Simplifikasi Tarif CHT Dikabarkan Meningkat, Pelaku Industri Tembakau Resah

Selasa, 19 Juli 2022 – 22:02 WIB
Petani di Temanggung, Jawa Tengah, menjemur tembakau rajangan. ANTARA/Heru Suyitno

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar dibuat resah dengan kabar Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang akan melanjutkan kebijakan simplifikasi hingga menjadi 5 layer.

Salah satu aspek yang ditekankan, yaitu golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) serta Sigaret Putih Mesin (SPM); penyatuan Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan 1A dan 1 B; dan penurunan batas kuota dari 3 juta batang ke 2 juta batang.

BACA JUGA: Konon, Saat Zaskia Gotik Hamil, Inez Juga Sedang Berbadan Dua

Terkait wacana tersebut, Gapero menolak rencana pemerintah dari adanya simplifikasi tersebut.

Sebab, kebijakan itu akan mencekik para pelaku industri tembakau kecil dalam melanjutkan usahanya.

BACA JUGA: LPEI Pajang Produk Mitra Binaan Dalam Pameran Road To G20

"Dampaknya akan terjadi banyaknya perusahaan rokok yang kelimpungan. Sekarang beda dari tarif cukai antara golongan 1A dengan 1B itu cukup signifikan. Artinya, di situ kalau digabung jadi satu yang golongan 1B akan naik tarifnya menuju golongan 1A. Apalagi kalau golongan 1A dinaikkan berarti kan naiknya dua kali," kata Sulami.

Menurut Sulami, akibat dari adanya penerapan PMK Nomor 192 Tahun 2021, masih sangat berat dirasakan oleh pelaku industri tembakau menengah ke bawah.

BACA JUGA: Kecelakaan di Cibubur, 28 Ribu Orang Teken Petisi Cabut Lampu Merah di Turunan Jalan Transyogi

Karena regulasi itu membuat produksi rokok menurun.

"(PMK Nomor 192 Tahun 2021) itu kenaikan tarif cukai 12 persen. Nah, dampaknya untuk industri mengalami penurunan produksi karena harganya luar biasa. Petani otomatis penyerapannya berkurang. Akibatnya, pendapatan berkurang. Jadi kalau sudah kayak begitu pendapatan negara juga berkurang. Ujung-ujungnya, nanti rokok ilegal yang semakin marak, pasti larinya ke sana," sebutnya.

Sulami juga menambahkan, bila pemerintah peduli terhadap keberlangsungan industri tembakau, seharusnya fokus terhadap pemberantasan rokok ilegal.

Sebab, keberadaan rokok ilegal telah membuat negara kehilangan pendapatan sekitar Rp 53 triliun.

Sementara itu, Ekonom dari Universitas Negeri Semarang (UNS) Agus Trihatmoko menduga dengan adanya kebijakan simplifikasi nanti malah mendorong terjadinya monopoli, yaitu pemain besar menguasai pasar dan mematikan pemain kecil.

Oleh kaarena itu, Agus mengimbau kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengurungkan niat untuk kembali melakukan penyederhanaan tarif cukai rokok tersebut.

"Diurungkan atau ditunda, dilakukan kajian atau riset secara mendalam, ada kebijakan yang ketat. Jadi analisa kami tadi apakah benar atau tidak, buktikan dulu ke masyarakat. Nanti ketemu rumusan yang ideal," seru Agus.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler