Kondisi tersebut membuat petugas Jakarta Approach tidak mengetahui apa yang terjadi. Karena sistem yang ada tidak memberi peringatan pada petugas, sampai pesawat menabrak tebing. "Alat ini (vector) sangat berguna, dimana operator (pengatur lalu lintas udara) bisa mengarahkan pilot untuk melewati daerah yang dinilai berbahaya. Selain itu Jakarta Radar juga belum dilengkapi MSAW untuk Gunung Salak. Untuk itu kita menilai perekaman kontur pegunungan di daerah Gunung Salak perlu dilakukan segera," ujar Kepala KNKT Tatang Kurnadi di Jakarta, Selasa (18/12).
Ia mengungkapkan hal tersebut, karena secara umum, jalur terbang pesawat Sukhoi yang jatuh menabrak tebing Gunung Salak pada 9 Mei 2012 lalu, cukup aman. Ini didasari fakta daerah selatan bukan merupakan daerah lalu lintas udara. "Jadi mengarahkan pesawat Sukhoi ke selatan, itu sudah dipertimbangkan. Namun alangkah bagusnya ke depan kontur-kontur yang tertinggi direkam, sehingga bisa lebih prepare," katanya.
Selain menyebut belum adanya vector dan MSAW, hasil investigasi KNKT juga menemukan kalau ternyata peta yang tersedia pada pesawat, tidak memuat informasi mengenai kontur pegunungan sekitar Bogor.
Temuan tersebut masih ditambah kondisi cuaca yang memang pada saat itu kurang baik. "Kalau melihat rekaman percakapan cockpit voice recorder, disebutkan awan cukup tebal. Jadi dapat disimpulkan puncak gunung tidak terlihat seluruhnya," ujar Tatang.
Pesawat Sukhoi diketahui jatuh di Gunung Salak saat melakukan uji terbang, 9 Mei lalu, sekitar pukul 14.32 WIB. Akibatnya seluruh penumpang dan awak pesawat yang berjumlah 45 jiwa, tewas di tempat. Pesawat disebut jatuh pada ketinggian 6.000 kaki diatas permukaan laut.(gir/jpnn).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Adhyaksa Jelaskan Proyek Hambalang ke KPK
Redaktur : Tim Redaksi