JAKARTA - Jaringan sindikat narkoba internasional memang sudah membaca situasi, hingga memilih Medan sebagai transit sebelum dipasok ke Jakarta. Selain kawasan pantai Sumut relatif gampang dijadikan pintu masuk, begitu berhasil masuk Medan, jaringan narkoba yakin bakal aman untuk melanjutkan perjalanan darat menuju Jakarta.
"Dengan menggunakan kapal-kapal kecil, mereka masuk ke Sumut. Dari Medan, jalan darat ke Jakarta. Bandar-bandar itu sudah mempelajari situasi. Bisa aman hingga Lampung. Dari Lampung mobil begitu saja masuk (ke kapal menuju Jakarta)," ujar Juru Bicara Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Pol Sumirat Dwiyanto kepada JPNN di Jakarta, kemarin (10/2).
Kok bisa semulus itu? Sumirat mengatakan, bandar narkoba selalu punya jaringan yang luas, dengan menanamkan orang-orangnya di banyak tempat. "Ada yang warga biasa, ada juga petugas. Atau mereka berhasil mengelabui," ujarnya.
Lantas, apa yang dilakukan BNN untuk menutup jalur masuk ke pantai Sumut? Dijelaskan Sumirat, persoalan yang dihadapi BNN adalah keterbatasan petugas. Sementara, panjang pantai Indonesia 81 ribu kilometer.
Dengan panjang pantai segitu, BNN memfokuskan perhatian ke daerah-daerah terluar, yang berpotensi besar menjadi pintu masuk. "Kita tak hanya bergerak di perairan Sumut, tapi juga hingga ke Miangas yang berbatasan dengan Filipina, Pulau Rupat, Riau, yang berbatasan dengan Malaysia, hingga ke Pulau Rote. Tapi namanya maling, begitu patroli pergi, mereka masuk," terangnya.
Tim BNN, dengan menggandeng TNI, kata Sumirat, juga rutin menggelar patroli di kawasan perairan di Sumut. Jika memergoki ada yang mencurigakan, BNN tidak bisa langsung melakukan penangkapan, jika belum memastikan orang itu membawa narkoba.
Sumirat menjelaskan, biasanya mengendusan dan penguntitan dilakukan setelah ada laporan dari Badan Narkotika negara tetangga. Informasi dari negara tetangga biasanya menyebutkan adanya orang yang mencurigakan yang akan masuk ke wilayah Indonesia. "Informasi awal hanya mengatakan "mencurigakan", belum menyebut membawa narkoba. Lantas kita kawal diam-diam, kita kuntit," papar Sumirat.
Untuk memperkuat kecurigaan, BNN membandingkan dengan data yang ada di BNN mengenai orang-orang yang dicurigai sudah masuk jaringan sindikat narkoba internasional. "Nah, begitu masuk Indonesia kok cuman 20 menit, 30 menit, berarti dia hanya untuk menyerahkan barang kiriman," terang Sumirat. Jika dianggap yakin ada barang bukti, barulah dilakukan penyergapan.
Apakah lima tersangka yang diduga anggota jaringan narkoba lintas negara yang berpusat di Iran dan transit di Medan sebelum ke Jakarta, yang dibekuk BNN beberapa hari lalu, merupakan hasil penguntitan seperti itu? Sumirat tak berani memastikan. "Saya belum mendapat penjelasan soal itu," kilahnya.
Jadi, kebutuhan mendesak saat ini adalah penambahan petugas? Sumirat membenarkan. Hanya saja, lanjutnya, yang lebih penting dari itu adalah kepedulian masyarakat, agar mau memberikan informasi kepada BNN jika menemukan orang yang dicurigai jaringan dan pengedar narkoba.
Selama ini, lanjutnya, BNN sangat terbantu oleh informasi masyarakat. "Dalam setahun ada delapan ribuan laporan masyarakat. Begitu ada laporan, kita dalami dulu karena tidak 100 persen benar. Jangan sampai laporan hanya untuk maksud pembunuhan karakter seseorang," bebernya.
Sebelumnya diberitakan, Mantan Kalahar Badan Narkotikan Nasional (BNN) Pusat, Komjen (Purn) Togar Sianipar, mengatakan, Medan memang daerah yang menggiurkan bagi mafia narkoba internasional, sebagai daerah transit.
Togar bahkan menyebut, bukan mafia yang berpusat di Iran saja yang menggunakan Medan sebagai daerah transit. Dua kelompok jaringan menjadikan kawasan Sumut sebagai pintu masuk.
Pertama, pasokan narkoba dari kawasan Bulan Sabit Emas (Golden Crescent) yang berada di antara Pakistan, Afganistan, dan Iran. Kedua, pasokan dari kawasan Segi Tiga Emas yakni Laos-Burma-Thailand. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditangkap Pakai Sabu, Polisi Yakini Doyok Punya Jaringan Luas
Redaktur : Tim Redaksi