jpnn.com - Kejutan perang peradaban di Piala Dunia Qatar berlanjut. Dunia seolah tidak percaya menyaksikan Maroko mempermalukan Spanyol 3-0 melalui adu tendangan penalti (6/12) .
Maroko menjadi satu-satunya tim Timur Tengah yang lolos ke babak 8 besar. Maroko menjadi satu-satunya tim non-unggulan yang merampas tiket dari Spanyol yang lebih dijagokan.
BACA JUGA: Jadwal 8 Besar Piala Dunia 2022: Maroko Menyatukan Arab
Sesuai memastikan satu tiket ke perempat final, pemain, pelatih, dan ofisial Maroko melakukan sujud syukur di atas lapangan.
Momen ini menjadi perhatian utama media Eropa dan mendapat komentar simpati dari publik sepak bola dunia.
BACA JUGA: Terancam Didepak Timnas Spanyol, Luis Enrique Ungkap Sebuah Janji
Sujud syukur menjadi ritual rutin yang dilakukan pemain-pemain Maroko selama Piala Dunia. Ketika lolos ke babak 16 besar mengalahkan Kanada, para pemain melakukan sujud syukur.
Ritual lainnya yang menjadi daya tarik publik dunia adalah kebiasaan pemain Maroko membawa ibunya ke stadion.
BACA JUGA: Fakta Memalukan Setelah Spanyol Takluk dari Maroko, Jadi Tim Terburuk
Media barat menyebut ritual ini sebagai ‘’The Power of Mother’’ atau kekuatan sang ibu, yang menjadi inspirasi dan motivasi para pemain Maroko.
Video yang beredar luas menggambarkan Ashraf Hakimi menghampiri ibunya setelah kemenangan atas Kanada yang mengantarkan Maroko lolos ke 16 besar.
Hakimi langsung menuju tribun memeluk dan mencium sang ibu dan menghadiahkan jersinya kepada sang ibu.
Penampilan Hakimi di lapangan sangat konsisten selama Piala Dunia.
Dia menjadi pemain yang paling berpengalaman karena bermain di klub-klub besar Eropa, seperti Inter Milan dan Paris Saint Germain yang dibelanya sekarang.
Bermain sebagai full back, Hakimi berhasil menggalang pertahanan yang kokoh seperti benteng yang tidak tertembus oleh penyerang-penyerang tajam Spanyol.
Hakimi menjadi algojo yang dengan dingin melakukan penalti ala Panenka. Ketenangan dan kepercayaan dirinya yang tinggi mungkin berkat kehadiran ibunya di tribun.
Pemain-pemain Eropa dan Amerika sibuk membawa WAG (wives and girlfriends) ke Piala Dunia dan berbagai perhelatan besar lainnya.
Setiap kali ada perhelatan besar bintang-bintang sepak bola Eropa selalu membawa WAG masing-masing.
Tidak jarang kehadiran WAG yang rata-rata selebritas papan atas itu memusingkan manajer tim karena tuntutannya yang bermacam-macam.
Kehadiran WAG tentu dimaksudkan untuk menambah semangat pemain.
Akan tetapi, tidak jarang kehadiran mereka malah kontra-produktif.
Itu sebabnya pelatih timnas Jerman Joachim Loew melarang pemain-pemainnya berhubungan seks selama pelaksanaan Piala Dunia 2018 di Rusia.
Beberapa tim seperti Brasil dan Meksiko juga pernah menerapkan larangan yang sama.
Bintang Marokko punya kebiasaan yang berbeda.
Alih-alih membawa WAG dan menempatkan mereka di tribun utama, pemain Maroko memilih membawa ibundanya dan menempatkannya di tribun depan.
Ashraf Hakimi yang paling konsisten dengan ritual itu.
Ketika malam tadi Maroko mengalahkan Spanyol, Hakimi menghampiri ibunya di tribun dan merangkul serta menciumnya.
Itulah yang menjadi pembeda Maroko dari tim Eropa.
Banyak pemain Maroko yang bermain di Eropa, terutama di Spanyol.
Kedekatan geografis dan sejarah kedua negara membuat banyak pemain Maroko lebih nyaman bermain di Spanyol.
Ashraf Hakimi bahkan lahir di Spanyol.
Hakim Ziyech lahir di Belanda.
Yasin Bounou lahir di Kanda.
Mereka semua menimba ilmu di Eropa, dan memakai ilmunya untuk menundukkan gurunya.
Itulah yang antara lain ditunjukkan oleh kiper Yasin Bounou yang menjadi pahlawan Maroko dalam adu penalti.
Yasin Bounou bukanlah sosok yang asing bagi Spanyol.
Dia sudah delapan tahun berada di kompetisi La Liga.
Pada 2012, Bounou merantau ke Spanyol untuk masuk Atletico Madrid B.
Dia direkrut dari klub utama Maroko, Wydad Casablanca.
Bounou tampil gemilang bersama tim cadangan Atletico.
Ia bermain dalam 47 laga selama dua musim, lalu promosi ke tim utama Atletico Madrid pada 2014.
Sayang, Bounou kalah bersaing dengan sederet kiper top seperti Jan Oblak dan Miguel Moya.
Pada 2014 hingga 2016, Bounou dipinjamkan ke klub divisi dua Liga Spanyol, Real Zaragoza.
Bounou tampil brilian dan mampu mencatat 15 clean sheets dari 38 laga.
Karier Bounou moncer setelah bergabung dengan Sevilla pada 2020.
Bounou berhasil mengamankan tempat sebagai kiper utama dan mencatat 53 clean sheets dari 120 laga.
Pemain bertinggi badan 192 cm itu, bahkan dinobatkan sebagai kiper terbaik La Liga pada 2021 lalu mengalahkan sederet penjaga gawang hebat, seperti Jan Oblak, Thibaut Courtois, hingga Marc-Andre ter Stegen.
Tahun ini Curtois terpilih sebagai kiper terbaik dunia dengan menerima tropi ‘’Lev Yashin’’, tetapi di Piala Dunia nasib Curtois mengenaskan.
Timnas Belgia yang dibelanya tersisih dan pemain-pemainya saling cekcok dan nyaris baku hantam di ruang ganti.
Curtois tampil buruk selama di Qatar dan bahkan mendapatkan nilai 4 dari media Eropa.
Sebaliknya, Bounou menjadi momok yang menakutkan bagi Spanyol.
Dia mencegat tendangan Carlos Soler dan Sergio Busquets dengan cemerlang.
Pablo Sarabia dibuat gugup sehingga tendangannya membentur tiang.
Busquets, salah satu pemain Spanyol dengan caps tertinggi, hanya bisa tercenung, tidak percaya tendangannya dimatikan.
Kepada wartawan seusai pertandingan, ia hanya bisa bergumam ‘’Maroko mengalahkan kami dengan cara yang kejam’’.
Pelatih Spanyol Luis Enrique sudah mengingatkan anak buahnya jauh-jauh hari supaya bersiap menghadapi momen mengerikan ini.
Setahun yang lalu Enrique sudah memberi PR kepada pemain-pemain Spanyol untuk berlatih melakukan tendangan penalti di klub masing-masing.
Tidak tanggung-tanggung, Enrique mengharuskan pemainnya melakukan tendangan penalti seribu kali.
Meski demikian, ketika momen itu tiba ternyata para pemain Spanyol yang justru dihinggapi demam panggung, grogi, dan panik.
Pemain-pemain Maroko dengan mental baja, nothing to lose, tanpa beban, justru tampil mematikan.
Tendangan Hakim Ziyech diarahkan dengan keras ke tengah gawang.
Tendangan Panenka Hakimi seolah menaburkan garam ke luka Spanyol.
Di babak delapan besar, Maroko akan menghadapi Portugal yang perkasa menggasak Switzerland 6-1.
Tanpa Ronaldo sebagai starter Portugal ternyata menjadi tim yang lebih garang.
Kemenangan ini menjadi yang terbesar selama pelaksanaan Piala Dunia Qatar.
Maroko sudah telanjur panas dan melaju seperti mesin yang sulit dihentikan.
Pertandingan melawan Portugal bukan sekadar pertandingan sepak bola, tetapi pertandingan peradaban yang mempunyai sejarah panjang sampai ke abad ke-16, ketika terjadi perang antara Maroko yang Muslim vs Portugal yang Kristen.
Dunia akan menahan napas menyaksikan Singa Atlas Maroko bertarung melawan Os Navigadores, para pelaut ulung Portugal. (**)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror