Sinyal Mendagri Bekukan FPI

Selasa, 14 Februari 2012 – 07:27 WIB
PENOLAKAN FPI - Massa berbondong-bondong ke Bundaran Besar Palangka Raya untuk turut menyampaikan penolakan terhadap kehadiran organisasi FPI. 11 Februari 2012. Foto: FOTO: BUD/KALTENG POS

JAKARTA–Aksi penolakan warga Kalimantan Tengah atas kedatangan massa Front Pembela Islam  (FPI), mendapat tanggapan luas. Penolakan tersebut memperkuat indikasi organisasi FPI mulai dikategorikan meresahkan masyarakat. Itulah yang menjadi alasan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memberikan sinyal pembekuan terhadap organisasi yang diasuh Rizieq Syihab ini. Alasannya, organisasi tersebut tidak selaras pada tujuan dan manfaat bagi masyarakat dan negara.

”Saat ini Kementerian Dalam Negeri tengah mengevaluasi beberapa ormas yang melakukan anarkhisme. Termasuk FPI, evaluasi itu dilakukan oleh direktur Kesabangpol Kemendagri,” tegas Gamawan Fauzi usai mengikuti rapat terbatas Menkopolhukam di Jakarta, Senin (13/2).

Menurutnya, evaluasi bagi FPI itu dilakukan sejak terbukti melakukan kekerasan sebanyak dua kali. Pertama kekerasan di Monas dan kedua kekerasan di kantor Kemendagri. Semua kekerasan tersebut, katanya, telah menimbulkan kerugian bagi negara.

Dalam mekanismenya, sambung dia, ormas yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi pembekuan. Proses itu diawali oleh pemberian teguran keras yang berjenjang, sampai pada pembekuan dan pembubaran. ”Hal itu bisa terjadi pada FPI yang saat ini masih dievaluasi oleh Kesbangpol,” ungkap mantan Gubernur Sumatera Barat ini.

Terkait penolakan warga di Kalimantan Tengah, Gamawan merasa tindakan cepat yang dilakukan gubernur setempat cukup baik. Dengan mengajak berbagai tokoh agama dan elemen masyarakat berdialog membahas penolakan tersebut. Prinsipnya, lanjut dia tidak boleh ada tindakan yang mengarah pada masalah SARA. Hal tersebut perlu menjadi penegasan bagi semua kelompok. “Kita tidak berharap penolakan tersebut dipahami sebagai persoalan SARA,” papar dia.

Lebih detail Gamawan menyebutkan pembentukan organisasi massa yang ada saat ini didasari oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985. Regulasi tersebut sudah tidak mengikuti perubahan zaman. Sehingga perlu ada revisi secepatnya.

Gamawan menjelaskan dalam UU No.8 Tahun 1985 tersebut sudah cukup memaknai tentang hakikat berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Tetapi harus ditegaskan lagi tujuan dan manfaat dari kegiatan ersebut. “Bukan hanya berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat orang boleh berorganisasi. Tapi juga dalam rangka membangun bangsa dan negara,” imbuhnya.

Dia menilai regulasi yang ada saat ini sangat lambat memberikan sanksi bagi ormas bermasalah. Karena terlalu panjang mekanisme lahirnya sanksi tersebut. Bahkan bisa pula putusan terhadap sanksi dibatalkan melalui pengadilan.

Hal itu, menurut Gamawan, tidaklah efektif dan baik. Bahkan banyak ormas yang ada tidak memiliki badan hukum yang jelas. Dengan sumber dana yang juga tidak dapat dipertanggung jawabkan. ”UU No. 8 Tahun 1985 itu terlalu panjang proses pembubarannya. Bisa masuk dalam perkara banding. Itu kan tidak baik,” paparnya.

Sementara itu, Habib Rizieq Syihab menegaskan keberadaan FPI di Kalteng tak ada penolakan. Itu dibuktikan dari keberadaan FPI didasari oleh keinginan masyarakat setempat. Bukan pada keinginan dari organisasi FPI. “FPI tetap akan didirikan di seluruh wilayah NKRI, terutama di Kalteng,”  ungkapnya.

Habib Rizieq memastikan tidak ada masyarakat Dayak yang menolak FPI, bahkan FPI pun telah diminta masyarakat Dayak untuk membelanya dalam konflik agraria yang terjadi antara masyarakat Dayak dengan perusahaan-perusahaan jahat yang dilindungi pejabat yang tidak kalah jahatnya. ”Jangan salah, yang mengepung FPI bukan orang dayak, tapi preman,” kelitnya.

Aksi Tanpa FPI
Sore ini lalu lintas di sekitar bundaran HI dipastikan lebih padat dari biasanya. Rencananya, mulai pukul 15.30 down town Jakarta itu akan menjadi lokasi aksi ’Indonesia Tanpa FPI’. Rencana aksi sudah tersebar sejak kemarin melalui jejaring sosial. 

"Kami pecinta damai lho Mas. Ini hanya sedikit menggeliatlah," ujar Tunggal Prameswi, salah satu aktivis perempuan yang terlibat pada aksi sore nanti kepada INDOPOS. Dalam berbagai jejaring sosial, mereka yang hendak bergabung disilakan datang dengan dress code warna hitam. Tunggal menyebut, dress code tidak harus hitam dan bebas saja.

Apa tidak takut FPI datang dan menandingi aksi? "Kalau takut terus ya kalah terus Mas. Emangnya negara ini punya FPI thok?" ujar Tunggal. Dalam kabar berantai di jejaring sosial, aksi ini diberi judul Aksi Damai Gerakan Indonesia Tanpa FPI. Tanpa kekerasan dan damai menjadi bingkai utamanya.

Menanggapi rencana ini, Habib Salim, salah satu sesepuh FPI Jakarta menyatakan akan memantaunya terlebih dahulu. "Kalau tujuan mereka memancing keributan, kami minta polisi membubarkan. Kalau polisi tidak bisa, umat Islam yang akan membubarkannya," katanya. Menurutnya, FPI tidak akan menggelar aksi tandingan.

Namun, di lapangan, Laskar Front Pembela Islam beserta ormas lain dalam Forum Umat Islam (FUI) akan ikut turun ke jalan. "Mereka (Gerakan Indonesia Tanpa FPI, Red)ini  kan bagian dari yang mengacaukan bangsa," sambungnya. Dia menambahkan, munculnya gerakan ini cukup aneh mengingat FPI selama ini diam-diam saja. (rko/tir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Kantongi Dua Tersangka Kasus Century


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler