Sinar Matahari Tak Buat BPA Bermigrasi ke Air Galon, Ini Penjelasannya

Kamis, 12 Desember 2024 – 13:17 WIB
Pakar teknologi plastik lulusan universitas Jerman memastikan bahwa tidak ada yang keliru dengan cara distribusi galon polikarbonat atau guna ulang di Indonesia. Ilustrasi Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pakar teknologi plastik lulusan universitas Jerman memastikan bahwa tidak ada yang keliru dengan cara distribusi galon polikarbonat atau guna ulang di Indonesia.

Meski terkena sinar matahari, tetapi hal itu tidak akan membuat migrasi Bisphenol A (BPA).

BACA JUGA: Ahli Kesehatan Tegaskan Tak Ada Efek Samping dari Minum Air Galon Kuat Polikarbonat

Ahli polimer jebolan University of Applied Science Darmstadt di Jerman, Oka Tan menjelaskan bahwa migrasi BPA dari galon kuat polikarbonat ke air terjadi apabila kemasan terkena panas mulai 70 derajat celcius.

Artinya, sambung dia, meskipun galon di distribusikan di siang hari migrasi BPA tidak akan terjadi apabila suhu tidak mencapai 70 derajat.

BACA JUGA: Asdamindo Tegaskan Pemalsuan Air Galon Bemerek Dapat Terkena Sanksi, Hukumannya Berat

"Kecuali nanti suhu kita di dunia pada siang hari sampai 70 derajat, nah itu ya lain persoalan. Namun, sampai saat ini kan di Indonesia cuma 40 derajat, itu sudah maksimum," kata Oka Tan dalam sebuah diskusi belum lama ini.

Dia tidak memungkiri bahwa memang migrasi dapat terjadi apabila suhu di atas 70 derajat celcius. Namun, penggunaan galon polikarbonat telah melalui serangkaian tes termasuk pemanasan untuk menguji ketahanan dan keamanan kemasan pangan tersebut.

BACA JUGA: Belum Ada Bukti Ilmiah BPA Pada Air Galon Kemasan Polikarbonat Pengaruhi Metabolisme Tubuh

"Namun, dalam suhu yang tertentu di bawah 70 derajat celcius semestinya sih aman," tegas pakar lulusan jurusan teknologi polimer Jerman ini.

Lebih jauh, Oka menjelaskan kalau migrasi BPA itu terjadi bukan hanya karena terpapar panas saja. Namun, juga karena benturan atau gesekan keras yang terjadi sehingga menyebabkan kerusakan pada kemasan pangan yang memicu keluarnya BPA.

"Namun, kembali lagi saya rasa dalam pendistribusiannya galon-galon ini sudah tidak ditumpuk dan dia sendiri-sendiri (disusun teratur) sudah sesuai aturan sehingga gesekannya sangat minimal," katanya.

Oka mengungkapkan bahwa negara dengan iklim tropis sebenarnya lebih cocok menggunakan galon kuat polikarbonat atau guna ulang dibanding Polyethylene Terephthalate (PET) atau galon sekali pakai. Hal ini mengingat polikarbonat memiliki ketahanan yang lebih baik dari pada PET.

Dia melanjutkan, apalagi apabila melihat kebiasaan warga Indonesia yang terkadang membanting atau meletakan dengan keras galon air minum. Dia mengatakan, kekuatan yang dimiliki galon kuat polikarbonat ini membuat zat kimia pembentuk plastik tidak bermigrasi saat diperlakukan demikian.

"Sedangkan botol lainnya mungkin 2-3 kali jatuh juga ada crack (kerusakan) Itulah salah satunya sehingga dia dapat digunakan berkali kali sampai 20 kali. Bahkan dalam hal ini jelas satu dari segi 20 kali pakai itu jauh lebih aman buat produsen daripada menggunakan PET," katanya.

Sebelumnya, ramai isu migrasi BPA dari galon ke dalam air. Sistem distribusi galon pun menjadi sorotan karena dilakukan menggunakan truk terbuka yang bisa terpapar sinar matahari langsung yang disebut-sebut dapat memicu migrasi dimaksud.

Hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) juga tidak menemukan adanya migrasi BPA dari galon kuat polikarbonat ke air minum.

Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Akhmad Zainal Abidin menjelaskan bahwa penelitian dilakukan untuk menguji keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon PC.

"Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji," kata Akhmad Zainal.

Studi tersebut berfokus untuk mendeteksi peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon kuat berbahan polikarbonat ke dalam air minum terhadap empat sampel dari merek AMDK terpopuler. Temuan tersebut membuktikan bahwa air galon kuat PC masih sangat aman untuk dikonsumsi.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler