Simak! Pendapat Pakar Psikologi Forensik soal Kasus JIS

Jumat, 11 Maret 2016 – 21:47 WIB
Reza Indragiri Amriel. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Secara psikologi forensik, pembuktian dalam persidangan kasus tuduhan pelecehan seksual terhadap tiga mantan murid TK di Jakarta Intercultural School (JIS), tidak terdapat gejala kekerasan seksual. Yang terungkap dalam persidangan bukan bukti kekerasan seksual.

Ahli psikologi forensik dari Universitas Indonesia, Reza Indragiri Amriel, menegaskan, sudah mencermati berkas-berkas persidangan kasus JIS untuk mengetahui pembuktian adanya kekerasan seksual itu.

BACA JUGA: Peserta Lomba Makan Ayam KFC Meninggal, Begini Kata Saksi

"Pada berkas-berkas yang saya lihat, tidak ada bukti kekerasan seksual," kata Reza, Jumat (11/3), di Jakarta.

Korban kekerasan seksual, lanjut Reza, memiliki ciri-ciri tertentu. Tetapi karena ciri-ciri tersebut juga bisa muncul pada kekerasan non-seksual, maka perlu dipastikan apakah disebabkan oleh kekerasan seksual atau kekerasan jenis lain.

BACA JUGA: Lomba Makan Ayam KFC Hadiah Rp 5 M, Tersedak, Innalillahi

Nah, kata dia, untuk mengetahui ada tidaknya dan tipe kekerasan yang (mungkin) dialami si anak, maka dilakukan pemeriksaan oleh kedokteran forensik. "Pada berkas-berkas yang saya lihat, menurut saya tidak ada bukti kekerasan seksual," katanya.

Dengan demikian, ciri atau gejala yang semula diyakini sebagai efek kekerasan seksual bukanlah ciri atau gejala yang spesifik. "Dari situ, saya tidak sependapat dengan vonis MA. Walaupun demikian, saya menghormati putusan hakim," katanya.

BACA JUGA: 2 Putra Betawi Siap Bertarung Lawan Ahok

Karenanya, ia mengatakan, tinggal melakukan langkah hukum peninjauan kembali dengan bukti-bukti tambahan. "Semoga lebih mengungkap kejadian yang sesungguhnya," jelasnya.

Menanggapi putusan MA, kuasa hukum dua guru JIS Patra M Zen mengungkapkan sekitar Oktober 2015, MAK dinyatakan tidak pernah terkena penyakit seksual menular dari sebuah klinik di Belgia.

Saat ini pihaknya sedang berusaha meminta rekam medis tersebut ke Belgia karena akan dijadikan bukti baru atau novum untuk mengajukan PK ke MA.

Informasi ini, kata dia, didapatkan dari jurnalis Kanada yang melakukan investigasi dan menemukan bukti pada Oktober 2015. 

Pada 24 Februari 2016 lalu, MA memutuskan menganulir putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang sebelumnya memutus bebas Neil Bantleman dan Ferdinan Tjiong dengan pelapor orang tua dari MAK, DA, dan AL. Menurut Majelis hakim MA yang dipimpin Artidjo Alkostar, ada penerapan hukum keliru dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bahkan menambah hukuman menjadi 11 tahun kurungan.

Padahal Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah menilai pertimbangan majelis hakim PN Jaksel tidak tepat karena berdasarkan keterangan korban yang masih di bawah umur dan keterangan saksi ahli. Selain itu, terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara JIS. Salah satunya menyangkut hasil visum yang dijadikan salah satu dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pun menganulir vonis 10 tahun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sejak awal, kasus JIS sangat janggal dan cenderung dipaksakan karena opini publik begitu besar terhadap tuduhan pelecehan seksual di lingkungan sekolah. Salah satu kejanggalannya, Azwar meninggal dunia saat masih dalam proses penyidikan Polda Metro Jaya, dengan wajah ditemukan penuh lebam dan bibir pecah. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Diduga Bikin Es Teh Manis dengan Air Kolong, PKL di Monas Diamankan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler