Siti Badriah: Jual Beli TKW Bukan yang Pertama

Selasa, 18 September 2018 – 17:09 WIB
Ilustrasi handphone. Foto: AFP

jpnn.com, JAKARTA - Kasus penjualan tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia di sebuah situs jual-beli online, Carousell, di Singapura, terkuak. Pemerintah Indonesia melancarkan protes kepada Singapura.

Aktivis Migrant Care Siti Badriah mengungkap kasus jual-beli TKW asal Indonesia bukan yang pertama kali. Menurut Siti, sebelumnya juga pernah ada kasus yang seperti ini. Bahkan, para TKW dipajang di mal.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Kutuk Jual Beli TKW secara Online

"Pernah juga di mal itu mereka dipajang. Jadi majikan nanti akan memilih mana yang akan diambil," kata Siti dalam diskusi "Kasus Penjualan TKI di Singapura: Bagaimana Nasib UU TKI?” di gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/9).

"Sebenarnya praktik seperti ini dari dulu memang ada," ungkap mantan TKW yang pernah bekerja di Malaysia, itu.

BACA JUGA: MPR Kutuk Jual Beli TKW Online

Siti menceritakan, ketika sudah bekerja beberapa bulan tapi dianggap tidak cocok oleh majikan, maka pekerja migran itu akan dikembalikan kepada agen. Ada pula pekerja migran yang merasa pekerjaannya dengan majikan tidak cocok, lalu meminta dikembalikan kepada agen.

Lantas, ujar dia, agen akan memajang foto sang pekerja migran tersebut di kantornya. Majikan kemudian memilih pekerja yang akan dibawa pulang ke rumah untuk bekerja.

BACA JUGA: Pengelolaan TKI Masih Amburadul, BNP2TKI Harus Diaudit

"Jadi memang seperti itu dari dulu," tegasnya.

Dia menjelaskan Migrant Care pernah menangani kasus serupa di Arab Saudi. Modusnya, ujar dia, pekerja migran setiap hari dibawa ke sebuah mal di sana. Lalu pekerja migran dan teman-temannya dipajang di mal.

"Nanti majikan akan datang dan memilih mana pekerja yang akan dipilih untuk bekerja di rumahnya," ujarnya.

Menurut dia, majikan memilih kemudian mengontrak sang pekerja migran lewat agen. Namun, kontraknya bukan dua tahun. Melainkan hanya tiga bulan. Menurut Siti, tiga bulan itu masih masa percobaan. Selama tiga bulan itu, pekerja migran tidak mendapatkan uang apa pun.

"Istilahnya tidak dapat gaji sama sekali. Karena setiap tiga bulan diambil, kemudian dikembalikan ke agen," katanya.

Menurut Siti, rekannya pekerja migran yang selamat dari modus operandi itu berhasil pulang setelah mendapatkan telepon seluler. Rekannya menelepon sang suami. Lalu, suaminya mengadu ke sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang merupakan mitra Migrant Care.

Dia menambahkan, Migrant Care mengadu kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Lalu, Kemenlu baru meneruskan kasus ini kepada pemerintah Arab Saudi.

"Di situ katanya ada 400 orang dan yang berhasil pulang ke Indonesia hanya dua orang," katanya.

Jadi, tegas dia, pekerja migran yang satunya itu sudah tiga bulan dipajang tapi tidak ada satupun majikan yang mengambil. Sedangkan satu pekerja migran lainnya, kata dia, berhasil mendapat majikan, tapi tiga bulan dikembalikan ke agen dan tidak menerima gaji apa pun.

Lebih lanjut Siti mengatakan sebenarnya di Singapura banyak terjadi kasus berkaitan dengan pekerja migran. Misalnya, ujar dia, ada yang meninggal karena jatuh dari ketinggian, termasuk pekerja migran yang dihukum mati. Hanya saja, persoalan tersebut kurang terekspos.(boy/jpnn)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler