Sistem Bikameral Indonesia Harus Berkaca dari Negara Besar

Senin, 13 September 2021 – 22:38 WIB
Wakil Ketua DPD RI Mahyudin saat membuka FGD bersama Universitas Diponegoro bertema 'Perspektif Daerah Untuk Optimalisasi Peran DPD RI' di Semarang, Jawa Tengah, Senin (13/9). Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, SEMARANG - Wakil Ketua DPD RI Mahyudin mengatakan Indonesia harus berkaca kepada banyak negara termasuk sejumlah negara besar dan mapan berdemokrasi dan sukses menerapkan parlemen bikameral, misalnya Inggris, Belanda, Jepang, Prancis, Spanyol, Italia dan lain-lain. Bahkan ada yang menerapkan bikameralisme murni (strong bicameral) seperti Aljazair.

Menurut Mahyudin, banyak negara besar yang demokratis menganut sistem bikameral sebagai suatu keniscayaan.

BACA JUGA: Respons Mahyudin Soal RUU BUMDes

“Sistem bikameral dalam demokrasi merupakan suatu keniscayaan. Walaupun bentuknya berbeda dengan Indonesia,” ucap Mahyudin saat membuka FGD bersama Universitas Diponegoro bertema “Perspektif Daerah Untuk Optimalisasi Peran DPD RI" di Semarang, Jawa Tengah, Senin (13/9).

Menurut Mahyudin, lahirnya DPD RI karena sebelumnya tidak adanya check and balances dalam praktik keparlemenan Indonesia.

BACA JUGA: Mahyudin Ingatkan Pentingnya Peran Media Menyukseskan Pilkada 2020

Untuk itu, diperlukan sistem bikameral atau kamar kedua, yang mewakili perwakilan dari daerah.

"Kenapa demikian? Karena Indonesia negara besar dan mayoritas berpusat di Pulau Jawa. Negara ini didirikan untuk semua kalangan, bukan suatu kelompok atau perorangan. Maka lahirlah kamar kedua untuk menyuarakan aspirasi daerah yaitu DPD RI,” kata senator asal Kalimantan Timur itu.

BACA JUGA: Gelar FGD di Kepri, Wujud Komitmen PPUU DPD RI Kawal RUU Daerah Kepulauan

Mahyudin mencontohkan selama ini Indonesia terlalu sentralistik yang bermuara pada Pulau Jawa. Jika melihat dari keterwakilan di Senayan, wilayah yang besar akan memiliki porsi yang besar juga.

“Selama ini jika dilihat dari Jawa Tengah untuk duduk di DPR RI membutuhkan 50 ribu suara. Tetapi DPD RI harus membutuhkan 1,4 juta suara. Artinya, masyarakat menaruh kepercayaan lebih kepada DPD RI,” terangnya.

Mahyudin menjelaskan kampus-kampus jangan diam saja melihat lemahnya kewenangan DPD RI. Kampus-kampus juga harus membantu berpikir bagaimana memperkuat DPD RI.

"Maka, hemat saya amendemen kelima menjadi keharusan,” kata Mahyudin.

Dia menilai sistem bikameral juga menjadi keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Dengan demikian akan menciptakan demokrasi yang sehat sehingga Undang-Undang yang lahir akan lebih berkualitas dan berkeadilan.

Eks Wakil Ketua MPR RIU ini mengatakan bikameral yang kuat tidak bisa ditawar lagi, karena dinamikanya akan menciptakan produk-produk perundangan yang adil dan berkualitas.

“Keputusan-keputusan itu juga dapat menciptakan kesempatan munculnya calon pemimpin independen yang mumpuni sehingga akan terbuka luas bagi siapapun yang ingin maju sebagai calon presiden, anggota DPR RI dan DPD RI,” kata Mahyudin.

Sementara itu, Ketua Departemen Ilmu Politik dan Pemerintah Undip Nur Hidayat Sardini menjelaskan DPD RI mempunyai peran penyeimbang dalam menghadapi oligarki. Untuk itu DPD RI harus di 'setup' kembali.

"Memang cara ini tidak akan berhasil karena ada kekhawatiran dalam proses pengambilan keputusan, maka dimatikanlah DPD RI. Bila perlu ke depannya DPD RI harus mempunyai hak veto, DPR RI saat ini seperti pemain tunggal, karena tidak ada check and balances," ujar Sardini.

Kepala Biro Pemerintahan, Otonomi Daerah dan Kerja Sama Provinsi Jawa Tengah Muhamad Masrofi mengatakan DPD RI merupakan jelmaan utusan daerah. Setelah otonomi daerah maka munculah DPD RI.

DPD RI sama seperti senator di Amerika tetapi berbeda jauh kewenangannya.

“Permasalahannya kewenangan DPD RI pada Pasal 22D UUD 1945. Jadi, ada kata 'dapat' di dalamnya. Kata ‘dapat’ ini sebenarnya yang membelenggu DPD RI," terangnya.

Kepala Departemen FISIP Undip Yuwanto mengatakan kehadiran DPD RI penting, tetapi kehadirannya sejauh ini tidak dirasakan.

Dia menilai bahwa DPD RI perlu dioptimalisasi dalam kewenangannya dengan melakukan amendemen UUD 1945.

“Jangan ada keraguan, memang perlu ada amendemen. Sebab jika DPD RI tidak memiliki kewenangan terkait fungsi otonomi daerah atau pemanfaatan SDA maka akan dikuasai oleh oligarki,” ucapnya.

Pada kesempatan ini, hadir juga Wakil Ketua Kelompok DPD RI Abdul Kholik, Wakil Ketua Komite I DPD RI Fernando Sinaga, Wakil Ketua BK DPD RI Yustina Ismiati, dan Ketua BKSP DPD RI Gusti Farid Hasan Aman.(jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : Friederich
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler