Ketika Shalise Leesfield mengetahui bahwa temannya, Ella, tak bisa bermain game komputer ‘Minecraft’ karena hidup dengan ‘cerebral palsy’, ia segera membuat versinya sendiri.

Mengetahui Ella tak bisa memegang mouse komputer, Shalise menciptakan palu kayu berkabel tembaga, yang ketika terhubung ke blok logam, memungkinkan temannya itu untuk membangun sebuah dunia game virtual.

BACA JUGA: Australia Susun Kebijakan Tanggapi Proklamasi RI

Siswa kelas 4 SD St Columba Anglican di Port Macquarie ini juga memprogram game, yang ia namai ‘Mindstraps’ itu.

"Ia mengambil alat dengan mudah, melilitkannya di sekitar tangan dan ia bisa menyentuh blok dengan mudah. Saya menghabiskan seluruh liburan saya untuk melukis blok itu,” ceritanya.

BACA JUGA: Mengenang Kembali Pertempuran di Long Tan

Game ‘Mindstraps’ membuat penggunanya menggenggam palu di tangan dan menyentuh blok yang akan memicu blok virtual di game tersebut.

ABC; Amanda Hoh

Ia menuturkan, "Ini benar-benar menyenangkan. Ini pertama kalinya saya melakukan sesuatu seperti ini dan saya benar-benar menyukainya."

BACA JUGA: Atlet Keturunan China di Tim Olimpiade Australia

Shalise berada di antara puluhan siswa yang menampilkan penemuan mereka dalam Konferensi Penemu Muda di Museum Powerhouse Sydney untuk Pekan Ilmu Pengetahuan (Science Week).

Acara ini mewajibkan para siswa menampilkan proyek mereka yang dirancang dalam program STEM sekolah dengan menggunakan kemampuan teknik, pemrograman komputer dan desain. Siswa kelas 3 SMP, Christopher Palin, siap berdiskusi dengan gurunya untuk mengimplementasikan teknologi pencatat absen miliknya.

ABC; Amanda Hoh

Sistem absen otomatis

Berdiri di samping Shalise adalah siswa kelas 3 SMP, Christopher Palin, yang baru saja mendapat penghargaan ‘Penjelajah Teknologi Informasi dan Komputer (ICT)  Muda’ tahun ini untuk wilayah New South Wales.

Ia merancang sebuah sistem absen otomatis menggunakan RFID, atau identifikasi frekuensi radio, yang biasa dibuat untuk menggesek kartu mahasiswa.

"'Saya sudah mulai berbicara kepada sekolah dan saya mendapat respon yang baik dari para guru untuk membuat ide ini terlaksana," katanya. Hannah Foote (kanan) dan Abby Leong dengan desain mereka untuk tantangan arsitektur yang terinspirasi dari dongeng ‘3 Babi Kecil’.

ABC; Amanda Hoh

Tangan bionik

Etolye Blaquiere dan timnya dari Sekolah Wenona mencetak tangan mereka secara 3D (3 dimensi) dan membangun sensor fleksibel ke tangan prostetik sehingga meniru gerakan orang yang memakai sarung tangan yang terkoneksi.

"Hal ini bisa mengarah ke mana pun yang tak ingin Anda telusuri atau yang tak aman bagi Anda untuk mempelajari ilmu ruang angkasa atau menonaktifkan bom," jelasnya.

"Saya pikir saya ingin menjadi insinyur biologi -sebagian besar dari itu adalah prostetik," ujar Etolye Blaquiere.

Menantang desain rumah di dongeng ‘3 Babi Kecil’

Beberapa kelompok di konferensi tersebut bersaing dalam tantangan arsitektur untuk membangun rumah "tahan serigala" (tahan guncangan) yang ramah lingkungan.

Hannah Foote dari Sekolah Inaburra memiliki desain yang jauh lebih rumit daripada jerami, tongkat atau rumah bata dalam dongeng aslinya. Etoyle Blaquiere menjelaskan sistem robotik di balik tangan bionik buatanyya kepada siswa lainnya.

ABC; Amanda Hoh

Timnya merancang alarm serigala dalam bentuk tikar bertuliskan ‘welcome’ yang berbunyi ketika seseorang atau sesuatu berdiri di atasnya.

"Tak ada cara untuk menjadi bijaksana dan masuk ke rumah," sebutnya.

Memetakan langkah ke depan

Morgan Owen dan John Fichera telah belajar bahasa pengkodean komputer dan HTML sejak mereka duduk di TK.

Sekarang di kelas 3 SD, siswa Sekolah Gramma Internasional ini memprogram tanaman berpot dan bulunya bergerak ketika mendeteksi suara. Morgan Owen (kanan) dan John Fichera memprogram obyek untuk mengikuti jalur dan merespon suara.

ABC; Amanda Hoh

Mereka juga mengkode mainan lebah di atas roda untuk mengikuti rute tertentu.

Untuk tujuan pameran ini, jalur suara dibuat dari kertas ‘post-it’.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterjemahkan: 16:40 WIB 16/08/16 oleh Nurina Savitri.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

BACA ARTIKEL LAINNYA... Media Sosial Sumber Rujukan Utama di Australia

Berita Terkait