jpnn.com, JAKARTA - Data epidemiologi memperkirakan sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovarian syndrome (PCOS) dialami oleh lebih dari 116 juta atau sekitar 3,4 persen wanita di seluruh dunia.
PCOS diperkirakan merupakan penyakit metabolik yang paling sering dialami wanita usia subur.
BACA JUGA: Bolehkah Penyintas Kanker Ovarium Terima Vaksin Covid-19? Begini Kata Ahli
"PCOS ini dalam bahasa Indonesianya Sindrom Ovarium Polikistik, bukanlah penyakit, tetapi merupakan gangguan hormon yang mempengaruhi ovarium atau indung telur dari organ wanita," kata dr. Dwi Silvia, SpOG(K)-FER, Spesialis Kebidanan dan Kandungan RS Siloam Sriwijaya, Palembang dalam edukasi kesehatan secara daring baru-baru ini.
Gangguan tersebut, lanjutnya, bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk ketidakseimbangan hormon seks wanita, infertilitas atau sulit hamil.
BACA JUGA: Waspadai Silent Killer, Begini Gejala Tersembunyi Kanker Ovarium...
Selain itu, bisa memicu siklus menstruasi yang tidak teratur, dan pertumbuhan rambut berlebihan pada wajah dan tubuh (hirsutisme).
Beberapa gejala yang mengindikasikan PCOS seperti siklus menstruasi tidak teratur, bahkan terjadi pendarahan hebat.
BACA JUGA: Kanker Ovarium Bisa Diturunkan Lewat Ayah
Ada pula masalah pada kulit seperti jerawat yang parah, kelebihan berat badan dan sulit mengendalikannya.
Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua wanita dengan PCOS akan mengalami semua gejala ini.
"Diagnosis PCOS biasanya dibuat oleh dokter berdasarkan kombinasi gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah untuk mengukur tingkat hormon, dan pemeriksaan ultrasonografi ovarium," tutur Spesialis Kebidanan dan Kandungan RS Siloam Sriwijaya Dr. Oriza Z., SpOG(K)-FER.
Sindrom Ovarium Polikistik secara umum dapat diketahui setelah tiga tahun, yaitu sejak siklus menstruasi pertama kali dialami para wanita. Sehingga diperlukan tahap evaluasi jika merasakan sejumlah gejala yang telah disebutkan.
Meski demikian, para wanita tidak perlu khawatir karena saat ini PCOS dapat dicegah dan diobati. Tentunya harus sesuai dengan gejala dan saran dari dokter setelah dilakukan pemeriksaan.
"Pencegahan selalu lebih baik, selain lebih mudah dilakukan juga dapat terhindar dari penyakit," lanjutnya.
Salah satu upaya, lanjut Oriza, dengan memodifikasi lifestyle menjadi lebih baik, seperti pola makan yang sehat, istirahat dan olahraga dengan intensitas cukup sekaligus mengendalikan stress. Poin utama pencegahan ini selain memperlancar siklus menstruasi dan mencegah PCOS, sekaligus mencegah penyakit penyakit lainnya.
Mengubah gaya hidup menjadi sangat penting di kalangan wanita untuk mencegah PCOS.
"Hanya saja, bagi yang terpapar sindrom ovarium polikistik, diperlukan pengobatan atau terapi hormonal, yang biasanya ditempatkan sebagai pilihan pertama untuk mengelola PCOS ini," ucapnya.
Ada beberapa kasus PCOS diperlukan operasi, melalui laparoskopi yaitu dengan melakukan drilling ovarium, katerisasi ovarium dan pengecilan ovarium, dibuang sehingga diharapkan dapat menurunkan kondisi hiperandrogennya. Tindakan ini dapat menjadi pilihan apabila penderita menginginkan suatu kehamilan.
"Pilihan terakhir yang dapat ditempuh oleh penderita PCOS dalam menginginkan suatu kehamilan yaitu dengan melakukan IVF (bayi tabung)," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Mesyia Muhammad