Simak Penjelasan Doktor Ilmu Kepolisian Tentang Fenomena Lone Wolf dan Milenial

Jumat, 02 April 2021 – 23:25 WIB
Polisi bersenjata siaga di depan Mabes Polri, Rabu (31/3) malam WIB. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Doktor ilmu kepolisian dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Dedy Tabrani mengatakan, serangan yang dilakukan lone wolf ZA (25) ke Mabes Polri merupakan cara paling aman buat jaringan kelompok teroris.

Menurut Dedy, saat ini bermunculan serangan teroris yang penyerangnya adalah anak muda yang direkrut oleh jaringan kelompok teroris secara online.

BACA JUGA: AKBP Dedy Tabrani Raih Gelar Doktor dengan Summa Cum Laude, Disertasinya Dahsyat

“Cara lone wolf dinilai paling aman agar jaringan mereka tidak terbongkar karena hanya terputus pada pelaku saja,” kata Dedy, Jumat (2/4) malam.

Dia menjelaskan, banyak anak-anak muda direkrut sebagai lone wolf melalui media sosial dan diarahkan untuk melakukan serangan dengan persenjataan minimal.

BACA JUGA: Brigjen TNI Husein Sagaf Ungkap Makna Tindakan Lone Wolf, Berujung Aksi Terorisme

"Mereka dikendalikan dari jarak jauh melalui telepon genggam, dengan nomor yang sering berubah,” kata Dedy.

Dia menambahkan, mereka tetap menyimpan nomor mentor atau ulama organik kekerasan. Semua biaya operasional dan lain-lain ditanggung sendiri oleh lone wolf tersebut.

BACA JUGA: Waspadalah, Potensi Serangan Teroris Lone Wolf Masih Ada

Bahkan para mentor kekerasan juga sudah menyiapkan konsep surat wasiat yang akan ditinggalkan lone wolf kepada keluarganya.

Dalam beraksi, jika calon pelaku masih diantar oleh seseorang yang ada di jaringan sel kelompok teroris maka dia bukanlah lone wolf.

"Kalau dia berangkat sendiri dengan menggunakan ojek online atau menumpang pada orang lain, maka itu adalah lone wolf,” katanya.

Dedy mencermati, anak-anak muda sekarang tertarik menjadi lone wolf karena masuk ke dalam satu barisan teror secara daring atau online yang tidak disibukkan oleh jadwal pengajian atau indoktrinasi yang dipersiapkan oleh jaringan.

Lebih dari itu, ada motif teologis yang sangat kuat.

“Jika mereka melakukan serangan teror maka disebut akan mendapatkan pahala syahid dan bisa langsung masuk surga,” kata Dedy.

Motif teologis inilah yang yang sangat menggugah serta memengaruhi banyak anak muda atau kaum milenial yang selama ini merasa bahwa pintu jihad belum pernah dibuka oleh satu gerakan agama mana pun.

Menurut Dedy, kondisi tersebut diperparah dengan kehadiran kelompok teroris yang berani memberikan jaminan untuk mendapatkan syahid.

“Maka itulah yang paling ditunggu-tunggu, karena tidak selamanya kesempatan untuk mendapatkan syahid terbuka lebar,” tutur Dedy.

Dia melanjutkan, kaum muda milenial mudah dipengaruhi oleh gerakan-gerakan teroris karena mereka pada dasarnya adalah orang baru yang tidak memiliki cukup ilmu agama dan sedang berada di dalam situasi kekeringan spiritual yang akut.

Hal itu dimanfaatkan para ulama organik kekerasan dari jaringan teroris untuk menyebarkan ilmu agama secara gratis dan praktis dengan rujukan-rujukan yang yang jelas dan tegas melalui media sosial.

"Penafsiran yang dilakukan oleh para ulama organik kekerasan ini adalah tafsir yang berasal dari kelompok keagamaan yang cenderung tekstual dan skripturalis. Penafsiran tunggal ini dipahami oleh anak muda milenial, hingga masuk ke dalam jebakan kelompok teroris,” ujar Dedy.

Tafsir tunggal ini kemudian memonopoli seluruh pemahaman kaum muda milenial yang direkrut melalui media sosial.

Lantas, bagaimana cara untuk menanggulangi terorisme lone wolf? Menurut Dedy salah satunya dengan mengaktifkan pemantauan melalui cyber police.

“Jika cyber police di Indonesia lemah dalam memantau perkembangan dan komunikasi dari kelompok teroris, maka kelompok ini akan menguasai dan membajak anak-anak muda Indonesia untuk menjadi tentara-tentara milenial yang dikendalikan secara online,” ujar Dedy.

Cara lain, kata Dedy, dengan menerapkan program kontra wacana atau counter discourse dalam tema-tema yang sering menjadi bahasan kelompok teroris.

“Tema-tema yang sering menjadi bahasannya adalah tentang jihad, daulah islamiyah, khilafah, baiat, perang qital, imamah, al wala wal baro atau loyalitas dan melepaskan diri dari struktur thogut, dan lain-lain,” imbuh Dedy. (*/adk/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler