensi untuk digugat di Mahkamah Konstitusi karena diduga bertentangan dengan Konstitusi yaitu terkait dengan Pasal 27 dan Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945 yaitu hak untuk mendapatkan pekerjaan layak bagi kemanusiaan dan hak untuk melangsungkan pernikahan.

"MUI mempersilakan kepada kelompok masyarakat untuk mengajukan uji materi (Judicial Review) ke MK sebagai wujud kepeduliannya terhadap nasib para pekerja/buruh dan sekaligus sebagai bentuk kesadarannya terhadap hukum," pungkasnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pentolan MUI Anggap Ide Khilafah Model HTI Sudah Basi


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler