Sistem Devisa Bebas Picu Krisis Ekonomi

Kamis, 15 Maret 2012 – 16:03 WIB

JAKARTA--Penerapan sistem devisa bebas yang akan diberlakukan oleh MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada 2015 mendatang, ternyata akan memberikan dampak negatif bagi Indonesia.

Menurut Sjamsul Arifin, penasihat Dewan Gubernur Bank Indonesia bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional, di era globalisasi dan integrasi pasar keuangan dunia, aliran masuk modal asing (devisa bebas) mengandung potensi risiko. Yaitu terjadinya arus balik yang sulit diprediksi dan terjadi bersamaan sehingga mengganggu stabilitas bahkan dapat menimbulkan krisis seperti yang dialami Indonesia pada 1998.

"Sistem devisa bebas ada sisi positif dan negatifnya. Negatifnya, bisa menyebabkan krisis ekonomi karena itu harus diantisipasi biar tidak terjadi kejadian seperti tahun 1998," ujar Sjamsudin di Jakarta, Kamis (15/3).

Sedangkan sisi positif penerapan sistem devisa bebas dapat mempercepat pembangunan karena mendapatkan aliran modal asing. Apalagi di negara berkembang seperti Indonesia yang selalu menjadi kendala adalah kekurangan modal untuk investasi.

"Mengingat adanya dampak positif dan negatif dari lalu lintas modal luar negeri, maka liberalisasi sistem devisa dilaksanakan secara bertahap dan hati-hati," ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan Sjamsul, freer flow of capital di MEA 2015, tidak berarti aliran modal yang betul-betul bebas. Tetapi lalu lintas modal yang lebih bebas daripada kondisi saat ini walaupun masih terdapat unsur kebijakan atau kontrol.

Dia mencontohkan, bila di suatu negara ASEAN sebelum 2015 terdapat 10 unsur kebijakan yang bersifat kontrol. Dengan penghapusan lima di antaranya, berarti modal pada negara tersebut sudah bersifat freer flow (lebih bebas daripada sebelumnya).

"Bagi Indonesia, liberalisasi sistem devisa bebas tidak akan banyak membuat perubahan karena proses tersebut telah dilalui sejak puluhan tahun lalu," pungkasnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Saham Garuda, Bapepam Moderat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler