jpnn.com - JAKARTA - Pakar ilmu politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Luthfi Makhasin menilai pembuat kebijakan perlu melihat fenomena kejenuhan pemilih menghadapi proses pemilihan yang digelar.
Dia menilai perlu jeda waktu untuk menggelar pemilihan untuk menghindari kejenuhan masyarakat.
BACA JUGA: Pakar Politik Menyamakan Jokowi dengan Pembunuh Berdarah Dingin, Ini Sebabnya
"Tentu keharusan ada jeda waktu untuk membuat pemilih tidak jenuh terhadap pelaksanaan pemilu, dan juga (mencegah) kejenuhan penyelenggaranya," ujar Luthfi dalam keterangannya, Selasa (3/12).
Dia menyatakan hal tersebut menanggapi menurunnya partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 dibanding Pemilu 2024.
BACA JUGA: Penegakan Netralitas ASN Penting Tanpa Pandang Bulu Demi Efek Jera
Menurutnya, pemberian jeda waktu yang agak panjang dapat mengatasi permasalahan kejenuhan pemilih dengan memisahkan pemilu berdasarkan tingkatannya.
“Memisahkan antara pemilu tingkat nasional, yakni presiden dan wakil presiden, DPR dan DPD RI, dengan pemilu tingkat lokal, meliputi DPRD kabupaten/kota dan provinsi, pemilihan gubernur dan wakil gubernur, dan pemilihan bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota. Menurut saya, ini yang lebih realistis untuk Indonesia,” ucapnya.
BACA JUGA: Mahasiswi Unsoed Jadi Korban Eksploitasi Seksual
Selain itu, dia mengatakan opsi lain yang dapat dilakukan, tetapi dapat menimbulkan kontroversi adalah meniadakan pemilu lokal.
“Gubernur dan bupati/wali kota dipilih secara tidak langsung oleh DPRD, dan pemilu cukup untuk Pilpres, DPR dan DPD,” katanya.
Walaupun demikian, dia mengingatkan bahwa mekanisme memilih pemimpin pada sistem demokrasi tidak sebatas mengatasi kejenuhan saja.
Namun, perlu mempertimbangkan banyak aspek lainnya, seperti efektivitas, hubungan dengan pemilih, keberlanjutan, dan pelembagaan sistem.
“Yang penting dirancang matang dan meminimalkan gejolak yang tidak perlu di masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, Anggota KPU RI August Mellaz di Jakarta, Jumat (29/11) mengatakan partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di bawah 70 persen.
Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa angka tersebut masih dapat dikategorikan normal.
Angka tersebut jauh dari target KPU sebagaimana dikemukakan Anggota KPU RI Idham Holik di Jakarta, Sabtu (23/11) lalu.
Idham ketika itu mengatakan KPU menargetkan partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 mencapai 82 persen.
KPU RI pada Rabu (5/6) mengungkapkan bahwa 81,78 persen pemilih menggunakan hak pilih pada Pilpres 2024.
Kemudian sebanyak 81,42 persen untuk Pemilu Anggota DPR RI, dan 81,36 persen untuk Pemilu Anggota DPD RI. (Antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakar Politik Soroti Putusan MA Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang