JAKARTA - Wakil Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoedin mempersilakan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit proyek pembelian enam unit pesawat tempur Sukhoi type SU-30MK 32 buatan Rusia itu.
Hal itu disampaikan Sjafrie di gedung DPR RI dalam menanggapi tudingan beberapa LSM yang mencurigai adanya penyelewengan dana dari pagu anggaran pembelian sebesar USD 470 juta, maupun pernyataan Presiden SBY yang memerintahkan membuka dan menginvestigasi secara utuh pembelian pesawat tempur Sukhoi itu.
Pembelian peswat jet tempur Sukhoi merupakan bagian dari upaya modernisasi alutsista periode 2010-2014 yang diperkirakan mamakan anggaran hingga Rp 149,78 triliun.
Sjafrie menegaskan, dalam pengadaan proyek tersebut belum ada dana negara yang sudah dikeluarkan dalam proses pengadaan enam pesawat Sukhoi, termasuk belum adanya pembayaran uang muka yang diberikan pemerintah RI.
”Kalau kontrak belum efektif, berarti belum ada pengeluaran dana. Jika BPKP mau turun, kami persilakan dilakukan pre-audit agar soal semuanya clear,” tegasnya di ruang Komisi I DPR RI saat menggelar Raker dengan Komisi I, Senin (26/3). Dia lantas menambahkan kalau Kemenhan tidak mempermasalahkan instruksi presiden yang menyatakan harus dilakukan audit.
Menurutnya, pembelian pesawat tempur Sukhoi dari Rusia tersebut menggunakan kredit komersial biasa, dan bukan pinjaman luar negeri. Hal ini karena state credit tidak disetujui pihak pemerintah Rusia selain karena Kementerian Keuangan RI tidak memasukkan pembelian Sukhoi dalam state credit Indonesia.
Kementerian Keuangan RI sendiri hanya mengakomodasi penggunaan state credit untuk pembelian kapal selam kiloclass diesel electric dari sisa state credit sebesar USD 700 juta. State credit negara telah digunakan sebesar USD 300 juta dari total alokasi sebesar USD 1 miliar.
”State credit di dalamnya tidak terdapat Sukhoi karena dalam state credit pemerintah Rusia tidak mengakomodasi sukhoi. Yang diakomodasi pemerintah adalah kapal selam. Tapi, karena kita tidak membeli kapal selam, sisanya pernah diusulkan oleh Kemenhan agar bisa digunakan untuk beli Sukhoi. Tapi, tidak disetujui federal service on militery technical operation di Rusia,” ungkap Sjafrie.
Dikatakan, kontrak pengadaan pesawat Sukhoi saat ini belum efektif sehingga belum ada pengeluaran dana dari kas negara. ”Posisinya kan sekarang menunggu persetujuan pencairan tanda bintang (persetujuan) dari DPR,” lontarnya.
Sedangkan anggota Komisi I dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga perlu turun tangan untuk mengaudit proses pengadaan Sukhoi, guna mengetahui potensi kerugian negara di samping BPKP yang juga harus melakukan tugasnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan mendatangi Komisi I DPR untuk melaporkan sejumlah kejanggalan dalam pembelian enam pesawat tempur Sukhoi. Gabungan LSM yang dimotori ICW itu, dalam laporannya, terungkap kalau proses pengadaan dalam proyek itu justru melibatkan agen alias broker selaku pihak ketiga. Yakni PT Trimarga Rekatama milik pengusaha Sudjito SG selaku agen JSC Rosoboron Export Rusia yang artinya telah keluar dari konteks semangat G to G (pemerintah ke pemerintah).
Selain itu, LSM gabungan ini juga mempertanyakan pengunaan dana senilai Rp 1,2 triliun dalam transaksi pembelian pesawat itu termasuk ditemukannya selisih harga pembelian Sukhoi yang berbeda-beda sehingga menimbulkan keganjilan dan ketidakwajaran.
Gabungan LSM juga menduga kalau Kemenhan lebih memilih menggunakan skema pembelian Sukhoi dengan sumber dana pinjaman luar negeri alias kredit komersial atau kredit ekspor (KE), ketimbang menggunakan fasilitas pinjaman negara (state loan ) sebesar USD 1 miliar yang telah disediakan Pemerintah Rusia.
Anggota Komisi I dari Fraksi PAN, M Najib, menyatakan, jika terbukti adanya pelibatan pihak ketiga (PT Trimarga Rekatama) dalam proyek tersebut maka besar kemungkinan telah melanggar undang-undang yang ada. Bahkan, keterlibatan perusahaan ini dinilai terlalu besar, sehingga dinilai cukup mempengaruhi pembelian pesawat tempur Rusia ini. ”Ini yang harus ditelusuri,” tegasnya digedung DPR, Senin (26/3).
Senada dengan M.Najib, Helmi Fauzi yang juga anggota Komisi I menyatakan besar kemungkinan perusahaan itu menjadi perantara yang justru hanya merepotkan proses pembelian nantinya. ”Dalam iklan resminya, jelas perusahaan itu sebagai agen. Makanya harus diperjelas lagi apakah proses pembelian Sukhoi ini G to G atau agensi,” tegas Helmi.
Menurut Helmi, dalam proses ini membuktikan adanya kesimpangsiuran dalam proses pengadaan Sukhoi. ”Harus segera dibenahi,” pungkasnya.
Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengungkapkan, saat rapat bersama Duta Besar Rusia beberapa waktu lalu, pihaknya pernah menanyakan apakah sisa state credit bisa digunakan untuk membeli Sukhoi namu pertanyaan itu belum dijawab secara resmi oleh Kedubes Rusia. (Ind/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhub Beli 20 Pesawat Latih
Redaktur : Tim Redaksi