Beberapa bulan lagi pendakian bukit batu Uluru di Australia Tengah akan ditutup, sejumlah pelaku usaha dan otoritas setempat merumuskan inisiatif agar wisatawan tetap ramai berkunjung ke situs monolit kuno itu pasca penutupan. 01Uluru Pasca Penutupan Pendakian:Larangan pendakian di Uluru mulai berlaku pada 26 Oktober 2019Turis berbondong-bondong ke Australia tengah untuk memanjat Uluru Beberapa orang mempertanyakan apakah jumlah wisatawan akan anjlok setelah penutupan
BACA JUGA: Ponsel Akan Dilarang Di Seluruh Sekolah Negeri Di Victoria Mulai Tahun 2020
Pengelola Taman Nasional Uluru-Kata Tjuta di Australia tengah mengatakan tawaran wisata yang difokuskan pada budaya dan negara akan dapat membuat orang tetap mengunjungi taman nasional ini.
Manajer taman nasional Uluru-Kata Tjuta, Mike Misso mengatakan pihaknya telah mengajukan beberapa rencana untuk mendefinisikan kembali situs yang telah menjadi tujuan wisata ikonik di Australia ini.
BACA JUGA: Pengakuan Seorang Pastor Tasmania Soal Pelecehan Seksual yang Dialaminya
Dia mengatakan ide-ide baru sedang dirundingkan dengan operator tur komersial, dan mereka termasuk sejumlah usaha yang melibatkan pemilik tradisional dan pelaku usaha.
"Ide-ide ini akan memberi pengunjung pengalaman yang fantastis berdasarkan budaya dan alam tetapi juga memberi manfaat bagi pemilik tradisional," kata Misso.
BACA JUGA: Warga Asal Indonesia di Australia Paling Banyak Tinggal di Sydney dan Melbourne
Larangan memanjat batu Uluru akan mulai diberlakukan pada 26 Oktober mendatang.
Sejak penutupan itu diumumkan fasilitas akomodasi di pusat wisata Yulara, yang terletak lebih dari 440 kilometer barat daya Alice Springs, mengaku kewalahan melayani pengunjung.
Bahkan sejumlah operator menggambarkan permintaan akomodasi tahun ini "sangat luar biasa".
Mike Misso mengatakan mereka sadar beberapa orang bergegas untuk mendaki Uluru dan jumlah pengunjung dapat menurun drastis setelah larangan itu diberlakukan.
"Kami memperkirakan jumlah kunjungan akan sedikit anjlok, karena ini adalah pengunjung yang datang untuk memenuhi harapan terakhir mereka," kata Mike Misso.
Tetapi Misso mengatakan dirinya tetap optimis tentang masa depan wisata di taman nasional Uluru-Kata Tjuta.
"Mereka yang datang belakangan ini mungkin akan menjadi orang-orang yang akan datang kembali kesini dalam tiga hingga lima tahun mendatang."
"Tetapi kami masih berharap jumlahnya akan tetap tinggi setelah penutupan pendakian," katanya.
Pemilik tradisional Sammy Wilson, yang memimpin dewan taman nasional Uluru-Kata Tjuta, memiliki pendapat serupa.
"Dari generasi ke generasi akan selalu ada orang yang ingin mengunjungi Uluru," katanya.
Wilson - yang sebelumnya terkenal karena menyatakan Uluru bukan taman hiburan "seperti Disneyland" - mengatakan dia tidak keberatan orang-orang yang bergegas untuk memanjat sebelum larangan diberlakukan.
Namun, katanya, bahwa setelah itu, ia berharap orang-orang akan menghormati keinginan masyarakat Anangu setempat.
"Kami tidak bermaksud menjauhkan batu dari wisatawan yang datang berkunjung ke wilayah kami. Tapi hanya saja kami ingin masyarakat menghormati keputusan kami," katanya. Photo: Sebuah papan pemberitahuan dalam bahasa Anangu di kaku bukit batu Uluru yang meminta wisatawan untuk tidak memanjat batu itu. (ABC News: Caroline Winter)
Hormati pemilik tradisional
Andrew Peters, dosen senior pariwisata Pribumi di Universitas Swinburne, mengatakan rencana baru itu memiliki potensi.
"Fokusnya harus dikurangi pada apa yang saya sebut pengalaman egois turis - berjalan di atas batu ini, untuk mengambil beberapa foto, membawa pulang suvenir, dan apa yang akan mereka dapatkan darinya - tapi selanjutnya adalah tentang apa manfaatnya bagi para wisatawan dan orang yang menjadi tuan rumah dari situs wisata Uluru,"katanya.
"Bagi saya, ini adalah tentang membuat pengunjung berperilaku dengan cara yang sesuai dengan harapan pemilik tradisional, bukan harapan dari pariwisata arus utama, yaitu tentang melayani kebutuhan pengunjung, bukan kebutuhan tuan rumah."
"Sebagai wisatawan, kita perlu lebih menyadari dampak dan jejak kita pada tempat-tempat yang kita kunjungi - bukan hanya fisik tetapi sosial dan budaya.
"Bali adalah contoh besar dari hal itu, di mana orang Australia telah menjadi penyebab utama dalam membentuk dan tentu saja merusak budaya Bali terkait bagaimana cara masyarakat Australia berperilaku sebagai pengunjung." Photo: Wisatawan berbondong-bondong mendaki Uluru meskipun pemilik tradisional keberatan. (Terry Trewin: AAP, file photo)
Peters mengatakan adalah hal yang mengecewakan karena butuh diterbitkannya larangan resmi untuk menghentikan pengunjung memanjat Uluru.
"Dari sudut pandang saya sebagai orang akademis dan Aborigin, melihat orang berjalan di atas batu Uluru itu benar-benar menyinggung karena para pemilik tradisional Uluru tidak menginginkan pengujung berjalan di atasnya. " katanya.
"Saya pikir [penutupan pendakian di Uluru] akan berdampak, tetapi pariwisata adalah industri yang tangguh dan saya pikir mereka yang mengelola taman akan menemukan cara untuk menghasilkan pendapatan dan memberikan pengalaman lain.
Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karya Seni Rupa 20 Seniman Indonesia Pertama Kali Ditampilkan Bersama di Canberra