jpnn.com, MOROWALI UTARA - Gedung SD Negeri 1 Kolonodale, Morowali Utara, Sulteng, kondisinya memprihatinkan, termasuk fasilitas di ruang kelasnya.
Padahal, sekolah yang berdiri sejak tahun 1951 itu berada di ibukota kabupaten Morowali Utara.
BACA JUGA: Porsi Gaji Guru Honorer Diusulkan 30 Persen Dana BOS
Setiap ujian nasional para murid sekolah ini mengumpulkan uang Rp10 ribu per orang. Dana itu digunakan membeli bahan untuk menambal atau melapisi meja belajar yang bolong-bolong.
Sepintas, sekolah permanen tersebut terlihat kokoh dengan polesan warna terang di dindingnya. Namun saat diperhatikan lebih dekat, kondisinya ternyata tak layak difungsikan.
BACA JUGA: Ini Gedung SD Negeri, di Indonesia Bung!
Meski berada di jalan poros, keberadaan SD Negeri 1 Kolonodale kerap luput dari pantauan. Pasalnya, sekolah ini berada di bukit wilayah admistratif Kampung Bugis, Kelurahan Kolonodale, Kecamatan Petasia.
Bukannya lepas dari perhatian pemerintah daerah, kata Adris Ganoli, kepala sekolah itu. Menurutnya, ada anggaran Rp 1,5 miliar dalam APBD Morut 2017 untuk bangun baru gedung sekolah yang baru dipimpinnya sebulan ini.
BACA JUGA: Disdik Ancam Bekukan Sekolah Jumlah Siswanya Sedikit
Sayangnya, dana itu dibatalkan karena lokasi pengembangan dinilai yang tidak layak.
"Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kita membatalkan pembangunan gedung baru sekolah ini. Saya setuju (pembatalan) karena memang lokasi baru yang ditunjuk sangat tidak layak," ujar Adris kepada Radar Sulteng (Jawa Pos Group).
Hanya saja, katanya yang saat itu bersama Ketua Komite Faisal Dg Siame, OPD tersebut tidak mesti menanggalkan permohonan pihaknya tentang pengadaan mebel untuk 124 murid di sekolah ini.
Permintaan itu, menurut Adris sudah melalui mekanisme yang benar. Sebagai bukti, dia menunjukan foto copy proposal pengadaan mebel.
Bahkan melalui Camat Petasia Wirda Faozah Ali, proposal itu sudah sampai ke Bupati Morut Aptripel Tumimomor.
"Anggarannya kan sudah ada, kita minta sebagian kecil untuk mengganti meja dan kursi murid yang banyak tidak layak pakai. Tapi kata orang dinas, semuanya sudah dihapus. Entah TAPD atau saat pembahasan di DPRD, kami tidak paham," tandasnya.
Pun demikian, dia berharap masih ada kesempatan agar kebutuhan itu diakomodir pada APBD Perubahan tahun ini. Sebab tidak ada cara lain untuk memenuhi hak anak murid karena dana BOS mereka tergolong kecil.
"Harapan kami kondisi sekolah ini dapat menjadi salah satu perhatian Pak Bupati. Karena saya yakin Pak Bupati tidak akan membiarkan keadaan ini terus berlangsung. Apalagi visi misi beliau mengangkat soal pendidikan," harap Andris.
Ketua Komite SD Negeri 1 Kolonodale juga sama berharap kepekaan Pemkab Morut melalui OPD terkait.
"Permintaan kami tidak muluk-muluk, hanya berharap bangku dan meja anak-anak di sini diganti yang lebih baik. Seringkali anak-anak mengeluh karena terjepit bangku kelas yang reot," kata Faisal.
Dari kondisi orangtua wali murid yang dominan petani dan nelayan ala kadarnya, Faisal mengaku tidak tega mengajukan keputusan untuk mengajak para wali murid patungan dana agar bisa membeli mebel.
"Hanya beberapa orang murid saja yang orangtuanya berada, selebihnya dari keluarga sederhana," pungkas dia.
Camat Petasia yang datang menjemput anaknya di SD Negeri 1 Kolonodale membenarkan soal proposal itu.
Namun menurut Warda, tidak terakomodirnya permohonan ini disebabkan pemotongan anggaran dari pemerintah pusat lebih dari Rp20 miliar yang berdampak pada pemangkasan anggaran seluruh OPD lingkup Pemkab Morut.
"Iya saya sendiri yang mengantar proposal itu. Sayangnya ada pemangkasan anggaran. Tapi saya juga menyayangkan dinas pendidikan yang tidak melihat realita sekolah yang benar-benar membutuhkan bantuan. Melapisi meja belajar itu sebagai gambaran bahwa sekolah ini memang butuh bantuan," ungkap Wirda.
Dari pantauan Radar Sulteng (Jawa Pos Group), kondisi meja dan kursi sejumlah kelas di SD Negeri 1 Kolonodale benar tak layak pakai.
Kursi dan meja yang rusak disusun bersamaan. Hanya beberapa pintu kelas yang tampak baru diganti dan itu menggunakan dana BOS.
Sementara papan sekat ruangan sudah diganti karena banyak yang lapuk. Selain itu, ada pagar beton yang dibangun saat masa pemerintahan Andi Muhammad dan Datlin Tamalagi.
"Mantan Bupati Morowali Andi Muhammad dulunya sekolah di sini," imbuh Faisal. (ham)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Satu pun Guru Honorer Penuhi Syarat
Redaktur & Reporter : Soetomo