BOGOR – Sidney Maratiana, (10) siswi kelas IV SDN Sindangrasa tergolek. Dia tak bisa berjalan akibat tumor sebesar bola sepak di lutut kirinya. Bungsu pasangan Kusmara (44) dan Tina Hayati (42) ini, tak bisa berobat karena terkendala biaya mahal. Tubuhnya kering kerontang, sementara bagian lututnya tampak benjolan sebesar bola sepak. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Tina kini berharap bantuan pemerintah dan para dermawan, untuk kesembuhan anaknya. Warga Kampung Muara Warga RT06/07, Kelurahan Sidangrasa, Kecamatan Bogor Timur itu tak dengan biayai pengobatan yang mahal.
Tina mengatakan, pembengkakan itu terjadi sejak 8 bulan lalu, saat Sidney terjatuh dari sepeda. “Awalnya saya kira hanya bengkak biasa, kemudian diurut. Ternyata, bengkaknya semakin membesar,” ujar dia.
Dia mengaku, sudah membawa Sidney ke RS PMI, diagnosanya Sidney terkena tumor, sehingga dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Di RSCM, Sidney harus dikemoterapi, dengan biaya sebesar 10 juta. ”Ini sangat besar nilainya bagi kami, dengan gaji suami saya yang bekerja di PT Unitex, yang hanya mencukupi biaya makan sehari-hari,” kata dia.
Dia mengungkapkan, sejauh ini keluarga hanya melakukan pengobatan alternatif. “Kami sudah berusaha membuat surat Jamkesda, tetapi saat membawa surat keterengan tidak mampu (SKTM), dinas kesehatan Kota Bogor beralasan, karyawan biasa tidak bisa, karena dijamin perusahaan,” katanya.
Tina menjelaskan, dari tempat perusahaan suaminya bekerja, hanya mendapat bantuan sebesar Rp75 ribu sebulan. “Kita dibantu sebesar 2 juta tiga ratus selama 18 bulan, dan itu masih kurang. Biaya alternatif saja mencapai Rp2 sampai Rp3 juta sebulan,” papar dia.
Kondisi itu, kata dia, membuat sidney prustasi. Anak bungsunya itu sering mengeluh. “Bahkan sampai bilang Saya minta mati saja,” ujarnya menirukan perkataan anaknya itu.
Sementara itu, Ketua RT 06 RW 07 Dase mengatakan, sudah berusaha membantu Sidney, agar peserta Jamkesda ke dinas kesehatan. “Tapi tidak bisa. Alasannya, karyawan sebuah perusahaan ditanggung perusahaan,” katanya.
Dari DPRD, Komisi D gerah. “Jelas tidak bisa didiamkan. Ini harus ditindaklanjuti, besok kami akan undang Dinkes, untuk segera mengurus korban. Ini sangat darurat, jangan dibuat main-main,” ungkap Anggota Komisi D DPRD Kota Bogor, Oyok Sukardi, kemarin.
Politisi flamboyan Golkar itu nampaknya cukup kesal dengan kinerja Dinkes selama ini. Bagaimana tidak, sudah berkali-kali keluhan pelayanan jamkesda dan SKTM selalu berulang. “Ini akan kami tidak lanjuti,” katanya.
Jelas tak sinkron jika melihat situasi anggaran. Jatah anggaran untuk jaminan kesehatan keluarga miskin, tahun ini meletup hingga Rp20 miliar. Anggaran tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp13 miliar.
Bertambahnya anggaran tersebut mengacu pada peraturan pemerintah yang mengharuskan 10 persen anggaran kesehatan dari APBD. “Ya, tahun ini meningkat. Tahun lalu jatahnya hanya Rp12 miliar, ditambah Rp1 miliar dari Pemprov,” terang anggota Badan Anggaran DPRD Kota Bogor, Usmar Hariman.
Anggaran tersebut, kata dia, masih jauh dari kebutuhan pelayanan kesehatan di Kota Bogor. Ia mencontohkan, anggaran yang ada saat ini tidak mampu membangun RSUD. Untuk mengambil alih RS Karya Bakti saja, pemkot memerlukan anggaran sebesar Rp50 miliar. “Nilainya memang besar,” kata dia.
Saat ini juga, DPRD tengah menggodok Perda tentang Jamkesda. Nantinya, perda tersebut akan menjadi acuan dan penguatan pelayanan kesehatan bagi warga tidak mampu. “Nantinya perda ini mewajibkan semua rumah sakit menggratiskan biaya pengobatan untuk warga pemegang SKTM (surat keterangan tidak mampu, red),” tegasnya.(yus)
Tina kini berharap bantuan pemerintah dan para dermawan, untuk kesembuhan anaknya. Warga Kampung Muara Warga RT06/07, Kelurahan Sidangrasa, Kecamatan Bogor Timur itu tak dengan biayai pengobatan yang mahal.
Tina mengatakan, pembengkakan itu terjadi sejak 8 bulan lalu, saat Sidney terjatuh dari sepeda. “Awalnya saya kira hanya bengkak biasa, kemudian diurut. Ternyata, bengkaknya semakin membesar,” ujar dia.
Dia mengaku, sudah membawa Sidney ke RS PMI, diagnosanya Sidney terkena tumor, sehingga dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Di RSCM, Sidney harus dikemoterapi, dengan biaya sebesar 10 juta. ”Ini sangat besar nilainya bagi kami, dengan gaji suami saya yang bekerja di PT Unitex, yang hanya mencukupi biaya makan sehari-hari,” kata dia.
Dia mengungkapkan, sejauh ini keluarga hanya melakukan pengobatan alternatif. “Kami sudah berusaha membuat surat Jamkesda, tetapi saat membawa surat keterengan tidak mampu (SKTM), dinas kesehatan Kota Bogor beralasan, karyawan biasa tidak bisa, karena dijamin perusahaan,” katanya.
Tina menjelaskan, dari tempat perusahaan suaminya bekerja, hanya mendapat bantuan sebesar Rp75 ribu sebulan. “Kita dibantu sebesar 2 juta tiga ratus selama 18 bulan, dan itu masih kurang. Biaya alternatif saja mencapai Rp2 sampai Rp3 juta sebulan,” papar dia.
Kondisi itu, kata dia, membuat sidney prustasi. Anak bungsunya itu sering mengeluh. “Bahkan sampai bilang Saya minta mati saja,” ujarnya menirukan perkataan anaknya itu.
Sementara itu, Ketua RT 06 RW 07 Dase mengatakan, sudah berusaha membantu Sidney, agar peserta Jamkesda ke dinas kesehatan. “Tapi tidak bisa. Alasannya, karyawan sebuah perusahaan ditanggung perusahaan,” katanya.
Dari DPRD, Komisi D gerah. “Jelas tidak bisa didiamkan. Ini harus ditindaklanjuti, besok kami akan undang Dinkes, untuk segera mengurus korban. Ini sangat darurat, jangan dibuat main-main,” ungkap Anggota Komisi D DPRD Kota Bogor, Oyok Sukardi, kemarin.
Politisi flamboyan Golkar itu nampaknya cukup kesal dengan kinerja Dinkes selama ini. Bagaimana tidak, sudah berkali-kali keluhan pelayanan jamkesda dan SKTM selalu berulang. “Ini akan kami tidak lanjuti,” katanya.
Jelas tak sinkron jika melihat situasi anggaran. Jatah anggaran untuk jaminan kesehatan keluarga miskin, tahun ini meletup hingga Rp20 miliar. Anggaran tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp13 miliar.
Bertambahnya anggaran tersebut mengacu pada peraturan pemerintah yang mengharuskan 10 persen anggaran kesehatan dari APBD. “Ya, tahun ini meningkat. Tahun lalu jatahnya hanya Rp12 miliar, ditambah Rp1 miliar dari Pemprov,” terang anggota Badan Anggaran DPRD Kota Bogor, Usmar Hariman.
Anggaran tersebut, kata dia, masih jauh dari kebutuhan pelayanan kesehatan di Kota Bogor. Ia mencontohkan, anggaran yang ada saat ini tidak mampu membangun RSUD. Untuk mengambil alih RS Karya Bakti saja, pemkot memerlukan anggaran sebesar Rp50 miliar. “Nilainya memang besar,” kata dia.
Saat ini juga, DPRD tengah menggodok Perda tentang Jamkesda. Nantinya, perda tersebut akan menjadi acuan dan penguatan pelayanan kesehatan bagi warga tidak mampu. “Nantinya perda ini mewajibkan semua rumah sakit menggratiskan biaya pengobatan untuk warga pemegang SKTM (surat keterangan tidak mampu, red),” tegasnya.(yus)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Garap Supadio, Rp 1,6 Triliun Dikucurkan
Redaktur : Tim Redaksi